Aara sungguh terkejut mendapati tangan besar milik Fawwas melingkar di perutnya. Awalnya pikir itu adalah guling atau bantal. Namun saat ia mengerjapkan matanya, ternyata adalah tangan yang tidak lain dan tidak bukan merupakan milik Fawwas. Aara hendak bangun, namun dia bingung harus melakukan apa.
" Ini, tangan Kak Fawwas. Kok dia bisa memelukku begini. Ya Allah, bagaimana melepaskan tangan ini. Dan, bibir kak Fawwas ada di tengkukku. Hembusan nafasnya begitu terasa," batin Aara.
Glek
Dia kesusahan menelan saliva nya saat ini saat nafas hangat itu menyapu tengkuknya. Buku kuduk Aara langsung berdiri. Tentu saja, dia belum pernah sedekat ini dengan seorang pria. Aara benar-benar kehabisan akalnya sekarang, dia jelaa tidak bisa berlama-lama dalam posisi seperti ini.
" Aku harus segera bangun," ucap Aara bertekad. Akan tetapi saat Aara hendak menyingkirkan tangan Fawwas, ada pergerakan dari pria yang saat ini memeluknya itu. Dia lalu pura-pura masih tidur, akan gawat jika ketahuan dirinya sudah bangun. Ia akan bingung menghadapi Fawwas, jadi Aara memutuskan untuk pura-pura tidur. Dan pada akhirnya Fawwas lah yang bangkit dari tempat tidur terlebih dulu.
Sebuah hembusan nafas penuh kelegaan dilakukan oleh Aara saat Fawwas keluar dari kamar dengan membawa sajadah. Adzan subuh memang baru saja berkumandang, dan mungkin Fawwas melaksanakan kewajiban 2 rakaatnya di masjid.
" Hei sayang, kamu juga sudah bangun ya. Apa kamu tahu, hampir saja ibu jantungan. Haish, tapi sekarang sudah tidak apa-apa. Sebaiknya ibu pura-pura tidak tahu saja apa yang ayahmu lakukan pagi ini. Ya, kami tidur bersama, dia pasti hanya tidak sengaja bukan. Aishh, memang paling bagus tidur di kamar kita ya sayang. Pasti tidak akan ada kejadian seperti tadi." Aara mengajak Neida berbicara. Tanpa Fawwas tahu, selama ini Aara selalu menceritakan mengenai Fawwas dan Aira kepada Neida. Meskipun Fawwas jarang membersamai Neida, tapi Aara selalu mengatakan bahwa Fawwas adalah ayah yang hebat.
Rasa tenang yang dimiliki oleh Aara ternyata tidak dimiliki Fawwas. Setelah kembali dari masjid, Fawwas merasa canggung untuk kembali ke kamar. Ia bingung bagaimana harus menghadapi Aara. Dia sudah memeluk Aara tadi, jujur ada rasa tidak enak dalam hati Fawwas.
" Tapi aku rasa dia tadi tidak tahu, aku lebih dulu bangun darinya. Ya, aku yakin dia tidak tahu. Baiklah, bersikaplah normal Fawwas."
Setelah meyakinkan bahwa Aara tidak menyadari apa yang dia lakukan, Fawwas pada akhirnya masuk ke kamar juga. Dilihatnya Aara dan Nedia sudah bangun tidur. Saat ini Neida sedang bermain di tempat tidur.
" Ra, kalau kamu mau sholat. Tinggalkan saja Neida, biar aku yang jaga," tawar Fawwas.
" Ehmm, aku sedang berhalangan kak. Tapi kalau Kakak tidak keberatan, titip bentar karena aku harus mandi," sahut Aara.
Fawwas pun mengangguk setuju, ia malah langsung menggendong Neida dan membawanya keluar. Aara tersenyum, saat Fawwas masuk tadi dia bisa melihat wajah suaminya yang canggung. Aara tentu memilih mendiamkan hal itu. Biarlah Fawwas menganggap dirinya tidak tahu.
" Toh, tidak akan terjadi apa-apa dengan kita. Jadi anggaplah ketidaksengajaan," ucap Aara lirih. Dia benar-benar harus menjaga hatinya sendiri dan menguatkan niatnya. Bahwa dia menikah dengan Fawwas hanya karena Neida.
Di ruang keluarga, Fawwas membawa Neida untuk bermain di sana. Rupanya sudah ada Gauri yang sedang duduk menikmati teh hangat. Wanita paruh baya itu tersenyum cerah saat melihat sang cucu. Ia langsung meletakkan cangkirnya ke atas meja dan mengambil Neida dari gendongan Fawwas.
" Fa, bagaimana kehidupan pernikahanmu? Apa kamu memperlakukan Aara dengan baik?" tanya Gauri to the poin. Dia sebenarnya sudah dari kemarin ingin menanyakan hal ini.
" Ba-baik, mengapa Amma bertanya seperti itu?" jawab Fawwas sedikit terkejut. Ia sungguh tidak tahu mengapa sang ibu tiba-tiba bertanya seperti itu.
" Kalau kamu memang tidak bisa menerima menjadi istrimu, maka lepaskanlah. Sebentar lagi Neida sudah 6 bulan buka, dia tidak lagi ASI eksklusif. Lepaskanlah Aara, dan biarkan dia menikmati hidupnya. Oh iya. Aku lihat Erka tertarik dengan Aara. Siapa tahu saat Aara berpisah denganmu dia bisa menjalin hubungan yang baik dengan Erka."
Deg! Deg! Deg!
Dada Fawwas berdegub kencang saat Gauri mengatakan hal tersebut. Erka? Temannya itu tertarik kepada Aara. Bagaimana bisa? Mengapa Gauri bisa mengatakan hal sedemikian?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dan berputar di kepala Fawwas. Bukan hanya terkajut tapi juga syok. Ini adalah hal yang sungguh di luar dugaannya. Akan tetapi dia berusaha mengontrol air muka nya agar tidak sang ibu tidak tahu bahwa dirinya terkejut mendengar pernyataan tersebut.
" Nah, rasakan. Gelisah kan sekarang, memang aku sengaja kemarin mengundan anak itu datang ke rumah. Aisssh, jika benar Erka tertarik dengan Aara bagaimana ya, aku kan hanya mengarang cerita," ucap Gauri di dalam hati. Dia terlampau gemas dengan ulah Fawwas yang acuh terhadap Aara. Padahal Aara sudah sangat baik selama ini menjaga Neida.
" Ehem ... mengapa Amma bisa bicara begitu?" tanya Fawwas setenang mungkin. Padahal dalam hatinya memang benar gelisah seperti yang diperkirakan oleh Gari.
" Tck, Amma bisa tahu lah. Terlihat sekali Erka tertarik dengan Aara. Dari cara dia melihat dan berbicara dengan Aara, Amma menyimpulkan hal itu. Terlebih lagi, baru kemarin semenjak menikah dengan mu anak itu tertawa lepas. Dan dia tertawa bersama Erka, Erka sepertinya tahu cara menyenangkan perempuan. Tidak seperti manusia kaku di depanku ini. Jujur ya Fawwas, jika kamu memang tidak bisa menerima Aara, Amma sangat setuju dia bisa bersama dengan Erka. Erka pria yang baik dan bertangungjawab. Dari pada kamu hanya menyakiti hatinya, mending lepaskan secepat mungki. Semua ini salah kamu sebagai orang tu yang terlewat egois. Dan Amma sudah menyadari itu, maka dari itu Amma memilih melepaskan Aara jika dia memang bisa bahagia dengan peria lain."
Ucapan Gauri yang panjang lebar itu membuat Fawwas terhenyak. Dia merasa hatinya tercubit saat mendengar semua yang dikatakan oleh Gauri. Tapi semua itu bukanlah salah, apa yang dikatakan sang ibu benar adanya.
" Apa benar aku harus melepaskan Aara? Apakah Aara bisa bahagia jika bersama pria lain? Tapi, bukankah aku lah yang mengatakan begitu saat setelah menikah bahwa kita hanya akan menjalani status ini selama 2 tahun? Tidak, aku tidak bisa melepaskan Aara lebih cepat. Perjanjian yang kita sepakati adalah 2 tahun. Ya seperti itu, biarkan berjalan seperti yang sudah kita rencanakan. Bukankah ini semua demi Neida, dan Aara setuju akan hal itu."
Isi hati Fawwas menolak keras usulan sang ibu untuk melepaskan Aara lebih cepat. Dengan dalih semuanya untuk Neida, Fawwas merasa bahwa ia tetap harus menahan Aara di sampingnya selama waktu yang mereka sudah tentukan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Nanik Kusno
Sudah cuek .. egois...g peka ....😡😡😡😡😡
2024-12-14
0
Sandisalbiah
aelah.. Fawwas... itu egomu atau sebenarnya hatimu yg gak bisa melepaskan Aara...?? jgn perjanjian yg di jadikan alasan padahal hatimu yg gak rela melepaskan Aara.. ampun deh ini dokter kok lemot banget memahami isi hati sendiri...
2024-10-23
0
Heryta Herman
dasar ga peka kau fawwas...bener" aara pergi dari hidupmu baru kau tau
2024-08-28
0