Mungkin ada dr kalian yg udh jd followers doi di IG ?😂 nama : dr. Ayman Alatas. Aku pilih dia krn mukanya itu cocok jd Jhico yg lembut pembawaannya. Dia dokter beneran jd kl sewaktu aku butuh visual dia lg make sneli atau jas dokter akunya ga kesusahan edit sendiri krn di IG doi Mayan byk foto² dia make baju ala dokter😂😂
Nah kl si cantixx ini namanya : Emily Rudd. Knp aku pilih dia krn matanya biru, rambutnya coklat sesuai dgn penggambarannya Vanilla. Trs wajahnya itu dingin² gemesin gt.
Ini Visualisasi yg ada di otak aku ya manteman. VISUAL INI ENGGAK HARUS KALIAN TERIMA, KALIAN BOLEH BERIMAJINASI SENDIRI. Maaf aku br sempat kasih visual skrg krn aku jg baru nyari wkwk. Aku itu sebenernya tipe org yg mager bgt make visual di cerita yg aku tulis. Itu makanya di My cruel husband tiap ada yg minta visual aku gk bisa kasih :( Krn jujur aku jg takut menghancurkan ekspek kalian, mengecewakan kalian, takutnya ga sesuai sm apa yg kalian bayangin. Tp kali ini aku mau coba punya visual sendiri. gpp kan?
-----
Vanilla sudah menghubungi Jhico berulang kali namun tidak ada jawaban juga dari suaminya itu.
Vanilla tidak tahu kalau Jhico sudah berkumpul dengan sahabatnya, Ia akan lupa dengan waktu dan semuanya. Sampai saat ini, Jhico belum bisa merubah kebiasannya itu sampai lupa dengan janjinya untuk menjemput Vanilla.
Hari semakin gelap, dan Vanilla tidak mungkin menunggu Jhico lebih lama lagi. Akhirnya ketika bertemu dengan Renald, dan laki-laki itu menawarkan dirinya untuk menjadi teman pulang Vanilla, Vanilla tidak menolak.
"Sejak kapan kamu pindah ke apartemen?"
Pertanyaan yang sangat tidak diharapkan oleh Vanilla akhirnya keluar juga. Sejak tadi Ia mempersiapkan jawaban yang sekiranya bisa Ia gunakan bila Renald tiba-tiba bertanya hal itu. Namun sampai sekarang Vanilla bingung harus menjawabnya seperti apa.
Mereka berada di dalam sebuah taksi. Jarak apartemen Jhico dengan kampus Vanilla memang lebih jauh jika dibandingkan dengan mansion Vanilla. Beruntung semalam Jhico sudah memberikannya alamat yang pasti. Jhico menulisnya di ponsel Vanilla dan dengan mudah Vanilla memberikannya pada Renald.
"Sejak aku mau berubah menjadi mandiri,"
Jawaban simpel dan terkesan aneh di telinga Renald. Karena siapapun tahu Vanilla. Gadis itu tidak mungkin berubah menjadi mandiri secara tiba-tiba seperti ini. Vanilla terkenal dengan sikap manjanya pada sang Ayah sampai apapun yang dikehendakinya pasti akan dipenuhi. Setelah mengalami kebutaan seharusnya Vanilla lebih membutuhkan peran orangtua bukan?
"Kamu tinggal sendiri di sana?"
"Ya, aku harus tinggal dengan siapa?"
Vanilla berusaha mencairkan suasana. Ia benar-benar gugup dan takut tertangkap basah sedang berbohong. Vanilla berharap Renald tidak bertanya lebih dalam karena Vanilla benar-benar kehabisan kata. Ia tidak tahu lagi harus melintasi jalan apa untuk bersembunyi dibalik kebohongannya pada Renald.
Di sisi lain, Vanilla juga merasa khawatir Jhico sudah sampai di apartemen.
"Ah, tidak mungkin dia ada di apartemen. Kalaupun begitu, kurang ajar sekali dia. Tadi mengatakan ingin menjemput,"
Bukankah seharusnya tidak masalah bila suaminya itu melihat Renald di sana. Belum tentu juga Jhico merasa terganggu. Sampai saat ini Vanilla yakin Jhico tidak serius menjalani kehidupan bersamanya. Ia hanya sedang bermain-main. Kehadiran Renald di tengah mereka tidak akan menimbulkan apapun.
****
"Aunty, besok datang ke sini ya? Aunty tidak rindu denganku?"
Setelah sampai di apartemen, hanya kesepian yang menyambut Vanilla. Jhico belum pulang. Usai membersihkan seluruh tubuhnya, Vanilla memutuskan untuk duduk bersandar pada headboard bed dan menelpon Lovi untuk berbicara dengan Adrian dan kakaknya.
"Besok Aunty tidak ada kegiatan apapun. Baiklah, tunggu Aunty ya,"
Mobil Jhico memasuki basement dengan kecepatan yang gila. Ia ingin cepat memastikan apakah Istrinya itu sudah berada di apartemen atau belum karena ketika sampai di kampusnya, suasana mencekam dan sunyi lah yang didapati Jhico.
Ia berharap Vanilla ada di apartemen. Kalau terjadi sesuatu pada Vanilla, Jhico akan merasa sangat bersalah. Ia sudah mengingkari janjinya pada Vanilla. Ia melakukan ini benar-benar tidak sengaja. Jhico memang salah karena belum bisa membiasakan dirinya sebagai seorang lelaki beristri. Seharusnya bila berkumpul dengan teman-temannya, Ia tidak lupa waktu seperti ini.
Terdengar suara seseorang dari dalam kamarnya. Sehingga sebelum membuka pintu kamar, Jhico benar-benar merasa lega.
Terasa ada oksigen yang memenuhi rongga dadanya setelah beberapa saat dilanda kepanikan yang luar biasa.
Vanilla memandang pintu dengan matanya yang buta itu sebentar. Bila di saat-saat seperti ini Ia merasa ketakutan sendiri. Setelah Ia mengenali aroma itu, secepat kilat Vanilla kembali beralih fokus pada Adrian yang masih terhubung dengannya melalui telepon.
Jhico menjadi canggung. Vanilla memang tidak pernah peduli padanya, tapi kali ini lebih parah. Bahkan untuk menatapnya saja enggan. Rupanya kesalahan Jhico benar-benar membuatnya kesal sampai tidak sudi sekali bila harus melihat kedatangan Jhico.
Jhico melepas semua benda mati yang melekat di tubuhnya. Setelah meletakkan jam tangan di nakas, Ia menatap Vanilla yang kini sedang terkekeh bersama keponakannya. Gadis itu tidak tahu sedang menjadi bahan perhatian suaminya.
"Okay, kita ke salon besok. Beli apapun yang kamu suka setelah menemani Aunty,"
*****
Daripada Ia terjebak dalam insomnianya bersama Vanilla yang masih tidak mengacuhkan dirinya, lebih baik Jhico pergi ke dapur untuk membuat teh hangat sebagai temannya mengerjakan tugas dari rumah sakit.
Membuka kabinet di dapur, Jhico melihat Pasta. Akhirnya bukan hanya teh saja yang dibuat. Ketika berkumpul bersama Riyon, Dante, dan Tiano, Ia hanya melahap bakery.
Sementara suaminya sibuk di dapur, Vanilla sibuk bergelung dalam lamunannya. Ia ingin tahu sampai kapan Jhico berlaku seperti tidak melakukan kesalahan. Vanilla kesal tapi tidak tahu caranya melampiaskan.
Ia sudah dibuat menunggu layaknya orang bodoh. Vanilla merasa egonya tergores saat Jhico tidak merasa bersalah sedikit pun.
Aroma yang nikmat masuk ke dalam rongga hidungnya. Diikuti dengan bunyi pintu kamar yang dikunci.
Di hari ke empat pernikahan mereka, Vanilla sampai lupa tujuan awalnya mau menikah dengan Jhico. Apakah Ia terlalu nyaman berada di posisi ini sampai tidak ingat kebutuhannya.
Jhico sedang menyiapkan laptopnya setelah Ia meletakkan pasta dan teh di nakas.
"Maaf, Nilla, aku terlambat menjemputmu,"
"Oh baru ingat," batin Vanilla mencibir.
Kemudian Jhico kembali bergabung bersama Vanilla di atas ranjang.
"Kapan kamu membantuku untuk bisa melihat lagi?"
Gerak tangan Jhico yang tengah mengetik sesuatu di atas hamparan keyboard laptop langsung terhenti.
"Sampai saat ini aku masih berusaha,"
"Masih berusaha katamu?"
Vanilla menahan geramnya. Jhico begitu mudah mengatakan bahwa bila Vanilla menikah dengannya, mata Vanilla akan kembali sempurna.
"Aku harus menunggu sampai kapan? aku kira setelah kamu menjanjikan hal itu padaku, semuanya sudah kamu persiapkan dengan baik sehingga tidak perlu waktu lama untukku bisa melihat lagi. Ternyata...."
"Kamu pikir mudah? Papamu saja belum bisa menemukannya sampai sekarang. Benar bukan?"
Vanilla tahu itu. Menemukan kornea yang tepat untuknya bukanlah pekerjaan yang mudah. Tetapi Vanilla sudah termakan oleh ucapan Jhico yang begitu mudah dalam memberikan janji padanya. Ketika diminta untuk menunggu lagi, tentu saja Vanilla merasa dipermainkan.
"Kamu sedang bermain-main denganku? karena kalau sampai kamu melakukannya, aku tidak akan pernah berusaha untuk bertahan di sisimu lagi, Jhico."
Jhico menggeleng heran dengan jalan pikiran gadis itu. Untuk apa memberi harapan yang kosong untuk Istrinya? Ia juga ingin Vanilla bisa melihat lagi. Agar Vanilla kembali percaya diri. Selama ini Jhico selalu melihat sosok Vanilla yang bersembunyi di balik kekurangannya. Padahal semua orang berhak untuk menjalani hidup dengan baik tanpa memikirkan kekurangan dari tubuh. Selagi diberi kenikmatan oleh Tuhan berupa nyawa, jiwa yang sehat, dan kebahagiaan, untuk apa merasa insecure ?
Dan apa katanya tadi? Vanilla sedang berusaha bertahan di sisinya? Ada rasa bahagia yang saat ini menyeruak begitu cepat di hatinya.
"Aku tidak akan membiarkan kamu bersedih lebih lama, Nillaku. Kamu akan melihat lagi, tapi semuanya perlu waktu."
Keratoplasty atau transplantasi kornea mata adalah tindakan operasi pada mata yang bertujuan untuk mengganti kornea yang rusak atau tidak berfungsi dengan kornea mata yang baru. Hanya orang-orang yang mau dan sudah meninggal lah yang bisa mendonorkan kornea matanya. Dan Jhico sedang menunggu itu dengan sabar. Ia yakin banyak orang baik di dunia ini. Ia sudah mempercayai seseorang di bank mata untuk selalu memberinya kabar bila ada pendonor yang setuju untuk mendonorkan kornea setelah memenuhi beberapa persyaratan sebagai pendonor.
Beberapa kali Jhico mendapatkan kabar baik. Namun setelah diperiksa, kondisi kornea yang ingin didonorkan itu terkadang tidak memenuhi persyaratan sehingga belum bisa diberikan pada Vanilla. Vanilla harus menunggu lagi untuk mendapatkan kornea yang tepat untuknya.
*****
"Aku harus menjemputmu jam berapa?"
Mobil Jhico tiba di pelataran mansion Vanilla. Sebelum Ia pergi ke rumah sakit, Ia harus memastikan Vanilla sampai di mansionnya dengan aman. Sesuai ucapannya semalam, Vanilla akan menghabiskan waktunya di mansion bersama ketiga keponakannya.
"Tidak perlu menjemput. Nanti lupa lagi,"
Jhico terkekeh seraya mengacak pelan rambut istrinya. Beberapa hari mereka tinggal di bawa atap yang sama, Jhico baru tahu kalau kemampuan menyindir yang dimiliki Vanilla memang tidak ada yang bisa menandingi.
"Tidak, Nillaku. Aku berusaha menepati janji,"
Jhico membuka pintu mobil lalu membantu Vanilla keluar dari sana. Setelah meraih alat yang membantu istrinya berjalan, Ia menggiring langkah Vanilla memasuki mansion dimana sudah ada Adrian yang melompat-lompat di depan pintu megah mansion untuk menyambut Vanilla.
"Yeay Aunty benar-benar datang!"
"Uncle juga ingin main di sini?"
"Hanya mengantar Aunty,"
Jhico membawa Vanilla dan Adrian ke dalam. Raihan, Devan, dan yang lainnya tengah sibuk menikmati minuman hangat seraya berbincang. Pakaian Raihan dan Devan pun sudah sangat formal. Rupanya mereka akan berangkat kerja juga.
"Sengaja Papa belum berangkat karena ingin menunggu anak perempuan Papa yang baru menikah ini," Raihan mengecup kening putrinya.
Mereka hanya bisa berbincang sebentar mengingat pagi ini adalah waktu mereka bekerja. Setelah Jhico berangkat bersama Raihan dan Devan menggunakan mobil masing-masing, para perempuan memutuskan untuk memasak bersama. Sayangnya lagi-lagi Vanilla hanya bisa menjadi penonton. Ia selalu menyesali hal ini. Ketika masih bisa melihat dulu, Vanilla tidak pernah mau turun langsung ke dapur. Setelah buta, ternyata memasak adalah sesuatu yang menyenangkan.
Berhubung Vanilla tidak ikut memasak, Adrian menjadikan Aunty-nya itu sebagai teman bermain. Sampai Jane yang baru bangun juga dipaksanya untuk ikut bermain truth or dare.
"Siapa yang paling pintar diantara Aunty Vanilla dan Aunty Jane?!"
Adrian semangat bertanya saat Jane mendapatkan kertas bertuliskan truth.
"Aunty Jane tentu saja,"
Jane pasti akan memenangkan dirinya sendiri. Setelah ini pasti akan ada perdebatan. Adrian suka itu!
"Kamu saja selalu bolos kalau ada kuis. Itu karena apa? karena otakmu kosong, takut tidak bisa menjawab. Jangan pikir aku tidak tahu,"
Jane menggeram kesal dan melempar sedikit potongan roti yang akan masuk ke dalam mulutnya ke arah Vanilla. Ia mencibir, "Sial! rotiku berkurang,"
"Aunty Jane sudah seperti badak tahu tidak?"
Vanilla tidak bisa menahan semburan tawanya. Ia penasaran dengan ekspresi Jane saat ini. Jane pasti semakin kesal.
"Adrian perlu kaca? coba lihat badanmu itu. Usia belum genap lima tahun tapi lemak ada dimana-mana,"
"Hanya di pipi!"
"Ini namanya body shaming!"
Jane mendengus keras. Ia melempar kertas yang ada di tangannya lalu bangkit dengan gerak kasar. Terlihat sekali Ia tidak mau lagi melanjutkan permainan.
"Padahal tubuhku tidak besar-besar sekali. Hanya naik beberapa kilogram. Ya Tuhan, segera kembalikan tubuhku yang dulu,"
"Biar saja, Adrian. Itu tandanya Aunty Jane bahagia dengan hidupnya yang sekarang,"
"Memang kalau dulu tidak bahagia?"
Vanilla menggeleng dengan sisa tawanya, "Dulu tidak ada laki-laki yang mau dengannya jadi Aunty Jane kesepian. Kalau sekarang ada Uncle Richard yang membuatnya bahagia. Akhirnya ya Jane... ada juga yang mau menjadi kekasihmu,"
----------
Kl ada yg lebih tahu tentang prosedur donor mata di dunia, bisa kasih tau aku di komen yaaa. Aku takutnya ada yg Miss gt. Maaf bgt krn aku amatiran. POKOKNYA KALAU ADA SARAN, SILAHKAN KASIH TAHU DI KOMEN ATAU MAMPIR KE IG KU UNTUK DM JG BOLEH ;) THANKISS😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 441 Episodes
Comments
Nila Nila
lmbt
lm
bsn
cpk
ngantuk
2021-08-23
0
Hanna Devi
like it 👍
2021-02-15
0
Anita Jenius
Hadir lagi dan memberi jempol.
5 like lg buat kk.
Lanjut up ya.
2021-01-27
0