Jhico sudah terbiasa hidup mandiri sehingga memasak sesuatu untuk sarapan adalah rutinitasnya bila shift kerja tidak terlalu pagi.
Seperti pagi ini, Jhico bangun lebih awal dari Istrinya yang masih bergelung di dalam selimut. Terakhir Jhico melihatnya, Vanilla tertidur dengan posisi meringkuk seperti janin sehingga Jhico benar-benar tidak tega untuk membangunkan gadis itu. Ia pikir ini belum waktu yang tepat juga untuk membuat mata Vanilla terbuka.
Setelah mencuci muka dan membersihkan mulutnya, Ia langsung turun ke dapur apartemen yang ukurannya cukup besar untuk seorang laki-laki sepertinya.
Usai membuat Scrambled egg, Jhico membawanya ke meja bar kecil di luar dapur. Ia meraih toast lalu dihidangkan lah Scrambled egg itu di atasnya.
Setelah membuat sarapan yang luar biasa sederhana itu, Jhico membuat susu untuknya dan Vanilla.
*****
Vanilla tahu Jhico sudah bangun dan keluar dari kamar mereka. Vanilla memasuki kamar mandi yang berada di kamar Jhico untuk kedua kalinya.
Menjelang malam kemarin Vanilla datang ke apartemen suaminya, Vanilla merasa apartemen itu benar-benar sunyi. Ia bingung dengan Jhico. Kenapa lebih memilih untuk sendiri daripada berkumpul dengan keluarganya?
Vanilla menghela langkah pelan keluar dari kamar mandi usai membersihkan tubuh. Ia jauh lebih segar dan lebih baik karena tidak ada Jhico saat Ia bangun.
Vanilla duduk di meja rias yang semalam dikatakan Jhico baru diletakkan di sudut kamarnya sehari sebelum Ia menikah. Meja rias sederhana yang biasanya digunakan Jhico untuk melihat penampilannya sebelum bekerja, sudah dikeluarkan dari kamar.
Semua produk untuk menunjang kecantikan Vanilla sudah diletakkan Jhico di sana. Padahal Vanilla sudah mengatakan bahwa itu semua jarang dipakainya semenjak Vanilla mengalami kebutaan.
"Biarkan saja di dalam koper,"
"Tidak, kamu tidur saja. Aku akan menata barang-barangmu,"
Vanilla akhirnya tidak peduli. Membiarkan suaminya itu sibuk dengan segala barang-barang yang dibawanya dari mansion menggunakan koper.
Sampai Jhico selesai dengan kegiatannya, Vanilla belum bisa memejamkan matanya. Ia memang kerap sekali seperti ini. Apa lagi setelah menikah dengan Jhico. Rasanya benar-benar tidak nyaman berada dalam satu lingkup bersama Jhico.
Jhico membuka pintu kamar dengan pelan. Ia mengerjap terkejut saat mendapati Vanilla sudah membersihkan tubuhnya. Rambut coklat gadis itu masih basah.
"Aku kira kamu masih tidur,"
Jhico berjalan mendekati istrinya yang kini duduk di depan cermin. Vanilla kesulitan meraih sun screen- nya. Karena Ia belum hafal posisi barang-barangnya di kamar ini.
"Kamu mencari sun screen?"
Vanilla mengangguk dan tanpa menunggu lama, Jhico membantu Istrinya.
"Kamu ingin pergi kemana?"
Produk itu biasanya digunakan oleh seseorang yang akan beraktifitas di luar ruangan. Jhico bingung akan kemana gadis itu.
Tidak hanya mengambilkannya, Vanilla dibuat terkejut sekaligus membeku saat Jhico mengaplikasikan sun screen itu di wajahnya.
"Biar aku saja,"
"Nanti tidak menarik hasilnya,"
"Aku bisa walaupun aku buta!"
Jhico berdecak dan meletakkan sejenak benda di tangannya ke atas meja rias. Ia merangkum wajah bagian bawah Vanilla dengan gemas.
"Aku tidak punya maksud apapun ketika mengatakan itu. Hanya ingin membantu,"
Vanilla melepas tangan lelaki itu lalu mengangguk saat Jhico bertanya sekali lagi 'Boleh aku membantumu?'
"Pertanyaanku yang sebelumnya tidak kamu jawab,"
"Aku akan kuliah,"
"Kuliah?"
"Ya,"
Lelaki itu memutar kursi yang diduduki istrinya, lalu setelah itu Vanilla merasa Jhico merendahkan tubuh di depannya. Vanilla bisa menghidu aroma Jhico ketika mendekat.
Aroma yang menemani hidupnya selama tiga hari ini, selalu memenuhi rongga hidungnya sebelum Ia menutup mata, dan menyambutnya saat membuka mata. Hanya pagi ini saja Jhico tidak berada di sampingnya. Walaupun demikian, tetap saja jejak dari tubuh lelaki itu menguar dan tidak henti menunjukkan eksistensinya.
"Aku antar. Jam berapa kamu berangkat?"
"Tidak perlu, aku bisa pergi bersama supirku. Nanti dia yang menjemputku di sini,"
Jhico menggeleng tegas. Jhico selesai dengan kegiatan merawat kulit sang istri. Lalu Ia kembali berdiri tegap dan setelahnya meraih kepala Vanilla untuk ditenggelamkan di perutnya.
Jantung Vanilla sedang menikmati ritme kacaunya saat ini. Vanilla tidak pernah diperlakukan seperti ini. Terlalu intim, namun Jhico punya cara sendiri untuk menaruh rasa manis dibalik sikap kurang ajarnya itu. Ia seenaknya membuat jantung Vanilla berteriak ribut seperti saat ini.
Namun Vanilla tetaplah Vanilla. Gadis yang sudah berubah baik sebelumnya tetapi jika bersama Jhico akan kembali menyebalkan seperti sikapnya di masa lalu.
Dengan cepat gadis itu mengeluarkan kepala dari pelukan Jhico. Ia tidak bisa berlama-lama tenggelam dalam perut kotak-kotak itu.
"Kita sarapan sebentar. Setelahnya aku mandi, lalu kita pergi bersama. Nanti aku akan menjemputmu juga,"
****
"Vanilla, kamu sakit apa? kenapa tidak membalas semua pesanku?"
Begitu sampai di kampusnya, Vanilla langsung diserang oleh pertanyaan bernada khawatir milik Joana, sahabatnya yang tidak tahu apapun mengenai pernikahan yang terlaksana kemarin.
"Bukan sakit yang serius. Maaf aku tidak bisa mengabarimu. Karena aku benar-benar butuh istirahat,"
Joana mengangguk setelah menghela napas lega. Setelah Vanilla duduk di kursinya, Joana mengikuti.
"Kemarin Renald juga bertanya padaku mengenai kondisimu saat ini. Kamu tidak mengatakan apapun padanya? karena dia sangat khawatir,"
Vanilla menelan ludahnya dengan kesulitan. Mendengar nama laki-laki baik hati itu, perasaan bersalah semakin bersarang di hatinya. Untuk apa Renald khawatir pada perempuan yang sudah menyakiti dan membohonginya? hati Vanilla semakin hancur bila Renald terus menerus berperan sebagai orang baik di dalam hubungan mereka.
"Tidak ada yang aku beri tahu. Aku sengaja melakukannya agar kalian tidak mengganggu waktu istirahatku,"
Vanilla tertawa kecil sebagai tanda bahwa Ia sedang bergurau sekarang. Mereka adalah orang-orang baik yang ditakdirkan Tuhan untuk menemani Vanilla beberapa bulan ini. Kemurahan hati mereka sudah teruji. Setelah Vanilla menghajar habis mereka dengan segala tingkah laku buruknya, baik Renald maupun Joana, mereka tidak pernah meninggalkan Vanilla.
"Berhubung dua hari yang lalu Mr. Liyan tidak bisa hadir, jadi hari ini beliau akan masuk ke kalas kita,"
"Aku tertinggal cukup banyak sepertinya,"
"Ya, dan ada diskusi juga setelahnya untuk mengerjakan tugas,"
Vanilla menghela napas pasrah. Jadwalnya hari ini terdengar padat. Tapi ini lebih baik daripada terjebak seorang diri di dalam apartemen. Situasi yang mendukung akan membuat Vanilla mengingat kesedihannya lagi.
*****
Setelah jam kerjanya usai, Jhico langsung dibawa secara paksa oleh ketiga sahabatnya ke sebuah sky garden yang tak jauh dari rumah sakit dimana Jhico bekerja sebagai dokter.
Semarak bahagia Dante, Tiano, dan Riyon akan pernikahan sahabat mereka rupanya belum cukup sampai di hotel kemarin.
Jhico menolak karena Ia harus menjemput Vanilla. Namun beberapa saat setelah Ia menolak, istrinya menelpon dan mengatakan bahwa akan pulang lebih lama karena jam kuliahnya ditambah oleh dosen yang tidak bisa hadir beberapa hari lalu. Jhico pikir lebih baik menghabiskan waktu bersama sahabatnya daripada Ia menunggu di kampus Vanilla terlalu lama.
"Nanti saat aku menikah, kau juga harus seperti ini ya,"
"Tenang, kalau perlu kau tidak boleh merasakan malam pertama bersama istrimu. Kita rayakan sampai tujuh hari dan tujuh malam,"
Jawaban asal Jhico membuat mereka semua tertawa. Jhico dengan segala kerendahan hatinya memang selalu membuat orang lain kagum. Ketiga lelaki itu mengerti ada yang aneh dari pernikahan Jhico bersama Vanilla. Oleh sebab itu mereka ingin menghibur Jhico tanpa lelaki itu tahu maksud mereka yang sebenarnya.
Dilihat dari interaksi keduanya, sampai jawaban yang tidak seharusnya keluar dari mulut Vanilla ketika ditanya mengenai anak, semakin membuat Dante, Tiano, dan Riyon yakin bahwa hubungan sahabat mereka dengan Vanilla tidaklah baik-baik saja. Ada kerumitan di dalamnya. Namun sebagai orang luar, tidak seharusnya mereka mengulik. Dan lagi, pernikahan Jhico masih terhitung beberapa hari.
"Bagaimana kabar istrimu?"
Jhico mengangguk singkat dan mengucapkan 'Terima kasih' saat waitress menyajikan hidangan di depannya. Lalu Ia beralih pada Riyon yang baru saja bertanya.
"Baik, setelah bersamaku semakin baik,"
Ketiga lelaki yang sudah dekat dengan Jhico sejak masa kuliah itu lagi-lagi menyerahkan hadiah untuk Jhico. Pemberian seluruh tamu yang hadir dan juga tidak hadir di pernikahannya saja belum sempat Jhico buka. Mungkin nanti Ia akan membukanya bersama Vanilla. Jhico ingin tahu sensasinya membuka hadiah bersama orang yang dicintainya.
Cinta?
Jhico sudah yakin bahwa apa yang dirasakannya saat ini bukan lagi sebatas suka pada sosok Vanilla. Setelah janji di hadapan Tuhan itu Ia ikrarkan, rasanya semakin pekat.
Jhico tahu bahwa ini sudah lebih dari apa yang Ia rasakan sebelumnya. Untuk kedua kalinya Jhico jatuh cinta pada gadis yang berbeda. Dan getaran yang sedang mengacaukan hatinya itu lebih dari apa yang pernah Ia rasakan saat bersama dengan Denaya. Jhico tidak pandai dalam mendeskripsikan sesuatu. Yang jelas, ini merupakan kebahagiaan yang akhirnya datang lagi setelah dua puluh enam tahun Ia hidup di ruang yang sepi dan gelap.
-----------
HELLAW MANTEMAN🙋 YG UDAH BACA+TINGGALIN JEJAK PLISS KOMEN DI BAWAH YAAAA. MAKASEEHH BUAT SEMUA DUKUNGANNYA :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 441 Episodes
Comments
☆chika
vanila kamu hanya belum menyadari cinta mu berlabu ke jhico.
2021-07-27
0
August Gunawan
ternyata renald anak orang kaya yg pura2 jadi cleaning service 😃😃
2021-07-19
0
Hesti Sulistianingrum
smpe detik ini nilla blm jjur sama Renald 🙄
2021-03-01
0