"Masakannya enak sekali. Aku berharap Vanilla turut andil dalam pembuatannya. Kalau benar begitu, aku sangat bahagia karena calon menantuku ternyata pandai dalam memanjakan lidah,"
Rena terkekeh. Ia tidak sadar kalau Vanilla sekarang merasa terpuruk. Apakah Karina lupa kalau Ia buta? Bagaimana bisa Vanilla memasak itu semua?
Vanilla tersenyum pedih. Omong kosong apa itu?!
Ia berkata dengan lirih hingga semua orang di sana menatapnya.
"Aku tidak bisa memasak. Saat tidak buta saja aku sangat payah dalam hal itu. Apalagi dengan kondisiku yang seperti ini. Apapun tidak akan bisa aku lakukan,"
Karina mengerjap terkejut. Ia telah salah bicara. Ia bersumpah tidak ada niat sedikitpun untuk membuat Vanilla sedih. Ia tidak menyangka kalau Vanilla menangkap kalimatnya dengan makna yang berbeda.
Vanilla beranjak dari kursinya. Bahkan baru tiga sendok nasi yang masuk ke dalam mulutnya tapi kenapa orang-orang di sana membuatnya ingin segera pergi.
"Aku sudah kenyang. Permisi dan selamat malam,"
Vanilla mengambil tongkatnya dan meninggalkan ruang makan yang tadinya dipenuhi dengan suasana kebahagiaan itu.
Devan ingin mengikuti adiknya seraya berseru,
"Vanilla! Vanilla, tunggu!"
"Biar aku saja, Dev."
Devan menoleh saat Jhico berkata demikian. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya membiarkan Jhico untuk menyusul adik kesayangannya.
Vanilla berjalan tertatih. Ia menyadari kalau ada seseorang yang mengikutinya di belakang. Dan Ia juga bisa mendengar jelas kalau Jhico menghalangi kakaknya untuk menyusul.
"Vanilla, tunggu dulu. Aku ingin bicara,"
Jhico meraih tangan Vanilla yang segera dihempas gadis itu. Jhico adalah lelaki yang tidak mudah menyerah. Ia masih berjalan berusaha menyamakan langkahnya dengan Vanilla.
"Lepaskan aku!" Hentakkannya kasar namun kali ini tidak berhasil membuat tangan Jhico lepas dari pergelangan tangannya.
"Maaf, maafkan Mamaku sudah melukai perasaanmu. Mama tidak bermaksud seperti itu. Ia hanya--"
"Ya, aku mengerti. Beliau memang tidak menyakitiku. Jadi bisa lepaskan aku sekarang?" Vanilla berujar malas. Enggan menatap ke depannya. Ia tahu kalau Jhico ada di sana. Ia juga merasa Jhico tengah memandangnya dalam diam dengan tangannya yang masih bertautan.
"Vanilla, aku tahu kamu orang baik. Kamu tidak mungkin merasa tersinggung hanya karena itu 'kan? Mama hanya berharap menantunya bisa memasak. Jadi---"
Vanilla dengan mata butanya menampilkan aura tajam. Ia menarik lengannya dari Jhico.
"Dan aku bukan menantunya!"
Jhico menunduk, Ia salah bicara. Tidak seharusnya Ia mengatakan itu secara gamblang. Ia terlalu percaya diri, merasa bahwa Vanilla akan senang ketika Ia mengatakan itu.
"Akan! Kamu akan menjadi menantunya. Kamu akan menjadi bagian dari keluargaku,"
Vanilla terkekeh ringan. Gadis itu merasa bualan Jhico adalah hal terlucu yang pernah didengarnya.
"Teruslah bermimpi, Tuan terhormat. Sampai kapanpun aku tidak akan menikah dengamu. Memangnya aku ini siapa sampai kamu mau menjadikanku bagian dari keluargamu? Aku hanya gadis buta--"
Tanpa mendengar kalimat selanjutnya dari Vanilla, Jhico langsung ******* bibir gadis di hadapannya ini yang sedang berusaha membangun benteng untuknya mempertahankan diri. Jhico tahu kalau saat ini Vanilla merasa tidak percaya diri.
Vanilla memberontak tapi Jhico memang pencium handal. Ia tidak akan membiarkan gadis itu lepas dari kekuasaannya sebelum Ia merasa puas.
Vanilla menangis. Air matanya yang hangat berhasil membuat Jhico membeku. Ia segera menyelesaikan kegiatannya. Ia melihat mata kosong gadis itu yang terlihat semakin terluka setelah Ia menciumnya.
"Kurang menyedihkan apa lagi hidupku ini? buta, dan sekarang dilecehkan oleh orang yang mengatakan kalau dia akan menjadikanku sebagai menantu Mamanya dan bagian dari keluarganya,"
*********
Devan kembali duduk di ruang makan dengan wajah kusutnya. Ia tetap menyusul sang adik dan juga Jhico. Namun yang dilihatnya tadi malah membuatnya menginginkan hal serupa dari Lovi. Otaknya benar-benar tidak waras.
Double shit! baru saja Ia mendapati Vanilla bersama dengan Jhico sedang bertukar saliva. Sialan! Ia merindukan kecupannya bersama Lovi.
"Bagaimana? Apa mereka bertengkar?" Karina langsung menyerbu Devan dengan pertanyaan bernada khawatir. Kalau sampai Jhico dan Vanilla bertengkar, maka Karina benar-benar merasa bersalah.
"Ya bertengkar,"
"Apa? Kamu serius, Devan?!"
Karina langsung bangkit dari kursi. Dan bersiap untuk melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan yang kini semakin dipenuhi dengan suasana panik.
"Bibir, lidah, dan gigi mereka bertengkar,"
"Devan, maksudmu apa? Tolong perjelas!"
Devan memutar bola matanya kesal. Ternyata Raihan bodoh dalam hal ini. Begini saja ayahnya tidak mengerti.
"Om juga tidak mengerti," sambung Thanatan yang semakin membuat Ia naik darah. Kenapa kedua lelaki tua itu bisa merajai bisnis dan mengerti semua hal di dalamnya tapi untuk masalah seperti ini keduanya kompak menjadi orang bodoh.
"Mereka berciuman! Jelas? Apa perlu aku perjelas lagi dengan mencontohkannya pada kalian? Dengan apa aku memberi contoh? Dengan meja ini?" Semburnya yang sudah terlampau kesal. Walaupun demikian, Devan tetap mengatakannya dengan wajah datar dan benar-benar melirik meja makan di depannya.
"Atau dengan Istriku? baiklah..."
Devan yang sinting menarik kepala Lovi secara sepihak tanpa aba-aba.
"Ayo, Sayang." Dan Ia benar-benar mengecup Lovi!
Semua orang di sana dibuat terperangah. Antara tidak punya otak, atau memang malunya sudah hilang? entahlah, Devan sulit untuk dipahami. Baik sikapnya maupun isi pikirannya bukanlah hal mudah untuk ditembus.
"Seperti itu. Sekarang sudah mengerti?"
Oh Ya Tuhan. Devan dengan santainya melakukan itu sementara jantung Lovi hampir merosot jatuh dari tempatnya. Ini benar-benar memalukan untuk Lovi. Ia tidak terbiasa menampilkan kemesraan di depan orang lain.
Dengan kesal Ia mencubit kencang paha suaminya. Devan patut diberi pelajaran agar tidak berkelakuan sesuka hati lagi.
Karina langsung kembali pada posisinya. Kini Ia menatap Devan. Fokus pada lelaki beranak dua itu.
"Kamu mengatakan kejujuran bukan?"
"Aku tidak pernah berbohong," suaranya dingin membuat Karina mengangguk paham. Aura lelaki itu memang membuat siapapun merasa segan.
"Halah! Berbohong itu hal yang kamu sukai sejak dulu, Hei anak muda!"
Devan menatap Rena tidak terima.
"Kapan aku melakukannya?"
Rena terdenyum mengejek pada putranya.
"Kamu pikir kenapa dulu Lovi meninggalkanmu? Karena kamu sering berbohong!"
Devan berdecak. Masa lalu memang akan selalu mengiringi langkahnya. Dan tak bisa dipungkiri kalau Lovi adalah tokoh utama selain Devan dalam masa lalu pernikahan mereka. Bahkan dimata semua orang pun demikian.
"Tidak masalah, Devan! Namanya juga jiwa anak muda. Kalau sudah tua, tidak begitu lagi,"
Thanatan merasa kulit lengannya dipiting. Ia tersenyum manis menatap sang Istri yang kini menampilkan raut kesal.
-------
AKU DOUBLE UP HR INI. SEBAGAI BENTUK RASA TERIMA KASIH AKU BUAT KALIAN YG UDH MAU MAMPIR. AKU SENENG KRN DLM 2 HARI PEMBACA NILLAKU TEMBUS SERIBU LEBIH. TERIMA KASIH UNTUK DUKUNGAN KALIAN. I WUP YU GAYSSS😘💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 441 Episodes
Comments
🍹girl Cancer 🍭
huùuussss....
2021-08-23
0
ms huang
nice story!!!
2021-08-10
1
yolanda syahwa lingga
hadeuhhhh
2021-06-11
3