"Ya ampun Nona, akhirnya pulang juga. Tuan dan Nyonya sangat khawatir,"
Dona menyambut putri dari Tuan besarnya dengan wajah lega. Ia langsung mempersilahkan Vanilla dan lelaki di belakangnya untuk masuk ke dalam mansion.
Jhico diam-diam merasa bersalah juga. Ia yang membuat Vanilla pulang terlambat seperti ini. Pukul sepuluh malam Ia baru bisa mengantar Vanilla. Gadis itu menghabiskan banyak waktu dengan Renald, Sehingga Jhico tidak ingin kalah.
Raihan memasuki ruang tamu untuk menyambut kedatangan putrinya yang sejak tadi sudah dinanti.
"Kenapa baru sampai? Jhico, kamu tidak melakukan apapun dengan Vanilla bukan?
Raihan percaya pada lelaki itu, namun rasa takut akan putrinya yang disakiti tentulah mengalahkan kepercayaan itu.
"Dona, bawa Vanilla masuk ke kamarnya!"
Dona terkesiap dan langsung mengangguk patuh, "Baik, Tuan."
Vanilla digiring oleh Dona untuk masuk ke dalam kamarnya. Sementara Jhico sedang dalam proses investigasi.
"Aku tidak melakukan apapun. Kami hanya berhenti di coffee shop sebentar. Maaf, aku terlambat membawanya pulang,"
****
Vanilla sudah rajin mengatakan ketiga kata yang sangat jarang Ia keluarkan dari mulut ketika dulu masih merasa paling baik.
Terima kasih, Maaf, dan Tolong.
Para pelayan sempat kaget saat Vanilla dengan lembut mengatakan itu ketika membutuhkan pertolongan.
Seperti saat ini, Vanilla dengan senyum hangatnya mengucapkan 'terima kasih' karena Dona sudah berhasil membawa Vanilla di tempat ternyaman.
Ranjang lembut inilah yang Ia inginkan sejak tadi. Ingin rasanya cepat-cepat tidur, namun Ia harus membersihkan tubuh terlebih dahulu.
"Mama dimana, Dona?"
Dona memberi pakaian tidur Vanilla. Gadis itu tersenyum menerimanya. Setelah Vanilla buta, Raihan dan Rena memang meminta Dona untuk membantu Vanilla dalam kondisi apapun. Terutama bila Rena sedang tidak berada di sekitar Vanilla.
"Nona Lovi akan melahirkan. Nyonya diminta Tuan Devan untuk ke rumahnya, menjaga si kembar."
"Melahirkan?" Mata birunya yang tidak bisa melihat itu membulat terkejut. Ia baru menyadari kalau yang tadi menjemputnya memang bukan Devan padahal lelaki itu sudah janji akan menemani Vanilla berbelanja setelah menjemput Vanilla di kampusnya.
Pantas saja kakaknya tidak menjemput, dan malah mengutus Jhico. Rupanya karena Lovi akan melahirkan.
"Iya, Nona. Setelah Tuan Devan mengabari, Nyonya Rena langsung pergi,"
Vanilla tidak menyangka kalau Lovi akan melahirkan di malam hari. Padahal tadi siang saat Rena menghubungi Senata, Lovi belum ada tanda-tanda untuk melahirkan hari ini.
Rupanya keponakan ketiganya itu sudah tidak sabar ingin melihat dunia sampai-sampai waktu malam pun dipilihnya tanpa ingin menunggu besok hari dimana sang kakak akan jauh lebih segar keadaannya. Karena terakhir bertemu tadi, Devan benar-benar terlihat kelelahan.
*****
"Grandma, telepon Aunty Vanilla sekarang. Beri tahu kalau aku sudah punya adik,"
Mendengar nama putrinya disebutkan sang cucu, Rena jadi ingat kalau sebelum pergi tadi, Vanilla belum juga sampai di mansion.
Ia juga ingin tahu keberadaan gadis itu. Sehingga tanpa menunggu waktu lama, Rena langsung menghubungi Vanilla.
Vanilla baru saja menyelesaikan mandinya. Ia sudah cantik dengan pakaian tidur berwarna biru muda. Setelah naik ke atas ranjang, Ia mencari-cari ponsel yang bergetar di nakas.
"Hallo, Aunty?"
"Oh Adrian? Hai, Sayang!"
"Aunty, Adikku sudah lahir. Aku punya adik sekarang. Dia perempuan, dan namanya..."
Adrian menatap Rena untuk bertanya, "Siapa namanya, Grandma? aku lupa,"
"Auris, Daddy memanggilnya seperti itu tadi,"
"Auris, namanya cantik bukan?"
Mendengar nada pongah keponakannya Ia terkekeh. Tidak bisa membayangkan betapa senangnya mereka. Ternyata proses melahirkan sudah selesai.
"Syukurlah, kamu tahu dari siapa kalau adik sudah lahir?"
"Tadi Daddy telepon. Tapi adik sedang dirawat dokter karena sakit, kata Daddy."
"Sakit apa?"
"Tidak tahu, tanya dengan Grandma saja,"
Untuk beberapa saat suara Adrian menghilang dan digantikan dengan suara Mamanya.
"Kamu sudah berada di kamar?"
"Sudah, Ma."
"Kenapa pulangnya terlambat? Mama harap kamu tidak macam-macam lagi di luar sana,"
Vanilla tersenyum lirih. Mamanya masih khawatir Dengan kebiasaan Vanilla dulu. Dan mungkin belum sepenuhnya percaya kalau Vanilla benar-benar tengah belajar untuk memperbaiki diri.
"Aku bersama Jhico. Tidak melakukan apapun,"
Rena menghela napas lega. Ia mengangguk saat Senata pamit tidur lebih dulu bersama Andrean.
"Anak Lovi dan Devan terkena tachypnea. Sehingga harus masuk ke dalam ruangan khusus perawatan bayi dulu. Semoga saja besok sudah lebih baik," Rena menjelaskan sesuatu yang sempat membuat Vanilla penasaran.
"Ya Tuhan, apa ada sesuatu yang berbahaya?"
"Mama tidak tahu lebih banyak. Tadi Devan belum bisa memberi penjelasan lebih karena Ia harus melihat kondisi Lovi,"
"Semoga Mommy dan anaknya baik-baik saja ya, Ma. Kira-kira kapan aku bisa berkenalan dengan malaikat kecil itu?"
"Belum tahu, Sayang. Kondisinya saja masih seperti itu," Ada nada sedih saat mengingat cobaan tak henti mengalir di antara Devan dan Lovi. Ada saja sesuatu yang membuat hidup mereka tidak tenang. Semuanya berharap anak ketiga Devan dan Lovi itu berangsur membaik keadaannya.
****
Jhico dan Raihan masih berbincang di ruang tamu. Banyak hal yang menjadi pokok pembahasan mereka malam ini.
"Persiapan pernikahanku dengan Vanilla sudah hampir selesai," ujar Jhico sebelum Ia pulang ke apartemennya.
Raihan menggeleng dengan senyum geli. Niat sekali laki-laki ini dalam membawa Vanilla ke dalam hidupnya.
"Bagus kalau begitu. Kau mandiri,"
"Aku meminta bantuan pada Neneku. Bukan hanya aku yang mengurusnya,"
Persiapan yang harus diselesaikan sebelum acara pernikahan berlangsung memang lebih banyak dipegang oleh Jhico, mengingat Ialah pihak yang paling menginginkan pernikahan ini terjadi. Sementara untuk urusan busana pernikahan, dan tempat berlangsungnya acara sudah sembilan puluh persen diselesaikan oleh Rena.
Sepertinya ini semua akan benar-benar matang. Pernikahan akan digelar kurang lebih dua minggu lagi namun segalanya sudah hampir selesai.
"Aku tidak pernah bosan bertanya ini padamu. Kau yakin ingin menikahi Vanilla?"
Sejak Jhico mengatakan ingin menjadikan Vanilla sebagai Istrinya, Raihan memang selalu bertanya mengenai hal yang sama. Namun Jhico tidak keberatan sama sekali dalam menjawabnya. Karena Ia benar-benar sudah yakin atas pilihannya.
Sangat wajar rasanya Raihan berulang kali meyakinkan lelaki muda itu. Karena menerima Vanilla bukankah suatu kemudahan. Dan Raihan ingin Jhico terus-terusan berpikir ulang sebelum semuanya tiba.
"Thanatan tidak mempermasalahkan ini di belakangku bukan?"
"Oh, tentu saja tidak. Ayahku itu bahkan tidak peduli dengan apapun tentangku,"
Raihan menangkap nada getir di sana. Walaupun Ia baru mengenal Jhico, namun Ia tahu ada yang tidak sehat dalam hubungan anak dan ayah itu. Mungkin sama halnya dengan hubungan Ia dan Devan. Namun Ia tidak tahu manakah yang lebih parah. Ia yang berhasil menarik Devan dalam dunia bisnis, atau Thanatan yang tidak berhasil menjerumuskan anaknya dalam dunia bisnis namun mampu melupakan kepeduliannya terhadap sang anak bahkan sampai Jhico dewasa seperti ini.
"Kira-kira bagaimana Vanilla akan diperlakukan dalam keluargamu setelah kalian menikah? Apakah mereka akan melakukan hal yang sama? Karena jujur, aku tidak bisa melihat putriku disakiti dengan ketidak pedulian itu,"
Jhico langsung menggeleng tegas. Ia menjawab dengan yakin, "Sekalipun mereka tidak peduli pada Vanilla, ada aku yang selalu di sampingnya."
"Jadi secara tidak langsung kau mengatakan kalau nanti Vanilla tidak akan dianggap dalam keluargamu?"
Thanatan adalah orang yang baik. Namun tidak menutup kemungkinan Ia akan menyakiti perasaan putrinya. Jhico saja bisa di campakkan sedemikian kejam. Lalu bagaimana dengan Vanilla yang begitu membutuhkan kasih sayang selain dari suaminya sendiri? Karena menikah bukan hanya tentang mereka berdua. Melainkan ada dua keluarga yang juga harus bersatu dan saling peduli.
"Kedua orangtuaku sangat menginginkan Vanilla. Semua tahu akan hal itu. Karena mereka dengan terang-terangan menunjukkannya saat pertemuan beberapa hari lalu. Tidak menyadarinya?" Dibalik santainya, Jhico merasa khawatir juga saat ini. Ia berharap Tidak ada maksud apapun di balik ucapan Raihan tadi. Ia takut karena keluarganya yang dingin, Vanilla dan dirinya tidak jadi bersatu.
****
Suara pemberitahuan dari ponselnya yang merupakan bagian dari sistem talkback (Sistem untuk penyandang disabilitas khususnya tuna netra dalam memudahkan mereka menggunakan ponsel) berbunyi, memberi tahu Vanilla bahwa ada panggilan masuk lagi dari orang lain.
"Vanilla, kamu sudah sampai?"
"Aku sudah ingin istirahat. Kamu juga sudah sampai bukan? Selamat istirahat, My Renald."
Renald sampai tersenyum dibuatnya. Gadis yang dulu sangat kejam tak tersentuh itu rupanya bisa berbuat manis juga. Sungguh, 'My Renald' mampu membuat Renald kembali percaya diri setelah pertemuannya dengan Jhico.
"Okay, sleep tight baby. Have a nice dream. Semoga besok tetap baik-baik saja. Aku tidak ingin ada yang berubah,"
------
Tinggalkan jejak jgn lupa plizzzz😁 maaciw yawww EH KASI TAU YAK KL ADA TYPO ATAU SESUATU YG RANCU. SOALNYA AKU BUAT PART INI NGANTUK²🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 441 Episodes
Comments
August Gunawan
nice...ampe tau sistem talkback buat tuna netra .dan penyebutan penyandang disabilitas kebyakan awam suka menyebut penyandang cacat .keren
2021-07-19
0
Hesti Sulistianingrum
akan ada yg berubah Renald.. hanya kamu blm tahu.. dan aku jd semakin g tega thorrr 😌
2021-02-28
0
🌼stfaiza
percaya deh ceritax bagus thor...😚😚😚
2020-12-05
0