"Rena? Itu elo?" sebuah suara terdengar begitu khawatir dan kaget.
Ketiganya menoleh ke asal suara. Tampak Revandra melangkah mendekati Rena.
"Ada perkelahian, katanya lo hendak diculik?" Revan sungguh khawatir dan tidak habis pikir jika penculikan yang dimaksud adalah untuk menculik Rena, teman sekelasnya. Seusai manggung tadi, ia segera turun untuk mencari keberadaan Valia dan gadis itu, ingin menyapa mereka. Namun tak lama kemudian ia mendengar ada perkelahian di depan sekolah, ketika Revan menduga bahwa Valia dan Rena sudah balik duluan.
Revan pun ikut-ikutan berlari keluar area sekolah bersama para warga sekolah. Dan dilihatnya Rena sedang bersama dua orang pria dewasa asing yaitu Baskara dan Dirga, di kelilingi orang-orang.
"Gue nggak apa-apa Revan, makasih ya," ujar Rena sambil melirik Baskara dan Dirga bergantian yang hanya diam memandangi obrolan kedua remaja itu.
"Valia mana? kirain kalian pulang bareng," tanya Revan lagi, masih begitu penasaran.
"Udah gue suruh pulang duluan. Soalnya orang tuanya udah nyariin," jawab Rena sekenanya.
"Ya ampun Ren, padahal gue bisa loh anterin lo pulang. jangan kayak gini lagi lah, nggak baik cewek pulang malam-malam sendirian, mana naik ojol lagi," omel Revan yang seolah sudah begitu akrab dengan Rena. Padahal Rena sebenarnya masih kesal padanya atas pertemuan pertama mereka yang kurang mengenakkan di sekolah. Makanya ia menutup diri untuk bergaul dengan Revan.
"Habis ini gue anterin pulang ya," Revan tampak tulus dan peduli pada keselamatan gadis itu.
"Tidak perlu repot-repot, dia akan pulang dengan saya," celetuk Baskara menatap Revan dengan raut datar. Sebenarnya saat melihat Revan tadi, Baskara teringat dirinya sendiri di masa lalu saat masih seumuran dengan Revan.
Rena mengangguk pelan kepada Revan. Setuju, bahwa dirinya akan pulang bersama Tuan Baskara nanti.
"Omnya Rena?" tebak Revan yang blak-blakan.
Baskara melotot kaget, bukan hanya Valia, Revan juga merasa dirinya setua itu sampai memanggilnya dengan sebutan om, dan Dirga tampak menahan tawanya sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.
"Bukan Van!" bantah Rena cepat-cepat.
Revan mengerutkan keningnya sambil menelisik terang-terangan wajah Baskara yang dihiasi cambang.
"Dia..., dia uhm,..." Rena bingung sendiri mau bilang apa soal hubungan Tuan Baskara dengannya. Mau mengakuinya sebagai om, Rena juga merasa itu tidak pantas, baginya Baskara tidak setua itu, meski kebanyakan orang menilai Baskara tampak ketuaan karena kumis dan brewok yang dibiarkannya tumbuh di wajahnya. Apalagi Baskara, tampak sekali ia tidak suka dipanggil dengan sebutan om.
"Saya walinya Rena. Kamu tahu sendiri kan, Rena ini sudah tidak punya orang tua. Jadi saya menjadi walinya dia sementara waktu," ungkap Baskara.
Rena mengangguk mengiyakan. Tiba-tiba ponselnya berdering, Rena membuka tasnya dan menjawab telpon dari Valia yang mengatakan bahwa ojol yang di pesannya sudah sampai di titik lokasi namun ia tak bisa menemukan Rena karena suasana sedang ramai. Valia sudah memberikan nomor kontak Rena kepada sang driver ojol, namun Rena tak menjawab telponnya karena panggilan nomor baru sengaja ia bisukan deringnya.
Rena pamit sebentar untuk menemui ojol yang dipesan Valia tadi. Ia segera membayar ojol itu dan meminta maaf karena batal menaiki ojol itu karena sudah ada jemputan untuknya.
Malam itu ketiganya tidak bisa segera pulang, sebab mereka harus memberi keterangan di kepolisian tentang bagaimana kronologi upaya penculikan itu terjadi dan menimpa Rena. Syukurlah, dirinya masih selamat berkat kedatangan Tuan Baskara dan Dirga dengan tepat waktu.
Di dalam mobil Pajero Sport, Dirga mengemudi dengan santai sambil menjawab telpon dari istrinya lewat earphone. Baskara duduk di sampingnya, sesekali menatap sang sahabat yang tampak bahagia berbicara via telpon dengan sang istri, bahkan dengan anak lelakinya yang sudah berusia empat tahun.
Kadang Baskara merasa iri dengan takdir yang dimiliki Dirga. Lelaki itu hidup bahagia dengan keluarga kecilnya, seharusnya ia juga sama, bahagia bersama keluarga kecilnya sendiri. Seandainya saja Kinan dan sang calon bayi tidak menduluinya menghadap sang pencipta, mungkin saat ini dirinya dan Kinan sudah memiliki dua anak.
Rena duduk di jok belakang sendirian, tak lepas menatap ke arah kepala Tuan Baskara, sebab hanya itu yang tampak oleh matanya. Ia merasa lega dan bersyukur atas Baskara yang datang lebih dulu untuk menyelamatkannya. Rena semakin kagum pada sosok itu, dan dirinya semakin nyaman berada dekat dengan pria dewasa itu.
Keduanya pulang ke rumah dan segera disambut oleh Bu Lasmi dan Pak Hasan. Kedua pasutri itu sejujurnya begitu mengkhawatirkan Rena karena pulang kemalaman, biasanya saat siang gadis itu sudah pulang, paling lambat pun saat sore.
"Maaf Bu Lasmi aku nggak kepikiran untuk memberi tahu ibu kalau sehabis sekolah, aku pergi jualan sama teman di acara bazaar," jelas Rena sambil melirik Baskara yang hanya diam di sisinya.
"Ya udah, lain kali bilang sama ibu ya kalau kamu pulang telat, kan ibu jadi khawatir takut kamu kenapa-napa, mana ibu nggak tahu nomor telpon kamu,"
"Iya Bu, janji," Rena tersenyum. Ia senang sekali, mendapatkan perhatian semacam itu dari Bu Lasmi, seperti perhatian seorang ibu kepada anaknya.
"Tuan Bas dan Rena, belum makan? Saya siapin makan ya," Bu Lasmi menatap bergantian pada keduanya.
"Iya Bu Lasmi," jawab Baskara, "saya ganti baju dulu, sebentar lagi saya turun," Baskara berlalu pergi, menaiki anak tangga menuju ke lantai dua.
Rena pun segera masuk ke kamarnya dan segera mandi membersihkan diri sebelum datang bergabung untuk makan malam di meja makan.
Baskara dan Rena makan malam bersama di meja makan, Bu Lasmi dan Pak Hasan sudah makan malam duluan tadi. Meski keduanya adalah orang yang dipekerjakan oleh Baskara, namun ia tidak pernah mewajibkan keduanya untuk tidak makan duluan sebelum dirinya datang. Baskara jarang makan malam di rumah, karena dirinya selalu pulang di atas jam sembilan malam. Dirinya sibuk dengan pekerjaan.
Rena merasa canggung dengan suasana makan malam kali ini. Ini pertama kalinya ia makan malam dengan Tuan Baskara. Biasanya ia makan berdua saja dengan Bu Lasmi, Pak Hasan tentu juga biasanya makan malam di luar karena dirinya selalu pulang malam bersama Baskara.
Rena tidak berkata-kata sepanjang makan malam itu, Baskara juga diam saja. Hanya sibuk menyantap lauk di piringnya. Meski sesekali ia curi-curi pandang ke arah Rena yang juga sibuk melakukan hal yang sama dengannya.
Rena mulai ingin bicara, tapi urung dilakukannya karena mungkin saja Tuan Baskara tidak menyukai pembicaraan ketika sedang makan.
Baskara selesai duluan dengan makanannya, Rena memandanginya yang sedang meneguk segelas air putih hingga tandas.
"Tuan, uhm," panggil Rena pelan saat Baskara tengah mengelap pelan mulutnya dengan serbet.
Baskara menunggu gadis itu melanjutkan.
"Saya ingin bicara sesuatu dengan tuan, apa boleh?" tanya gadis itu.
Baskara mengangguk, "baiklah, saya tunggu kamu di ruang tengah," jawab Baskara lalu bangkit meninggalkan Rena sendirian di meja makan.
Rena segera menghabiskan makanannya yang sisa sedikit. Kemudian dengan gerakan cepat membereskan meja makan sendirian.
Rena bergegas ke ruang tengah, saat sampai di sana di lihatnya Tuan Baskara tengah duduk santai di sebuah sofa sambil menonton tayangan televisi. Baru kali ini Rena melihat sang tuan rumah dalam keadaan santai, biasanya ia melihat lelaki itu dalam keadaan hendak pergi bekerja, atau pulang dari bekerja dalam keadaan lelah.
Baskara menoleh ke arah Rena saat gadis itu memasuki ruang tengah. Ia mematikan layar televisi dengan remot di genggamannya. Baskara memanggil Rena untuk duduk di salah satu sofa tak jauh darinya.
Rena mengangguk menuruti.
"Ada apa?" tanya Baskara langsung.
"Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih atas pertolongan Tuan Bas tadi kepada saya," ucap Rena.
"Untuk saat ini jangan bepergian ataupun pulang sendirian, sebisa mungkin harus ada yang menemanimu. Kamu tahu, kakakmu sedang dipenjara, keamananmu di luar sedang terancam. Jadi, dengarkan baik-baik kata-kataku kali ini, tentu kamu tidak ingin kejadian seperti tadi menimpamu kembali kan?"
Rena menggeleng takut. Tentu saja dirinya tidak ingin diculik.
"Aku tahu kakakmu Alvin, bukanlah satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus korupsi di perusahaanku,"
Rena menatap serius, sejujurnya poin inilah yang ingin ia bicarakan dengan Tuan Baskara. Rena senang jika Tuan Baskara sudah tahu sendiri tentang kebenarannya.
"Oke, secara teknis dia memang terlibat. Tapi sebut saja dirinya sedang ditumbalkan, dijadikan kambing hitam sebagai tersangka tunggal," ungkap Baskara.
Rena mengangguk setuju, "Bang Alvin sudah bilang padaku, kalau dia tidak korupsi dana perusahaan sampai bernilai milyaran, tuan,"
Baskara mengangguk paham, "saat Alvin ditangkap dan dipenjarakan, mungkin kamu pikir ini adalah saat yang paling tepat baginya untuk membela diri di depan pihak berwajib, mengatakan siapa-siapa saja yang terlibat, tapi aku tahu Alvin tidak akan mau ambil resiko, dia memikirkan keselamatanmu di luar sana. Sampai saat ini penyidik belum menemukan titik terang tentang siapa-siapa lagi pihak yang terlibat dalam kasus korupsi ini,"
Rena diam mencerna, seketika hatinya merasa sedih mengingat kondisi sang kakak yang pasti tidak bisa tidur tenang di balik jeruji besi karena memikirkan dirinya, yang keselamatannya terancam.
"Aku yakin, percobaan penculikan yang dilakukan kepadamu tadi, pasti ada kaitannya dengan Alvin. Anggap saja salah satu pelaku yang seharusnya ditangkap juga, tapi belum ditangkap, ketakutan jika tiba-tiba saja Alvin mengungkapkan yang sebenarnya. Jadi bisa saja dia menyuruh beberapa orang untuk mengawasi dan menculikmu, supaya mereka bisa menggunakanmu sebagai ancaman bagi Alvin untuk tetap menutup mulut dan menanggung hukumannya sendirian," ungkap Baskara lebih jauh.
"Bang Alvin," gumam Rena, air matanya seketika luruh. Baskara paham seberapa sedih dan kepikirannya Rena akan nasib sang kakak. Baskara bisa melihat sesayang dan secinta apa Rena pada sang kakak. Ia justru menangisi kakaknya, bukan menangisi dirinya sendiri yang nyaris saja tadi menjadi korban penculikan.
Baskara kini memilih diam, memberi ruang bagi Rena untuk menumpahkan kesedihannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Zolim 23
jangan sedih ren,ada tuan babas ko
2024-01-21
1