Baskara dan Dirga memperhatikan gerak-gerik Rena dan Valia dari kejauhan. Keduanya sedang melihat bagaimana kedua gadis remaja itu sedang berusaha menawarkan dagangan aksesoris manik-maniknya kepada setiap siswa ataupun siswi yang melintas di depan lapak kecil mereka. Karena Rena itu introvert, maka Valia lebih vokal dan atraktif saat menawarkan dagangan.
"Hai kak, singgah yuk beli aksesoris maniknya. Bisa custom juga loh, kalau kegedean bisa dikecilin, kalau kekecilan bisa digedein," Valia masih bersemangat memberi penawaran, walau dagangan mereka baru laku beberapa buah.
Beberapa siswa ada yang singgah untuk melihat-lihat. Rena langsung tersenyum melayani. Gadis itu menawarkan custom gelang, kalung, dan gantungan ponsel dengan menunjukkan semua koleksi manik-maniknya dalam kotak bersekat.
"Customnya mahal banget, mulai harga tiga puluh lima ribu sampai delapan puluh ribu," keluh siswi itu sambil menatap teman-teman di kiri kanannya, setelah mereka melihat harga yang tertera. Belum lagi harga bervariasi untuk kalung, gelang ataupun gantungan ponsel, sesuai dengan jumlah manik dan proses pembuatannya yang sebentar atau butuh waktu yang tidak sedikit.
"Harganya ini sudah termasuk untuk donasi ke Palestina kak," jelas Rena masih tersenyum hangat.
"Turunin dikitlah," tawar siswi itu sambil melihat koleksi gelang, kalung dan gantungan ponsel yang tertata rapi.
"Customnya karena saya buat langsung di sini kak. Itu pun tergantung tingkat kesulitan dan jumlah manik yang digunakan,"
Para siswi itu tampak abai. Ia lalu melihat-melihat beberapa gelang manik dan melihat harganya yang tertera.
"Mahal banget. Ini mah kalau beli di pasar juga bisa dapat dua, dapat tiga malah kalau jago nawar,"
"Jualannya juga jelek-jelek, pasti talinya cepat putus kalau udah dipakai mandi dua atau tiga kali," cerca salah satu siswi.
Rena berusaha sabar meladeni setiap calon pembeli yang memiliki karakter yang berbeda dari setiap individu yang ditemuinya, sambil terus menebar senyumannya.
"Saya jamin tali atau karetnya kuat kok kak. Saya beli bahan juga yang premium, makanya ada harga untuk kualitas. Semua tergantung individu pemakai, kecuali jika tali atau karetnya sengaja diputus pakai gunting,"
Valia yang berdiri di depan, sambil berusaha menarik calon pembeli lain, ia juga sesekali mendengarkan obrolan Rena dengan calon pembeli mereka. Gadis itu kemudian berjalan mendekat dengan tampang kesal.
"Ya udah sana, beli aja di pasar. Nggak usah hina-hina dagangan orang!"
"Jualan kok gitu sih! Di mana-mana penjual adalah raja!"
Valia tidak peduli, kalimat itu sudah basi. Gara-gara kalimat itu, banyak calon pembeli yang meremehkan seorang pedagang, apalagi jika hanya pedagang kecil seperti dirinya dan Rena.
"Gue nggak peduli. Kalian kalau nggak mau beli, sana cabut! Atau kalian ini sebenarnya nggak ada duit ya buat beli, sok-sokan mau beli, gaya-gayaan," Valia menatap tajam dan garang, sebisa mungkin ia ingin membuat para siswi itu takut padanya, tidak meremehkannya dan juga Rena. Valia tahu jika siswi-siswi itu masih anak kelas X, terlihat dari salah satu lambang kelas X yang melekat di seragam mereka.
"Val, udah!" Rena menghampiri Valia dan menenangkannya, sebelum salah satu dari siswi calon pembeli gagal melontarkan kata-kata hinaan lagi.
"Nggak apa-apa sist, kalau emang nggak jadi beli, saya nggak marah kok. Makasih ya udah sempatin singgah dan melihat-melihat dagangan kami," Rena menyeret Valia ke tempat awalnya berdiri.
"Udah lu sana pergi!" usir Valia masih tampak kesal.
Siswi-siswi itu tampak misuh-misuh dan bergegas pergi, sebelum Valia semakin meledak.
"Sabar, Valia sayang. Kostumer banyak komentar itu emang wajar,"
"Iya gue tahu, tapi kalau menghina gue nggak suka. Enteng banget bilang hasil karya lo jelek, coba aja suruh mereka buat gituan, apa bakalan bagus dan rapih kayak buatan lo?"
"Sstt, udah dong Valia sayang, makasih ya udah belain aku," Rena merangkul Valia sembari meredam emosi gadis itu yang sedang meletup-letup, seperti air mendidih.
"Ya udahlah, gue cari pembeli lagi ya," Valia hendak lanjut.
"Nggak usah Val, istirahat dulu," tahan Rena sambil menahan lengan Valia. "Lo di sini aja ya, gue cari minum dulu buat lo. Pasti haus kan?" Rena mengambil dompetnya di dalam tasnya.
"Nggak usah Ren, gue nggak haus kok," tolak Valia dengan jujur.
"Nggak apa-apa. Gue beliin aja ya, kebetulan juga gue lagi haus nih. Tunggu sini ya, gue ke sana dulu beli minum,"
"Ya udah," Valia mengangguk pasrah, "tapi jangan lama-lama ya, entar ada calon pembeli lagi yang pengin custom,"
"Siap bestie," Rena membuat gerakan hormat.
"Udah sana," Valia tersenyum. Rena pun bergegas pergi. Rena harus pengertian terhadap Valia yang selalu menemaninya dalam suka dan duka ketika berjualan.
Sementara Baskara dan Dirga masih setia berdiri di tempat mereka, begitu melihat Rena pergi, Baskara berkata kepada Dirga.
"Kamu ke sana Dir, beli dagangannya,"
"Buat apa?" Dirga tampak sungkan. Masa iya, tampang dan gayanya yang dewasa dan matang begini, datang ke sana untuk membeli aksesoris manik-manik yang identik untuk gadis remaja dan anak perempuan.
"Beli buat anakmu, kayak si Bella," jawab Baskara.
"Kamu lupa kalau anakku cowok?"
Baskara tertawa sejenak, "ini perintah Dirga, kamu borong dagangannya. Habis itu bawa ke boot, bilang sama SPGnya untuk membagikan gratis kepada setiap pembeli yang membeli skincare ataupun kosmetik Kinara di boot,"
"Itu emang ide marketing kamu atau sekedar untuk menolong anak itu?"
"Dua-duanya. Bagus kan? Bukannya itu tindakan yang mulia?"
"Baiklah, siap laksanakan tuan," Dirga bergegas ke arah lapak yang sedang dijaga oleh Valia yang suaranya kini terdengar jelas sedang memanggil dan membujuk calon pembeli.
"Selamat datang kak, eh pak," sapa Valia langsung saat melihat seorang lelaki bertubuh tinggi dalam setelan jas yang rapi sedang melihat-lihat pajangan dagangan aksesoris manik-manik.
Dirga tersenyum dan mengangguk sebentar, lalu kembali melihat-melihat.
"Silakan dilihat-lihat Pak, kami juga melayani custom. Bisa juga buat gelang atau gantungan ponsel couple dengan nama ataupun inisialnya," jelas Valia yang tampak bersemangat.
"Saya mau beli semuanya. Berapa totalnya?" tanya Dirga sambil mengeluarkan dompetnya.
"Beli semua? Serius pak?" Valia menatap tak percaya, kedua matanya sampai melotot.
"Iya," jawab Dirga sambil menatap gadis remaja yang tampak kaget dan syok itu. "Kenapa? Apa tampang saya ini tidak menyakinkan kalau saya betul-betul akan memborong semua dagangan kamu?"
"Bu-bukan begitu pak. Tapi saya senang kok, alhamdulilah," ujar Valia sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan, tanda syukurnya setelah mengucap hamdalah. "Bentar ya pak, saya hitungin dulu ya satu-satu, soalnya harganya beda-beda tergantung model,"
Dirga mengangguk, "oke saya tunggu," Dirga menoleh ke arah Baskara yang menatap mengawasi tindakannya.
Sementara Rena sedang berdiri menunggu pesanan minuman dan banana roll-nya sambil menatap nanar di sekeliling, memperhatikan suasana Bazaar yang semakin petang semakin ramai. Ada satu panggung utama dalam bazaar itu, yaitu panggung musik bagi penampilan band indie.
Pesanan minuman dan banana roll-nya selesai, Rena segera membayarnya dan bergegas pergi hendak kembali ke lapaknya. Saat tengah berjalan menembus keramaian, perhatian Rena teralihkan saat dirinya tak sengaja melintas di depan boot Kinara. Saat pergi dan pulang membeli minuman, gadis itu sengaja mengambil jalur yang berbeda.
SPG dengan sigap menawarinya promo dan langsung menyodorkan padanya brosur berisikan produk-produk Kinara yang disertai bahan aktif maupun kelebihannya. Rena menerimanya dan tertunduk membacanya.
"Gimana dek? Mau masuk konsultasi nggak di dalam?" tawar SPG sambil menunjuk ke dalam boot yang tampak ramai oleh siswi perempuan.
"Saya pakai produk ini kok di rumah. Dan cocok, kebetulan kakak saya kerja di perusahaannya dan setiap akhir bulan pasti bawain saya sampel produk gratis," Rena tersenyum. Lagi pula, dirinya tidak berminat untuk membeli, karena skincare Kinara masih banyak di kamarnya. Ia menyempatkan mampir karena itu mengingatkannya pada Tuan Baskara selaku pimpinan perusahaan yang menaungi brand Kinara. Berharap saat mampir ke boot mungkin dirinya bisa bertemu sosok Tuan Baskara, namun tidak ada. Rasanya mustahil bagi Tuan Baskara mengunjungi boot Kinara saat ini karena acara bazaar ini hanyalah kegiatan kecil, dan sponsor utama pastilah dari Mahendra Jaya Abadi, karena hanya boot Kinara yang besar di sini.
"Dek, serius nggak mau beli buat nyetok? Kita lagi ada harga promo diskon 20 persen setiap pembelian paket bundle apa saja gratis aksesoris manik bagi lima puluhan pembeli pertama hari ini, dan ini sisa 40an pcs kak aksesorisnya," SPG itu kembali menawarkan sambil menunjukkan contoh aksesoris gelang yang terbungkus rapi dalam plastik packaging.
Rena melotot kaget menatap aksesoris itu, jelas-jelas aksesoris itu adalah miliknya, hasil karyanya. Tertera pada label yang bertuliskan Renata Accesories.
"Pimpinan kalian ada di dalam nggak?" Rena bertanya antusias sambil tak lepas menatap antusias ke dalam boot yang masih tampak sesak.
"Siapa maksudnya dek?"
"Pak Baskara," jawab Rena tidak sabaran.
"Oh, tadi sih ada mampir. Tapi sudah pergi," jelas si SPG.
Rena tampak kecewa kemudian bergegas pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments