Baskara mengeluarkan kartu namanya dari saku jas yang dikenakannya. Ia lalu menyodorkan kartu namanya itu pada Rena yang masih diam menatapnya.
"Kenalkan, saya Baskara Aditya, Presdir Mahendra Jaya Abadi," ucapnya sambil menyodorkan kartu namanya.
Rena menerimanya dengan canggung, dan membaca kartu nama itu. Baskara Aditya Mahendra. Ia akan selalu ingat nama itu.
"Oke, kamu …,"
"Rena," jawab gadis itu. "Renata Amelia," menyebutkan nama lengkapnya juga.
"Jadi Rena, saya merasa tidak nyaman saja melihat kamu mati-matian menolak ingin dibawa pergi oleh mereka. Saya hanya bisa bantu kamu segini, kalau soal rumah dan barang-barangnya itu tetap harus disita sebagai alat bukti sekaligus untuk menutupi kerugian akibat tindakan korupsi yang dilakukan oleh kakakmu,"
Rena mengangguk pasrah.
"Kamu bisa ikut dengan saya," ujar Baskara.
Rena menatap tak yakin.
"Saya sudah janji pada petugas-petugas tadi, akan menjadi wali kamu. Jadi, saya menawarkan kamu untuk tinggal di rumah saya selama rumah kamu di sita dan kakakmu masih dipenjara,"
Rena hanya diam, berpikir.
"Kamu masih dibawah umur, Rena. Negara memang punya hak untuk mengasuh dan menampung kamu lewat Dinas Sosial, dan saya menawarkan kamu tinggal di kediaman saya kalau kamu sungguh tidak mau menginjakkan kakimu di Dinas Sosial,"
Rena pikir ia memang tidak punya pilihan selain menerima tawaran untuk tinggal di rumah Baskara, bosnya Alvin. Rena pikir jika Baskara adalah orang yang sangat baik dan juga peduli padanya. kemarin saat bertemu dengannya, Baskara begitu penuh amarah ketika melihat kakaknya dibawa pergi hendak diamankan oleh kepolisian, dan kini lelaki itu menatapnya penuh rasa simpati dan belas kasih. Walau Rena merasa tidak suka dikasihani, tapi ia tidak punya pilihan untuk bertahan hidup selain dari belas kasihan seorang Baskara Aditya.
"Terima kasih tuan, sudah bersedia menampung saya," Rena memberi hormatnya.
"Saya tunggu kamu di sini, silakan kemasi beberapa barang yang hendak kamu bawa pergi dari sini," ujar Baskara.
Rena mengangguk pelan, lalu pamit masuk ke dalam rumahnya menembus tim kepolisian yang sedang menggeledah seisi rumahnya. Rena hanya mengambil ranselnya dan mengisinya dengan buku tulis dan buku pelajaran miliknya. Tak lupa ia juga mengambil foto keluarganya.
Gadis itu berjalan keluar dari rumahnya sambil menyampirkan ranselnya di pundak, kemudian mengambil karet gelang di salah satu pergelangan tangannya dan mengikat tinggi-tinggi rambut panjangnya yang terurai.
Baskara tak lepas menatap gadis remaja yang kembali mengingatkannya pada sosok Kinan di masa lalunya itu.
Rena mengambil kopernya yang tadi sempat dibawakan keluar oleh salah satu petugas Dinsos. Ia pun melangkah sambil menyeret kopernya.
"Saya sudah selesai tuan," ucap Rena begitu tiba di depan Baskara yang setia menunggunya sejak tadi.
Baskara mengangguk pelan lalu melangkah menuntun Rena menuju ke mobil mewahnya. Sebelum naik, Pak Hasan menyambut mereka lalu membukakan pintu depan mobil untuk Rena. Sementara Baskara duduk di jok belakang sendirian.
Rena sangat takjub menaiki mobil mewah Rolls Royce itu. Rena bertanya-tanya dalam benaknya, mimpi apa dirinya semalam sampai bisa naik mobil semewah itu.
"Pak Hasan, kita kembali ke rumah ya," pesan Baskara sebelum mobil melaju pergi.
Rena pun kembali dibuat terkagum-kagum melihat penampakan rumah milik Baskara yang megah dan mewah.
Ketiganya lalu turun dari mobil. Pak Hasan membantu menurunkan dan membawakan koper milik Rena. Sementara Rena menyusul Baskara di belakang, memasuki ruang tamu rumah yang luas dan dipenuhi dengan furniture yang mewah.
"Silakan duduk, Rena,"
Rena mengangguk dan duduk canggung di atas sofa, berhadapan langsung dengan si empunya rumah. Pak Hasan pun datang menyusul sambil membawakan koper milik gadis itu. Tak lupa Rena mengucapkan terima kasih pada Pak Hasan yang mengingatkannya pada sosok almarhum ayahnya walau ia tahu jika usia Pak Hasan jauh lebih mudah dari usia sang ayah.
"Kenalkan Rena, ini Pak Hasan, sopir di rumah ini,"
Rena mengangguk kepada Pak Hasan, ia bangkit menghampiri Pak Hasan yang berdiri, meraih tangan kanannya dan menciumnya. Pak Hasan agak kaget, tapi juga takjub dengan adab dan sopan santun gadis muda di depannya ini.
"Jadi Pak Hasan, mulai hari ini Rena akan saya beri izin untuk tinggal di sini,"
Pak Hasan sebenarnya cukup senang dengan keputusan majikannya untuk menampung Rena sementara waktu di kediamannya. Sejak kemarin ia juga bersimpati pada gadis itu karena dirinya juga punya anak gadis yang masih SMA seperti Rena. Tapi ia juga merasa aneh dengan keputusan Tuan Baskara yang tiba-tiba saja mau menampung dan menjadi wali bagi gadis yatim piatu seperti Rena. Soalnya mereka belum mengenal baik seperti apa Rena, bisa saja apa yang terlihat dari luar justru berbeda dari dalam. Tapi Pak Hasan yakin, jika Rena adalah sosok anak gadis yang baik dan tidak neko-neko.
"Iya tuan,"
Bu Lasmi, istri Pak Hasan dan juga pembantu yang bekerja di rumah Baskara, turut bergabung di ruang tamu begitu mengetahui jika majikannya yang tadi sudah berangkat kerja kini kembali lagi ke rumah.
"Dan kenalkan, ini Bu Lasmi, istrinya Pak Hasan," ucap Baskara ketika Bu Lasmi baru tiba.
Bu Lasmi menoleh ke arah Rena, gadis muda itu tersenyum padanya, lalu menghampirinya dan menciumi tangan wanita itu yang juga mengingatkannya pada sosok almarhumah ibunya.
"Bu Lasmi, Rena akan tinggal di sini. Tolong siapkan kamar tamu untuknya," pesan Baskara.
"Siap tuan," Bu Lasmi mengangguk.
"Rena, kalau kamu butuh apa-apa, jangan sungkan minta tolong sama Bu Lasmi, ya," ucap Bu Lasmi yang balas tersenyum, ia sama seperti sang suami, melihat Rena mengingatkan mereka akan sang anak yang bersekolah di kampung yang juga masih SMA seperti Rena.
"Saya berangkat dulu ke kantor," Baskara lalu pamit.
Sebelum melangkah pergi dengan Pak Hasan, Rena segera menghampiri Baskara, meraih tangan kanannya dan menciumnya. Baskara dibuat kaget dengan tindakan gadis itu, ia seketika menarik tangannya.
"Ma-maaf," ucap Rena, begitu melihat Baskara yang tampak tak nyaman dengan tindakannya tadi.
"Kamu tidak perlu melakukan itu," ucap Baskara dengan sorot datar lalu segera pergi dan disusul oleh Pak Hasan.
"Tadi itu salah ya Bu?" tanya Rena yang menatap Bu Lasmi, seolah mencari dukungan bahwa tindakannya tadi tidaklah salah, itu adalah bentuk penghormatannya kepada yang lebih tua. Seperti tadi ia menghormati Pak Hasan dan juga istrinya yang mengingatkannya pada sosok kedua orangtuanya yang telah berpulang.
Bu Lasmi tersenyum sekilas, "Tuan Bas itu aslinya orangnya santai kok, ya dari luar aja kelihatan datar. Mungkin dia tersinggung kamu cium tangannya begitu, kamu anggap dia mungkin setua saya dan suami saya,"
"Nggak gitu juga saya mikirnya bu," Rena masih menyesali respon Baskara tadi.
"Nggak usah dipikirin! Ayo ikut ibu ke kamar kamu,"
Rena mengikuti Bu Lasmi sambil membawa koper dan ranselnya. Bu Lasmi membawanya ke sebuah kamar tamu di lantai satu, yang pintunya berhadapan langsung dengan tangga yang menuju ke lantai dua.
"Ini adalah kamar kamu,"
Rena menatap kamar tamu yang luas itu, sangat berbeda dengan kamarnya di rumah yang ukurannya lebih kecil.
"Itu ada lemari, kamu bisa simpan baju-baju kamu di sana,"
"Terima kasih ya Bu,"
"Kalau saya boleh tahu, bagaimana kamu bisa mengenal Tuan Bas?" Tanya Bu Lasmi kali ini penasaran.
"Ceritanya rumit Bu. Kakak saya kerja di perusahaannya Tuan Baskara, tapi kemudian tersandung kasus korupsi. Kakak saya kemudian ditangkap dan dipenjara, rumah dan harta benda kami pun harus di sita. Saya tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran Tuan Bas untuk tinggal di sini karena saya juga tidak mau ikut dengan petugas dari Dinas Sosial,"
"Rupanya begitu. Orang tua sudah nggak ada?" Bu Lasmi menatap prihatin.
Rena mengangguk pelan.
"Bu Lasmi yakin, kamu pasti tumbuh jadi gadis yang kuat,"
Rena balas tersenyum. Keputusannya tidaklah salah untuk menerima tawaran Tuan Baskara untuk tinggal sementara waktu di rumahnya. Bu Lasmi bersikap begitu hangat dan sangat baik kepadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments