Setelah peristiwa penangkapan Alvin oleh pihak kepolisian, pagi itu Rena tidak ke sekolah. Wali kelas dan juga beberapa teman-temannya menghubunginya, menanyakan keberadaannya. Rena hanya bilang kalau ia sedang kurang enak badan jadi tidak ke sekolah.
Rena masih begitu syok. Sekarang ia kepikiran, kalau Alvin di penjara, maka mulai hari ini ia akan hidup sebatang kara tanpa orang tua, juga tanpa saudara. Rena kembali menangis sambil menatap foto kedua orang tuanya yang tertata rapi di nakas ruang tamu.
"Ayah, ibu, Rena harus gimana sekarang? Rena sungguh tidak menyangka kalau Bang Alvin korupsi, Rena tahu bang Alvin itu baik, Rena ingin membantah, tapi memang benar terbukti kalau Bang Alvin itu korupsi di perusahaan. Apa mungkin Bang Alvin difitnah?"
"Rena! Rena!' teriak seseorang dari luar.
Rena meletakkan kembali foto orang tuanya. Ia bergegas keluar dan melihat Tamara, tunangan Alvin sedang melangkah tergesa-gesa menghampirinya yang tengah berdiri di ambang pintu rumah.
"Kak Tamara," Rena menghapus air matanya, "aku baru mau menelponmu kak,"
"Alvin sudah menelponku dari kantor polisi," jawab Tamara, ia tidak kelihatan khawatir apalagi bertanya kepada Rena kenapa bisa tunangannya itu ditangkap.
Tanpa dipersilahkan, Tamara segera masuk ke dalam rumah. Rena mengekornya di belakangnya, "kak sekarang kita harus bagaimana? Kita harus mencari pengacara untuk membela kakakku, bisa saja bang Alvin difitnah telah melakukan korupsi dan pencucian uang," pikir Rena, ia masih berharap jika Alvin tidak benar-benar bersalah.
Tamara tidak peduli, ia kini memasuki kamar Alvin dan mulai mencari-cari sesuatu di dalam kamar itu.
"Kak Tamara dengar aku nggak sih?"
Tamara yang sedang membuka laci meja, seketika berhenti lalu menoleh ke arah Rena yang berdiri di belakangnya, barusan gadis remaja itu setengah berteriak kepadanya.
"Kita tidak bisa membela kakakmu Rena, dia benar-benar terbukti melakukan korupsi," Tamara menatap kesal.
Rena serasa tak bisa menerima fakta itu, "oke kalau memang Bang Alvin korupsi, tapi pasti ada alasannya kan? Aku kenal Bang Alvin kak, aku ini adiknya. Orang tua kami selalu mengajarkan kami untuk bersikap jujur walaupun kami miskin,"
Tamara menghentikan lagi aktivitasnya mengacak-acak isi laci meja tulis di kamar Alvin. Ia kini berdiri menghadap gadis remaja itu. Rena menyadari tatapan Tamara kini berbeda, wanita itu yang sebelum-sebelumnya begitu ramah dan penuh senyuman kini tampak menatap dengan perasaan jijik dan penuh penyesalan.
"Iya, ada alasannya kenapa Alvin melakukan korupsi. Kamu lihat rumah ini? Kapan rumah ini direnovasi menjadi lebih bagus? Saat Alvin kerja di perusahaan kan? Uang dari mana? Dari gajinya sebagai staf keuangan di perusahaan itu. Lalu kamu lihat dia juga punya satu unit mobil Innova keluaran terbaru, belinya cash, bukan kredit. Uang dari mana? Gajinya selama bekerja di perusahaan itu. Bukan hanya rumah ini, tapi semua perabotan dan barang-barang di rumah kalian juga Alvin yang membelinya dengan uang hasil kerjanya di perusahaan itu. Coba kamu pikir lagi Rena sayang, kakakmu itu hanya staf biasa, hanya staf," Tamara menekankan sambil melipat kedua tangannya depan dada, tampak begitu angkuh. "Apa mungkin bagimu seorang staf biasa seperti kakakmu itu bisa membeli semua ini dengan gajinya padahal dia baru sekitar dua tahunan bekerja di perusahaan?"
Rena diam mencerna. Yang dikatakan Tamara adalah benar, sejak kakaknya bekerja di perusahaan, mereka yang semula hidup sederhana dan kadang juga kekurangan tiba-tiba mereka hidup serba berkecukupan, mampu renovasi rumah, membeli mobil, mengganti perabotan yang usang maupun rusak dengan yang baru, bahkan mampu membayar biaya pengobatan almarhum ayah mereka ketika dirawat di rumah sakit.
Tamara menghembus nafas dengan kesal, melihat Rena yang diam seperti orang yang bodoh.
"Walau bersalah, tetap boleh dibela sama pengacara kan?" Tanya Rena.
"Sudahlah Rena, tidak perlu sewa pengacara segala. Uang dari mana," Tamara benar-benar tidak mau peduli.
"Aku ada tabungan kok, itu bisa dipakai. Kak Tamara juga harusnya begitu, kalian ini sudah bertunangan sebentar lagi juga akan menikah,"
"Kamu pikir sewa pengacara itu, murah apa? Tidak usahlah, aku tidak mau buang-buang uang untuk itu,"
"Kak, Bang Alvin itu tunanganmu. Apa rasa cintamu sudah hilang setelah kakakku mengalami musibah ini?"
"Apa aku harus bertahan dengan seorang koruptor? Orang tuaku juga pasti akan menyuruh aku untuk pisah dengannya,"
"Aku mengerti kak Tamara pasti kecewa karena Bang Alvin korupsi, tapi setidaknya tolonglah bersimpati sedikit, kamu seperti tidak mengenalnya saja. Pasti ada alasan dia melakukan ini, bisa jadi juga dia difitnah,"
"Sudahlah Rena, kamu terima kenyataan saja, kakakmu itu sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan perusahaannya," Tamara kembali sibuk menggeledah isi kamar Alvin. Ia kini berpindah ke lemari pakaian.
"Kak Tamara cari apa sih?"
Tamara tak menggubris. Tak lama kemudian, perempuan itu memegang sebuah kotak bludru berwarna merah dan membukanya, tampak satu set perhiasan emas di dalamnya.
"Aku mengambil milikku. Ini dari kakakmu, dan dia memintaku mengambil barang ini di rumah kalian, dia bilang kalau perhiasan ini dia beli dengan uang tabungannya, bukan menggunakan uang hasil korupsi," jelas Tamara kepada Rena, melihat gadis itu menatapnya curiga dan juga tampak risih dengan tindakannya.
"Kak di saat begini kamu hanya memikirkan harta? Itu bisa dipakai untuk menyewa pengacara kak, walaupun dia bersalah aku ingin hukuman kakakku mendapatkan keringanan lewat bantuan pengacara,"
"Rena, kamu pasti pernah diajarin sama ayahmu untuk tidak membela orang yang terbukti bersalah kan?" Tamara menatap penuh kemenangan, ia lalu melangkah sambil memasukkan kotak set perhiasan itu ke dalam tas brandednya yang mahal lalu melangkah melewati Rena, hendak keluar dari kamar itu.
Begitu sampai di ambang pintu kamar Alvin, Tamara berhenti dan menoleh ke arah Rena yang tertunduk lesu menahan linangan air matanya. Sejahat-jahatnya dirinya, ia masih punya sedikit hati nurani melihat gadis remaja itu tampak sedih dan putus asa. Tamara melangkah mendekat, ia mengeluarkan dompetnya dan menyelipkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan ke dalam kepalan tangan gadis itu.
Rena mendongak dan ingin menghujat untuk apa memberinya uang segala, apa ia sungguh sangat menyedihkan?
"Kamu tidak perlu menolak, ini bantuan dari aku," ucap Tamara lebih lunak, walau raut mukanya masih tampak arogan. "Sebenarnya, Alvin memintaku menjagamu, membawamu tinggal di apartemenku, tapi maaf ya aku tidak bisa. Aku sibuk dengan pekerjaanku, tidak ada waktu bagiku untuk merawatmu. Kamu baik-baik ya di sini, kalau butuh apa-apa kamu bisa hubungi aku, selama aku tidak sibuk, aku akan berusaha membantumu," pesannya, walaupun sebenarnya ia tidak janji bisa seperti itu. Tamara hanya berkata saja, supaya gadis itu merasa tenang akan ditinggal sendirian di rumahnya.
Rena hanya diam mematung, kedua mata beningnya kembali berkaca. Tamara melihat lagi tangisan gadis itu.
"Kenapa kamu tidak coba untuk mencari keberadaan orang tua kandungmu?"
Rena menghapus air matanya ketika Tamara berkata demikian.
"Aku bukan bermaksud jahat padamu. Kalau sudah begini siapa yang akan peduli padamu? Ayahmu sudah meninggal, Alvin mendekam di penjara, ke mana lagi kamu akan pergi kalau bukan kepada keluarga kandungmu? Lagipula bukan tanggung jawab Alvin untuk terus menjagamu, kalian tidak ada hubungan darah sama sekali. Carilah keluargamu, supaya kamu tidak kesepian dan Alvin tidak akan terus kepikiran bagaimana nasibmu saat dia dipenjara,"
Rena tidak menanggapi. Dirinya masih diam. Tamara segera berlalu pergi, meninggalkan Rena sendirian di rumah itu. Padahal tadi saat ditelpon, Alvin memohon-mohon padanya agar mau membawa serta adiknya tinggal menumpang di apartemennya. Tapi Tamara tidak bisa, Rena hanya akan jadi beban, ia juga berpikir jika Rena itu bukan adik kandungnya Alvin, sama sekali bukan urusannya untuk peduli dengan nasib gadis itu.
"Keluarga kandung katamu? keluarga kandungku sudah membuangku, kau memintaku untuk mencari mereka. Hanya di sini aku dianggap ada, hanya di sini keluargaku yang sebenarnya, meski kini aku harus kembali menjadi sendirian," Rena terisak sepanjang hari itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments