Setelah ditinggalkan oleh Bu Lasmi sendirian di kamar barunya, Rena segera menata baju-bajunya dari dalam koper ke dalam lemari. Rena merasa senang, rasanya seperti mendapat rumah baru, mungkin juga karena ia diberi kamar yang cukup luas sekarang. Baru setengah jalan gadis remaja itu asyik menata baju-bajunya tiba-tiba ia bertanya-tanya mengapa ia harus berada di rumah mewah sang Presdir, orang yang telah dirugikan oleh tindakan sang kakak yang telah mencuri uang perusahaan. Yang pasti karena rasa belas kasihan, walaupun dirinya adik dari seorang kakak yang koruptor tapi sosok Tuan Baskara memiliki hati yang mulia dan penuh belas kasih. Bisa juga tadi karena ia benar-benar tidak mau dibawa pergi oleh orang-orang dari Dinas Sosial hingga saat Tuan Baskara datang, ia tampak seperti sosok pahlawan baginya, sosok yang juga seperti rumah singgah yang siap menampungnya kapan saja, memberinya perlindungan.
Rena berjanji, selama tinggal di sini ia akan tahu diri, tidak melewati batasnya sebagai seorang tamu, seorang penumpang, sebab tidak selamanya ia akan habiskan hari-harinya di rumah ini hingga sang kakak akan bebas dari penjara, mungkin enam atau delapan tahun lagi. Saat sang kakak telah bebas, mereka bisa memulai kehidupan yang baru lagi sebagai saudara walau tak sedarah, saling bahu-membahu untuk bisa hidup meski tanpa sosok orang tua.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Bu Lasmi muncul lagi dan tersenyum ke arahnya.
"Sudah selesai, nduk?"
"Baru saja Bu," jawab Rena lalu menutup pintu lemari dan menggeser kopernya ke sisi lemari.
"Ayo makan siang dulu, kamu pasti belum makan kan?"
Rena tampak sungkan dengan segala kebaikan dan keramahan Bu Lasmi padanya. Rena tahu jika dirinya ini bukanlah orang yang sudah lama dikenal oleh seluruh penghuni di sini, apalagi oleh Tuan Baskara.
"Kenapa? Tidak usah malu-malu. Ibu tidak bisa bilang anggap seperti rumah sendiri, soalnya ini bukan rumah ibu. Tapi kamu boleh anggap Bu Lasmi seperti ibu kamu sendiri,"
"Makasih Bu Lasmi," Rena mengangguk senang, walau tampak samar.
"Ayo makan siang dulu, ibu sudah siapin loh di ruang makan," ajak Bu Lasmi kedua kalinya. "Atau mau makanannya saya bawain ke sini?"
"Eh, jangan Bu! Saya mau ganti baju dulu, nanti menyusul ke ruang makan,"
"Ya sudah, ibu tunggu di luar ya. Kalau ibu duluan ke ruang makan, nanti kamu nyasar lagi, kan belum tahu ruang makannya di sebelah mana," Bu Lasmi beranjak keluar dan menutup pintu kamar.
Rena bergerak cepat mengganti piyamanya dengan baju hariannya.
Rena menikmati setiap menu makan siang yang disajikan oleh Bu Lasmi di meja makan. Gadis itu tetap merasa canggung makan berdua dengan Bu Lasmi di meja makan yang sangat besar.
"Kenapa nduk, kamu mau tanya sesuatu?" Tanya Bu Lasmi saat melihat Rena yang sesekali menatap nanar di sekeliling ruang makan.
"Aneh aja Bu, rumah seluas ini tapi penghuninya sedikit," Rena sedikit tersenyum agar tidak menyinggung.
"Kamu memang benar, di rumah ini hanya ada ibu sama suami dan juga Tuan Baskara pastinya,"
Rena memikirkan sang tuan rumah, dari penampilannya ia tampak sangat dewasa, seharusnya di umur segitu ia sudah memiliki sebuah keluarga kecil, setidaknya seorang istri dan seorang anak, tapi.... Rena begitu penasaran tapi ia tak bisa bertanya lebih jauh. Bahkan sejak menginjakkan kaki pertama kali masuk ke rumah ini, Rena tak melihat satu pun foto keluarga. Rumah ini begitu luas tapi terasa kosong dan hampa mungkin juga penyebabnya karena penghuni di rumah ini hanya ada tiga orang saja, dan mulai hari ini menjadi empat ditambah dengan kehadirannya sebagai orang yang menumpang.
"Kalau saat-saat begini, rumah memang sangat sepi, karena suami saya dan Tuan Baskara berangkat ke kantor, dan biasanya pulang jelang tengah malam. Tuan Baskara kadang-kadang saja makan malam di rumah ini, biasa sepulang bekerja ia langsung istirahat tidur, besok pagi lanjut berangkat kerja lagi. Kalau istilah zaman sekarang, Tuan Baskara itu orangnya workaholic," jelas Bu Lasmi panjang lebar.
Rena mendengarkan dengan seksama. "Tuan Baskara juga sangat baik Bu," Rena menambahkan, jujur kebaikannya membuat Rena kagum pada sosok Tuan Baskara.
"Itu sudah pasti," Bu Lasmi mengangguk setuju. "Mungkin sejak pertama kali datang kamu bertanya-tanya kenapa Tuan Baskara hidup sendirian di rumah sebesar ini hanya ditemani oleh pembantu yaitu saya dan juga suami saya. Tuan Baskara itu aslinya sudah menikah,"
Rena semakin penasaran, pertanyaan selanjutnya adalah di mana istrinya? Apa sudah bercerai? Atau .... Mati?
"Tapi istrinya meninggal dalam kecelakaan enam tahun yang lalu," Bu Lasmi tampak sedih dan kedua matanya mulai berkaca-kaca.
"Maafkan saya Bu," Rena menatap sedih pula, karena membuat sosok pembantu di rumah itu seolah sedang membuka luka lama majikannya yang membuat sang majikan tak pernah bisa beranjak dari trauma dan masa lalunya.
"Tidak apa-apa, ibu tahu kamu penasaran nduk. Dan rasa penasaran yang tidak dipenuhi itu rasanya tidak enak. Kamu dibawa ke sini oleh Tuan Baskara, dan ya kamu berhak tahu beberapa hal tentang Tuan Baskara," Bu Lasmi menatap dalam kedua mata bening Rena. Seketika air matanya luruh.
Rena menjadi bingung kenapa Bu Lasmi semakin tersedu saat menatapnya.
"Sudah, sudah! Makannya dilanjut ya, ibu jadi terbawa emosi,"
Rena mengangguk patuh. Sejujurnya ia begitu penasaran bagaimana masa lalu Tuan Baskara, tapi ia tidak akan lancang bertanya lebih banyak lagi. Sebab dirinya belum cukup sehari menumpang di rumah itu.
Setelah makan, Rena kembali ke kamarnya hendak istirahat. Belum semenit ia duduk di atas tempat tidur, ponselnya tiba-tiba berdering. Rena segera meraihnya di atas nakas, lalu menjawab telpon dari Valia teman sebangkunya di sekolah.
"Halo Val,"
"Ren, lo di mana sekarang?" suara Valia terdengar panik di ujung telpon.
"Gue baik-baik aja Val, nggak usah panik gitu," Rena berusaha menenangkan kawannya itu.
"Gimana nggak panik, lo katanya lagi sakit, dua hari nggak masuk sekolah, gue datang ke rumah buat jengukin ternyata rumah lo disita, dan sekarang lo di mana? Kata tetangga Lo dibawah pergi sama orang bermobil,"
Rena menghela nafasnya sejenak, setelah mendengarkan semua celotehan Valia yang terdengar begitu khawatir.
"Iya, gue emang dibawa pergi. Bukan dibawa pergi sih, gue sendiri yang mau ikut. Gue udah nggak punya rumah, jadi nggak ada pilihan lain selain menumpang di rumah bos kakak gue,"
"Ya ampun Rena, kok lo nggak cerita soal kasus yang menimpa Bang Alvin dan juga keadaan lo sekarang?"
"Sorry Val, gue belum sempat, lagian juga gue masih syok,"
"Kalau gitu, kirimin gue lokasi Lo sekarang, gue mau ke sana jengukin lo!" titah Valia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments