Baskara remaja sedang ada jam pelajaran penjaskes di jam pertama. Materi hari itu adalah permainan bola basket, setelah sang guru memberikan beberapa materi inti mengenai permainan bola basket, mereka kemudian beralih ke lapangan luas hendak mengambil nilai para siswa per satu dalam praktek mendribble dan memasukkan bola.
Saat tiba giliran Baskara, ia langsung jadi pusat perhatian, sebab ia baru semingguan ini menjadi murid baru di sekolahnya. Baskara seolah sedang tebar pesona, cewek-cewek teman sekelasnya, diam terpaku menatap kepadanya, bahkan dari mereka ada yang terang-terangan merekam dan memotretnya dengan kamera ponsel.
Sang guru olahraga bertepuk tangan senang, bangga melihat Baskara sang siswa baru mampu mendribble dan memasukkan bola dengan teknik yang sempurna.
"Well done, Baskara. Kamu dulu di sekolah yang lama masuk tim basket ya?" tanya Pak Andre, sang guru olahraga.
"Iya pak," jawab Baskara sambil mengelap pelan keringat yang bercucuran di wajahnya.
"Bapak belum tahu aja kalau dia ini kapten tim basket," celetuk Gilang, teman sebangku Baskara.
"Sejak awal kenapa kamu tidak gabung tim basket sekolah, Bas?" Pak Andre menatap kecewa, bakat dan pengalaman Baskara dalam bermain basket, jangan disia-siakan, dirinya bisa menjadi salah satu bibit unggul untuk mengharumkan nama sekolah.
"Nggak pak. Saya mau pensiun, udah kelas dua belas, mau fokus persiapan Ujian Nasional," jelas Baskara. Sebelumnya di sekolahnya yang lama, Baskara sudah sangat aktif dengan tim basket, dan menganggap tim basket sekolahnya seperti bagian dari hidupnya. Selama ini ia hidup sebagai remaja yang baik, tidak nakal ataupun keluyuran karena sehabis belajar di kelas ia hanya sibuk mencurahkan waktu dan tenaganya untuk tim basket sekolah. Baskara merasa bahwa tim basketnya di sekolah yang lama ada tim basket terbaik dengan prestasi dan solidaritas yang tinggi. Sementara di sekolahnya yang baru sekarang, ia takut kecewa jika orang-orang yang bergabung dalam tim adalah orang-orang yang bertolak belakang dengan dirinya.
"Jangan gitulah Bas, kamu sudah jadi bagian dari sekolah ini,"
"Nggak deh pak. Saya cuma mau fokus belajar di tahun terakhir saya di SMA, saya nggak minat ikut ekskul apalagi organisasi," Baskara berlalu pergi.
Pak Andre menatap pasrah, tapi ia berjanji besok lusa akan kembali membujuk anak itu supaya mau bergabung dengan tim basket sekolah binaannya.
"Ayo! Ayo lanjut! Sekarang gilirannya Bella Adelia, mana orangnya?" teriak Pak Andre setelah membaca nama di absennya setelah nama Baskara Aditya Mahendra.
Baskara berjalan hendak menuju ke kantin untuk membeli sebotol air mineral. Suasana koridor sekolah masih tampak lengang, sebab semua siswa sedang belajar di kelas pada jam pertama.
Tiba-tiba beberapa cowok menghadang jalannya. Mereka adalah teman-teman sekelas Baskara di XII IPA 2.
"Minggir, gue mau lewat," Baskara menatap risih, tapi ketiga cowok itu menutup jalannya.
"Eh anak baru, songong banget sih lo. Sok kecakepan, nggak mau gabung tim basket, maunya fokus belajar," salah satu dari mereka mengoceh, meremehkan, ingin memancing amarah seorang Baskara.
"Terserah gue lah," kesal Baskara, tak ingin peduli. "Gue ada masalah apa sama lo?" Baskara menatap tajam.
"Lo nantangin gue?" kesal Derry yang seketika maju, membuat Baskara mundur dan bersandar di tiang koridor. Kiri kanannya diapit oleh kedua teman satu geng Derry, mereka bahkan memegangi dan menahan kedua tangan Baskara.
"Ini apa-apaan sih kalian," kesal Baskara saat kedua tangannya ditahan di balik tiang bagai sedang membekuk seorang tawanan.
"Eh Baskoro, lu dengerin gue ya. Gue nggak suka lu sok kecakepan kayak gitu, tapi gue senang lu nggak mau gabung di tim basket sekolah," Derry kesal, karena teman sekelasnya Bella, yang ia taksir menunjukkan sikap terang-terangan tertarik pada sosok Baskara si anak baru.
"Siapa yang sok kecakepan, lu aja yang sirik sama gue," Baskara justru tertarik mengumpan emosi orang bersumbu pendek seperti Derry, selain itu ia hanya bisa iri pada kehebatan dan kesuksesan orang lain. Tapi dirinya sendiri begitu payah untuk jadi lebih baik.
Derry melototkan kedua matanya, tangan kanannya sudah mengepal dan bersiap untuk melayangkan pukulannya ke wajah Baskara yang tidak gentar sama sekali.
"Derry!" teriak seseorang yang berlari-lari kecil menghampiri. Derry pun urung melakukan pemukulan terhadap Baskara. Bahkan kedua temannya refleks melepaskan tangan Baskara yang sedari tadi mereka pegang dan tahan agar tidak melakukan perlawanan ketika Derry mengumpatnya.
Keempatnya menoleh ke arah seorang gadis remaja, namanya Kinan dari kelas XII IPA 1.
"Lo dipanggil Pak Andre, katanya udah giliran lo buat praktik bola basket," kata Kinan menjelaskan, sebelum Derry balik memarahinya.
Tanpa berkata-kata, ketiganya pun pergi begitu saja, tatapan Derry kepada Baskara seolah menyiratkan sebuah ancaman agar tidak macam-macam padanya dan juga pada Bella.
Kini hanya menyisakan keduanya, Baskara dan Kinan. Kinan menatap ke arah Baskara begitu Derry dan kawan-kawannya pergi.
"Lo nggak apa-apa? Nggak ada yang luka kan?" tanya Kinan menatap cowok itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Baskara terpaku menatap gadis itu, Kinan tampak tulus dan penuh perhatian padanya.
"Nggak apa-apa, hanya sedikit sakit aja di sini," Baskara menggerak-gerakkan pelan pergelangan tangannya. Kinan bisa melihat jelas pergelangan itu tampak memerah karena ditekan kuat.
Kinan tak habis pikir, jika Derry dan kawan-kawannya berani berbuat nekad seperti ini kepada Baskara di lingkungan sekolah, jika saja ia tak sengaja melihat dan tidak segera datang, mungkin wajah ganteng Baskara sudah membiru akibat dipukul.
"Makasih ya sudah nolongin gue," Baskara menatap Kinan dengan raut penuh makna, tapi Kinan tidak merasa.
"Gue kebetulan aja lewat mau ke kantin buat beli minum, trus lihat kalian," Kinan tersenyum sejenak.
"Oh ya? Gue juga mau ke kantin," Baskara balas tersenyum.
"Kebetulan sekali sama," balas Kinan sedikit canggung. Ia cukup tahu jika Baskara adalah siswa baru dan mendadak populer di sekolahnya mengalahkan kepopuleran salah satu teman kelasnya yang selalu juara debat Bahasa Inggris sampai tingkat provinsi.
"Buat beli minum juga," sambung Baskara.
Kinan terkekeh pelan.
"Barengan yuk," ajak Baskara. Kinan mengangguk pelan, lalu mereka berjalan berdampingan menuju kantin.
"Kenalin, gue Baskara," sambil jalan, Baskara mengulurkan tangan kanannya mengajak gadis itu berkenalan, walau sebenarnya ia sudah tahu nama gadis itu karena sudah membaca papan namanya yang terjahit di seragam putihnya. Kinanti Mutiara.
"Kinan," balas gadis itu dan bersalaman beberapa detik dengan Baskara.
"Lo kelas berapa?" tanya Baskara lebih lanjut, kini ia penasaran dengan gadis itu.
"IPA 1," jawab Kinan sambil nanar menatap sekeliling, tiba-tiba saja ia merasa berbeda berjalan berduaan dengan sosok Baskara si anak baru yang populer. Bahkan sebelum Baskara datang sebagai siswa baru, Kinan tak pernah jalan berduaan begini dengan lawan jenis saat di sekolah.
"Gue kok nggak pernah lihat lo sebelumnya ya," Baskara berujar heran.
"Ya kali, kita kan beda kelas,"
"Setidaknya papasan di mana gitu,"
"Kalau mau lihat gue selain di kelas, bisa di UKS,"
"Oh, jadi lo petugas UKS,"
"Gue ketuanya,"
Baskara manggut-manggut pelan.
"Trus sekarang lo ga belajar?" tanya Baskara lebih lanjut, kali ini ia bisa mengakrabkan diri dengan gadis itu. Kinan bahkan tak sungkan untuk menjawab pertanyaan ataupun terbuka soal dirinya.
"Habis ulangan harian, fisika. Tapi udah selesai," jawabnya.
"Keren banget bisa cepat gitu," Baskara menatap takjub, "eh kapan-kapan boleh dong, lo tutor gue buat belajar fisika, gue lemah kalau pelajaran fisika," ungkap Baskara.
Kinan menghentikan langkahnya, dan menatap sejenak pada Baskara. Ia merasa, Baskara bersikap seolah-olah sedang modus padanya. Kemudian menggeleng pelan, "lo bisa aja cari guru privat trus bayar kan," Kinan melangkah duluan masuk ke area kantin.
Baskara mengekornya di belakang. Begitu membuka kulkas dan mengambil minuman, Baskara sudah berdiri di belakangnya. Kinan lalu menyerahkan botol air mineral dingin kepada cowok itu dan kemudian mengambil sebotol air mineral dingin yang lain untuk dirinya sendiri.
Kinan berjalan untuk membayarnya, sekalian dengan punya Baskara.
Kinan duduk di meja dan meneguk pelan air mineralnya. Baskara mengambil posisi di sampingnya.
"Kinan, gue serius, lo nggak usah khawatir, nanti lo gue bayar deh, mau ya jadi tutor sebaya buat gue?" Baskara berusaha membujuknya.
"Gue pikir-pikir dulu ya," Kinan hanya bisa berkata demikian. Baginya Baskara terlalu terang-terangan dan nekad, padahal mereka baru kenal dan baru saling mengobrol.
"Gue butuh yang sebaya Kin, biar belajarnya lebih asyik, daripada guru privat yang ngajar ya apa bedanya sama guru di sekolah," jelas Baskara, ia tak menyerah untuk meyakinkan Kinan agar gadis itu mau menjadi tutor sebayanya untuk mendalami pelajaran fisika.
Jawaban Kinan masih sama, pikir-pikir dulu. Baskara hanya bisa pasrah, ia berjanji besok lusa akan membujuk lagi gadis itu agar mau menjadi tutor sebayanya. Ia lalu membuka tutup botolnya dan meneguk air mineral dinginnya hingga tandas.
Kinan mengamatinya diam-diam.
"Thanks ya udah dibayarin, nanti besok lusa gue lagi yang beliin lo minum," sahut Baskara sambil mengangkat botol air mineralnya yang kosong.
"Pakai nih buat kompres pergelangan tangan lo yang merah," Kinan menjulurkan botol air mineralnya yang baru habis sedikit diminumnya.
Baskara terpaku sejenak, perhatian Kinan barusan membuat hatinya berdesir. Ia lalu menerima botol air mineral itu dengan senang hati.
...****************...
Rena berjalan cepat menuju kelasnya, sebelum warga sekolah bercerita kanan kiri tentang dirinya yang datang ke sekolah menggunakan Rolls-Royce. Itu sangat membanggakan, tapi Rena tahu diri jika ia hanya menumpang.
"Kayaknya besok lusa gue naik ojol aja deh ke sekolah, gue masih ada duit tabungan," gumamnya sambil mempercepat langkahnya.
Dan tiba-tiba tanpa sengaja ia berpapasan dengan seseorang, menabraknya lalu terjatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments