Uang dan Kekuasaan

Sorenya, Rena menyusul Alvin ke kantor polisi. Sungguh gadis itu tak bisa menggambarkan bagaimana sedih hatinya melihat satu-satunya kakak, satu-satunya keluarga dan satu-satunya tempat bersandar yang ia miliki kini mendekam di balik jeruji besi.

Adik-kakak tak sedarah itu kini duduk berhadapan di sebuah meja di tengah-tengah para polisi yang sibuk dengan kerjaan mereka masing-masing. Alvin turut merasa sedih melihat Rena, sang adik yang datang mengunjunginya di kantor polisi yang bahkan belum mengganti sama sekali seragam SMA-nya.

"Dek, abang minta maaf ya. Abang tahu, abang salah, maaf ya dek,"

"Abang mengakui kalau betul-betul melakukan tindakan korupsi seperti yang dituduhkan?"

Alvin mengangguk pelan, ia pun tak mampu membendung air matanya. Rena semakin sedih saat melihat Alvin mengusap air matanya dengan kedua tangannya yang diborgol.

"Kenapa bang Alvin korupsi dana perusahaan? Bukankah selama ini ayah sama ibu mengajari kita untuk hidup sederhana bang? bersyukur banyak tidaknya rezeki kita,"

"Iya dek abang menyesal," Alvin hanya mampu terisak pelan, sementara Rena tak lepas menatap kedua mata Alvin yang benar-benar menunjukkan penyesalan yang mendalam.

"Sebenarnya awalnya abang terdesak biaya pengobatan ayah di rumah sakit. Abang tidak tahu bisa dapat uang di mana untuk membayar biaya operasi ayah, akhirnya abang melakukan korupsi itu untuk bisa melunasi tagihan selama ayah dirawat di rumah sakit,"

"Bang Al sadar tidak, itu uang haram," Rena sungguh menyayangkan. Mungkin saja karena uang haram itu, penyakit ayah mereka tak kunjung sembuh dan berakhir dengan kematian.

"Abang tahu, tapi abang tidak punya pilihan lain dek. Keluarga kita tidak kaya raya, sanak saudara ayah ataupun ibu tidak yang bisa membantu untuk memberi pinjaman,"

Rena menatap kakaknya penuh rasa kasihan. Alvin sungguh memikul beban yang berat sebagai anak sulung dalam keluarganya, ayah mereka jatuh sakit, ia yang harus memutar otak untuk mencari biaya melunasi tagihan rumah sakit. Sementara dirinya tidak bisa membantu banyak, penghasilannya berjualan gantungan ponsel via online dan market place pun hanya cukup untuk meringankan kebutuhan pribadinya saja, seperti jajan, membeli buku ataupun kebutuhan penting lainnya yang menunjang sekolahnya.

"Trus Bang Alvin keterusan melakukannya?"

"Iya, abang berpikir hanya sedikit tidak akan ketahuan kok. Tapi ternyata, sekarang abang sudah tertangkap, abang sudah membuat bos abang Pak Baskara marah besar,"

Rena menghela nafasnya yang berat.

"Abang siap kok menerima hukuman ini. Hanya, abang minta maaf dek ninggalin kamu sendiri sekarang,"

Rena hanya diam dan terisak pelan. Sejujurnya ia memang tidak siap jika harus hidup sendirian. Sejak lahir ia sudah ditinggal oleh orang tua kandungnya sendiri, dan sekarang ia harus hidup sebatang kara.

"Dek, apa Tamara tadi datang ke rumah? Kenapa dia tidak ikut dengan kamu jenguk abang di sini?" Tanya Alvin kemudian.

Rena menghapus lebih dulu air matanya sebelum menjawab, "Bang, tidak usah lagi sebut nama Kak Tamara. Dia tidak akan pernah datang menjengukmu di sini,"

Alvin cukup kaget, "aku tahu aku ini salah dek, tapi apa dia tidak menyadari kalau aku selama ini sudah banyak berkorban buatnya, aku memberinya kemewahan yang dia inginkan," Alvin tampak begitu frustasi dan kecewa.

"Maksud Bang Alvin apakah memberi Kak Tamara barang-barang mewah itu dari uang hasil korupsi?"

Alvin sungguh malu mengakui hal itu. Ia mengangguk pelan menatap adiknya penuh rasa penyesalan.

"Astaghfirullahaladzim, Bang Alvin," Rena betul-betul kecewa.

"Aku mengerti kalau Tamara kecewa, tapi setidaknya dia mengerti aku hanya ingin membahagiakan dia dengan memenuhi apa saja yang dia minta, aku sangat cinta padanya, kamu tahu kan?"

"Bang, uang korupsi itu tidak akan berkah sedikitpun. Bang Alvin lihat, ayah mati pada akhirnya walaupun biaya rumah sakit dan pengobatannya lunas. Dan Kak Tamara akhirnya memilih meninggalkan Bang Alvin setelah tahu kalau Bang Alvin harus mempertanggung jawabkan tindak pidana korupsi ini,"

"Abang sangat menyesal dek, sungguh,"

Rena membuang pandangan, tak ingin menatap Alvin walaupun ia merasa iba dengan penderitaan yang dialaminya.

"Tamara benar-benar brengsek!" kesal Alvin

"Sudahlah bang, lupakan saja Kak Tamara. Setidaknya abang bersyukur lewat musibah ini, abang jadi tahu sifat aslinya dia," ucap Rena yang menyemangati sang kakak agar tidak perlu sedih memikirkan Tamara.

"Tapi Tamara itu satu-satunya harapanku supaya dia mau menemani kamu tinggal bersamanya selama abang dipenjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatan ini,"

"Aku tidak apa-apa kak hidup sendiri, mungkin awalnya terasa berat, tapi pasti akan terbiasa juga," pada akhirnya Rena hanya bisa berkata demikian. Ia harus siap hidup sendiri di rumah mereka.

Alvin benar-benar marah dan kecewa memikirkan Tamara, kedua tangannya yang diborgol sampai mengepal di bawah meja, menahan gejolak amarahnya.

"Jadi dia datang hanya untuk mengambil perhiasan itu?"

Rena hanya mengangguk saja.

"Aku benar-benar bodoh!" Alvin mengumpat ke dirinya sendiri, "perhiasan itu aku beli dengan uang tabungan dari gaji abang, rencananya itu adalah mas kawin buat dia. Semudah itu aku percaya pada wanita j*lang itu, dia bahkan tidak sudi untuk mengajakmu tinggal bersamanya, seandainya saja aku tidak memberitahunya soal perhiasan itu, kamu bisa jual dan gunakan untuk membiayai hidup kamu selama abang dipenjara,"

"Sudahlah bang, harta masih bisa dicari. Biarkan saja, aku yakin perempuan seperti Kak Tamara, pasti akan mendapatkan hukumannya dari yang kuasa. Bang Alvin tidak perlu khawatir, aku masih ada tabungan kok,"

"Dek, kamu ambil buku tabungan abang di rumah ya, nanti kamu jenguk abang lagi dengan membawa surat kuasa, supaya kamu bisa mencairkan tabungan abang di bank. Awalnya sebagai modal nikah abang dengan Tamara, tapi abang akan berikan semuanya buat kamu bertahan hidup sampai abang bebas dari penjara,"

Rena mengangguk. Setidaknya ia bangga dengan sang kakak yang berbesar hati mau mengakui dan mau mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menerima hukuman penjara.

"Sekarang aku sudah tidak marah bang. Aku bangga pada Bang Alvin karena mau mengakui dan menerima hukuman atas perbuatan yang telah Abang lakukan,"

Alvin merasa terharu, "tapi dek, kamu perlu tahu kalau nilai korupsi abang itu tidak sampai menyentuh angka milyaran rupiah,"

"Benarkah bang?" Rena menatap kaget. "Apa abang juga difitnah?"

"Sepertinya begitu. Abang berani bersumpah dek, total korupsi abang itu tidak melebihi dari lima ratus juta. Abang kagetlah waktu penyidik bilang kalau nilai total korupsi abang sampai dua milyar. Gila apa! Asal tahu aja, Tamara pernah membujukku untuk membelikan dia mobil baru, tapi aku menolak, aku tidak mau lagi mencuri uang perusahaan,"

"Astaghfirullah bang. Aku akan berusaha ya bang cari bantuan hukum, aku akan berusaha sewa pengacara untuk abang," Rena berjanji, walaupun ia tidak tahu akan dapat uang dari mana. Ia harap uang tabungan Alvin di rekeningnya cukup untuk menyewa jasa seorang pengacara.

Alvin terdiam. Sebenarnya ia tahu siapa orang yang paling bertanggung jawab atas kerugian keuangan di perusahaan. Alvin memang bersalah, tapi apakah harus ia menanggung semua kesalahan yang tidak diperbuatnya? Namun ia tak bisa gegabah membocorkan kepada kepolisian tentang orang yang juga bersalah dalam kasus korupsi ini. Ia tidak bisa gegabah membuka mulut, sebab ia memikirkan keselamatan Rena di luar sana.

"Tidak perlu sewa pengacara dek," ucap Alvin kemudian.

"Kenapa bang? Abang mau dihukum atas perbuatan yang bukan abang lakukan?"

"Abang benar-benar korupsi dek,"

"Iya, tahu. Tapi abang tadi menyangkal bilang korupsi abang tidak sampai milyaran. Kita harus cari pelaku yang sudah memfitnah abang, aku tidak mau di luar sana dia masih bebas berkeliaran sementara Bang Alvin harus menghabiskan hari-hari di sini, menanggung hukuman yang seharusnya dia juga merasakannya," Rena sungguh tidak ikhlas jika sang kakak memilih sabar dan pasrah saja menjalani hukuman penjara.

Alvin merasa terharu pada sikap tegas adiknya, ia tahu Rena bukanlah adik kandungnya. Makanya dulu di saat masih kecil, di awal-awal ia tidak pernah berlaku baik kepadanya karena berpikir ia tak harus sayang pada adik yang bukanlah saudara kandungnya. Dan kenakalannya kepada Rena semakin menjadi ketika ia menyadari bahwa gadis itu merebut banyak perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Alvin cukup tahu jika orang tuanya sangat mendamba kehadiran seorang anak perempuan, tapi Tuhan hanya mencukupkan dengan kelahiran Alvin saja sebagai anak tunggal.

"Bang Alvin, aku serius," Rena membuyarkan Alvin yang mengenang masa-masa kecilnya dulu bersama Rena.

"Tidak perlu dek. Bukan tanpa alasan Abang melarang kamu, abang hanya ingin melindungi kamu, abang takut kamu kenapa-napa," Alvin menaikkan kedua tangannya yang diborgol, ia lalu meraih tangan Rena dan menggenggamnya. "Rena, kamu janji sama kakak ya, jaga dirimu baik-baik, dan jangan pernah berpikir untuk sewa pengacara membela abang. Abang akan terima berapa tahunpun abang akan dipenjara di sini,"

"Tapi bang, kebenaran harus ditegakkan,"

Alvin tersenyum kecut, "kamu tidak akan pernah bisa menegakkan kebenaran kalau tidak punya uang dan kekuasaan, dek. Yang penting kamu memikirkan bagaimana caranya bertahan hidup selama abang di penjara,"

Rena tak bisa berkata-kata lagi.

"Kamu janji ya, jangan pernah sewa pengacara. Ingat baik-baik, abang tidak akan pernah memaafkan diri abang sendiri kalau kamu sampai celaka, jadi kalau kamu sayang sama abang, janji untuk dengerin kata-kata Abang ya?" Alvin seolah sedang berbicara dengan seorang anak kecil.

Rena pun mengangguk, "janji bang," ia bisa apa. Ia tak punya uang dan juga kekuasaan untuk membela sang kakak, menyeret orang yang paling bertanggung jawab atas kerugian keuangan perusahaan.

"Abang pasti belum makan ya, ini aku bawain makanan," Rena mengalihkan pembicaraan dengan membuka ranselnya dan mengeluarkan kotak bekalnya yang berisi sandwich buatannya. Sandwich itu tadinya ingin ia bawa ke sekolah, tapi seharian ini ia tak bisa ke sekolah.

Alvin menatap terharu, ia lalu memakan sandwich buatan sang adik yang terasa begitu lezat dengan kedua tangannya yang diborgol.

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

cerita awal bagus kakak

2024-01-28

1

lihat semua
Episodes
1 Gadis Bermata Bening
2 Sendirian
3 Uang dan Kekuasaan
4 Simpati
5 Baskara Aditya Mahendra
6 Menumpang
7 Bukan Sugar Daddy
8 Kembali Ke Sekolah
9 Kinanti
10 Revandra
11 Bestie Valia
12 Adik
13 Bazaar SMA Dharma Yaksa
14 Renata Accesories
15 Selisih 17 Tahun
16 Upaya Penculikan
17 Berdua
18 Baik dan Bijak
19 Pesona Revan
20 Cinta dan Kagum
21 Menjenguk Alvin
22 Cerita Sedih Tuan Baskara
23 Tidak Masuk Logika
24 Fitnah Keji
25 Rena vs Thalia
26 Hati Yang Mati
27 Pesona Tuan Baskara
28 Langit dan Bumi
29 Tak Terganti
30 Reinkarnasi
31 Self Improvement
32 Stilletto
33 Dijenguk Revan dan Valia
34 Adu Basket
35 Nikah Muda?
36 Percobaan Pembunuhan Alvin
37 Seluas Samudra
38 Renata Amelia
39 Kesempatan Kedua
40 Kara
41 Mulai Berubah
42 Makam Kinan
43 Pillow Talk
44 Nostalgia
45 Misi
46 Rere Fans Club
47 Tuan & Nyonya Mahendra
48 Kata-kata Ibu
49 Lipstik Merah
50 Aku Mencintaimu, Tuan Baskara
51 Ditolak
52 Mulai Goyah
53 Patah Hati
54 Paramitha
55 Penasaran
56 Lidya
57 Gadis Penebus Hutang
58 Berbagi Suami
59 Istri Kedua
60 Jawaban Do'a
61 Zalina Paramitha
62 Teori
63 Harta Yang Tak Ternilai
64 Aku Bukan Kinan!
65 Firasat
66 Bayangan Kecelakaan
67 Trauma Psikologis
68 Psikoterapi
69 Permintaan Revan
70 Asal Usul
71 Album Foto
72 Diusir
73 Surat Lidya
74 Kenyataan Baru
75 Tak Mau Berharap Lebih
76 Dunia Yang Sempit
77 Belum Yakin
78 Debaran
79 Mati Lampu
80 Hati Yang Hidup Kembali
81 Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta Lagi?
82 Sunset
83 Memulai Segalanya
84 Kenyataan
85 Sandwich
86 Selamat Datang di Rumah
87 Buku Harian Kinan
88 Tujuh Tahun
89 Me-nikah?
90 Keraguan
91 Mengakui Hubungan
92 Rahasia Kinan
93 Filosofi Kemacetan
94 Vonis Alvin
95 Sarah Safirah
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Gadis Bermata Bening
2
Sendirian
3
Uang dan Kekuasaan
4
Simpati
5
Baskara Aditya Mahendra
6
Menumpang
7
Bukan Sugar Daddy
8
Kembali Ke Sekolah
9
Kinanti
10
Revandra
11
Bestie Valia
12
Adik
13
Bazaar SMA Dharma Yaksa
14
Renata Accesories
15
Selisih 17 Tahun
16
Upaya Penculikan
17
Berdua
18
Baik dan Bijak
19
Pesona Revan
20
Cinta dan Kagum
21
Menjenguk Alvin
22
Cerita Sedih Tuan Baskara
23
Tidak Masuk Logika
24
Fitnah Keji
25
Rena vs Thalia
26
Hati Yang Mati
27
Pesona Tuan Baskara
28
Langit dan Bumi
29
Tak Terganti
30
Reinkarnasi
31
Self Improvement
32
Stilletto
33
Dijenguk Revan dan Valia
34
Adu Basket
35
Nikah Muda?
36
Percobaan Pembunuhan Alvin
37
Seluas Samudra
38
Renata Amelia
39
Kesempatan Kedua
40
Kara
41
Mulai Berubah
42
Makam Kinan
43
Pillow Talk
44
Nostalgia
45
Misi
46
Rere Fans Club
47
Tuan & Nyonya Mahendra
48
Kata-kata Ibu
49
Lipstik Merah
50
Aku Mencintaimu, Tuan Baskara
51
Ditolak
52
Mulai Goyah
53
Patah Hati
54
Paramitha
55
Penasaran
56
Lidya
57
Gadis Penebus Hutang
58
Berbagi Suami
59
Istri Kedua
60
Jawaban Do'a
61
Zalina Paramitha
62
Teori
63
Harta Yang Tak Ternilai
64
Aku Bukan Kinan!
65
Firasat
66
Bayangan Kecelakaan
67
Trauma Psikologis
68
Psikoterapi
69
Permintaan Revan
70
Asal Usul
71
Album Foto
72
Diusir
73
Surat Lidya
74
Kenyataan Baru
75
Tak Mau Berharap Lebih
76
Dunia Yang Sempit
77
Belum Yakin
78
Debaran
79
Mati Lampu
80
Hati Yang Hidup Kembali
81
Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta Lagi?
82
Sunset
83
Memulai Segalanya
84
Kenyataan
85
Sandwich
86
Selamat Datang di Rumah
87
Buku Harian Kinan
88
Tujuh Tahun
89
Me-nikah?
90
Keraguan
91
Mengakui Hubungan
92
Rahasia Kinan
93
Filosofi Kemacetan
94
Vonis Alvin
95
Sarah Safirah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!