"Kau yakin akan kembali bekerja hari ini, Flo?"
Flora yang mendapatkan pertanyaan seperti itu segera mengangguk. "Selama mbak Xera belum memecatku, aku masih punya tanggung jawab pada pekerjaanku."
Gadis yang keras kepala itu membuat Jingga menyugar rambutnya dengan kasar, kemudian mendekat dan duduk di atas ranjang memandangi Flora yang tengah berkutat di depan cermin. "Kau bisa izin hari ini, atau mau aku bantu mengatakannya pada Xera? Aku rasa dia bisa mengerti—"
"Ga, sebaiknya rambutku aku urai atau diikat?"
Gadis itu menoleh ke arahnya, dan meminta saran yang tidak masuk akal bagi Jingga. Bisa-bisanya dia meminta saran padanya, sedangkan Jingga tengah menahan rasa kesal yang luar biasa.
"Ikat atau urai tidak akan berpengaruh, kau tetap cantik meski botak sekalipun," ucap Jingga ketus yang seketika membuat Flora memberengut kesal.
"Ih, apaan sih. Kau membuatku kesal, Ga!" sergahnya kemudian kembali mematut dirinya di depan cermin dan berakhir memilih mengurai rambutnya karena satu tangannya yang tidak bisa digerakkan terlalu banyak, saat ia mencoba mengikat rambutnya, tetapi berakhir dia melenguh kesakitan.
Jingga balas mendengkus kasar. "Lagian, aku larang tapi tetap membangkang. Diminta istirahat agar kau bisa pulih kembali, tetapi tetap ngeyel dan keras kepala."
"Aku baik-baik saja, Ga," balas Flora cepat.
"Baik apanya, tangan kamu saja bahkan belum sanggup mengikat rambut sendiri dan itu tandanya kamu masih lemah dan belum pulih."
"Kasihan mbak Xera kalau pemotretan kali ini aku tidak membantunya, dia akan kerepotan."
"Dia punya banyak tim yang siap sedia untuk membantunya, Flo," bantah Jingga dengan nada suara yang meninggi.
Flora menggeleng-gelengkan kepalanya, dan tidak ikut arus meninggikan suara. Dia tetap bersuara dengan nada rendah agar tidak membuat Jingga semakin kesal padanya. "Tetapi ini memang pekerjaanku, Ga."
"Sampai kapan kau akan terus keras kepala seperti ini, Flo? Tidak bisakah kau mendengarku satu kali saja?"
"Karena kau pun tidak mau memahami perasaanku. Aku baik-baik saja, dan aku tidak akan melakukan sesuatu yang berbahaya kalau itu yang kau takutkan."
Lama pria itu menatap Flora dengan tajam, hingga berselang beberapa detik Jingga sontak berdiri dari tempatnya, lalu berseru dengan kasar. "Baiklah, kalau itu mau kamu. Pergi saja, dan lakukan apa pun yang kau suka."
"Jingga …."
"Ini 'kan mau kamu, tidak dikekang, tidak dilarang-larang lagi. Jadi silakan lakukan yang menurut kamu baik."
Flora segera mendekat untuk menyentuh tangan Jingga, namun ditepis dengan cepat oleh pria itu. "Ga, bukan seperti itu—"
"Ah, sudahlah. Aku tidak punya banyak waktu untuk berdebat pagi ini. Sampai bertemu di sana, Flo. Jaga diri baik-baik."
Tanpa menunggu jawaban dari Flora, Jingga sontak meninggalkan apartemen Flora untuk kembali ke unitnya sendiri. Dia sangat kesal pagi ini, sehingga dia cepat menarik diri sebelum melakukan kesalahan yang akan melukai hati gadis keras kepala itu.
Lagian mereka satu tempat pemotretan, jadi dia bisa menjaga gadis tersebut di sana nantinya.
****
"Selamat pagi!" Flora langsung berdiri begitu melihat Xeraina pagi ini yang sudah tampak anggun sama seperti biasanya.
Xeraina yang baru saja membuka pintu ruang make up-nya segera menoleh mencari sumber suara tersebut. Tatapan matanya segera tampak tertegun saat mendapati Flora tengah tersenyum lebar ke arahnya, lengkap dengan gestur tubuh yang terlihat baik-baik saja. Gadis itu pagi ini mengenakan kemeja lengan panjang, dengan rok rumbai sebatas mata kaki, warnanya cukup terang yang membuat Xeraina seketika menyipitkan matanya karena silau akan style gadis itu yang terlihat sangat norak—terkesan kampungan. Tetapi bukankah style Flora memang seperti itu, sangat lemah memadu padankan pakaian yang dikenakannya.
Di sela Xeraina memandangi tubuh Flora dari bawah sampai atas, matanya seketika tertuju pada telapak tangan gadis itu yang tertutup oleh kain kasa. Melihat hal itu, dia seketika teringat kejadian kemarin, gadis yang kemarin begitu histeris entah apa alasannya, kini seratus persen berbeda. Dia terlihat seperti orang asing, dan berkepribadian ganda. Aneh.
Flora yang menyadari tatapan mata Xeraina yang terus berfokus pada tangannya segera menariknya dan menyembunyikannya ke belakang, ia merasa jengah mendapati tatapan yang sulit di artikan oleh Flora.
"Sudah siap untuk berangkat pemotretan, Mbak?"
Xeraina menatap Flora dengan tatapan menyipit. "Sedang apa kau di sini?"
Tanpa menghilangkan senyum lebarnya, Flora kembali membuka suara, "Tentu saja bekerja, Mbak Xera, apa lagi?"
"Kau sudah dipec—"
Tiba-tiba ingatan tentang Nathan yang mengancamnya berkelebat di dalam kepalanya. Bukankah Nathan memintanya untuk tidak memecat Flora dan terus menjadikannya sebagai asistennya entah apa yang diinginkan oleh pria itu. Bahkan Nathan melayangkan ancaman kalau dia kembali memecat Flora, Nathan tidak akan lagi mencarikan asisten baru untuknya, dan baginya dia yang super sibuk, sukar menemukan asisten sendiri tanpa bantuan Nathan. Terlebih lagi citranya yang sudah terlanjur buruk di kalangan orang-orang sebagai artis pada asistennya, membuat beberapa orang memilih tidak ingin berurusan dengannya.
Dengan berat hati, Xeraina kembali menerima Flora yang tebal muka itu sebagai asistennya. Entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu, padahal ia melihatnya langsung tidur dengan Jingga, tetapi Flora masih saja mau berurusan dengannya. Kalau wanita yang lainnya, seharusnya Xeraina sudah didamprat, atau dilayangkan umpatan-umpatan kejam karena telah berani-beraninya tidur dengan kekasih orang. Tetapi Flora ini sangat berbeda, dia bahkan tidak mengatakan apa pun dan tetap memilih bekerja dengan Xeraina. Di sini Flora atau Xeraina yang sudah kehilangan harga diri? Aneh. Tetapi bukankah sejak pertemuan pertama mereka Flora itu memang sangat aneh, bukan?
"Apa, Mbak?" tanya Flora yang sepertinya mendengar sepenggalan kalimatnya yang terpotong.
Xeraina menggeleng dan membiarkan beberapa orang mulai menyempurnakan dandanannya untuk mendatangi hotel tempatnya melakukan pemotretan di kolam renang.
"Bukan apa-apa. Kau tunggu di situ, biar kita berangkat bersama," ucap Xeraina singkat.
Mendengar perkataan Xeraina, membuat senyum Flora kembali merekah. Dari kalimatnya menyiratkan bahwa itu tandanya dia belum dipecat dan dia masih bisa bekerja dengan wanita tersebut. Hal itu yang membuatnya bahagia dan terus tersenyum.
Hingga kemudian, senyum Flora langsung pudar sesaat pintu ruangan itu terbuka dan Nathan muncul di sana. Flora segera membuang pandangan saat tatapan mata mereka bertemu. Sungguh, masih ada perasaan takut dan malu secara bersamaan.
"Xera, kau sudah mau berangkat?"
Xeraina menoleh sekilas, kemudian mengangguk.
"Aku tidak bisa berangkat bareng bersamamu, tetapi sebentar aku akan menyusul," ucapnya kembali.
"Iya, tidak apa-apa. Ada Flora yang akan menemaniku."
Nathan menoleh sekilas ke arah Flora dan menemukan gadis itu menunduk dan hanya memainkan jari-jemarinya dan terlihat tampak gugup.
"Baiklah, Xera."
Perhatiannya terus tertuju ke arah Flora, gadis itu benar-benar membuatnya muak entah karena alasan apa. Mungkin karena ia tidak suka diacuhkan dan sejak pertemuan pertama mereka, gadis itu memang terlalu sering mengacuhkannya. Sialan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments