Suasana dalam mobil itu begitu canggung, sunyi senyap menemani perjalanan mereka. Nathan sangat menyadari bahwa gadis di sampingnya itu tengah menjaga jarak darinya dan terlihat tampak waspada.
Bahkan cara duduk gadis itu sangat jauh darinya, dia lebih memilih merapat ke arah pintu dan terlihat kurang nyaman. Pandangan Flora terus tertuju ke arah luar dan sama sekali tidak berniat menoleh ke arahnya terlebih lagi membuka suara.
Hal itu yang semakin membuat seorang Nathan penasaran terhadap gadis di sampingnya yang terlihat berbeda.
Terbiasa dengan perhatian dan godaan dari wanita-wanita di luar sana, dan kini menemukan seorang perempuan yang sama sekali tidak ingin melihatnya terlebih lagi memberinya godaan-godaan kecil yang sama sekali tidak bisa disalah artikan oleh pria. Lebih tepatnya, gadis di sampingnya ini begitu langka.
"Sudah lama tinggal di sana?" tanya Nathan kemudian, ketika tidak tahan lagi dengan kesunyian yang memerangkap mereka.
Flora menoleh sekilas dan menjawab seadanya. "Sejak dua tahun yang lalu."
Gadis di sampingnya itu memang sudah memberitahukan letak tempat tinggalnya, dan Nathan sama sekali tidak menyangka ternyata gadis itu adalah salah satu penghuni dari sebuah apartemen yang sewa per tahunnya cukup mencengangkan. Bukannya tidak mau percaya, hanya saja kalau melihat tampilan atau style Flora di sampingnya itu sangat mustahil kalau ternyata dia tinggal di sebuah apartemen mewah. Selama pertemuan mereka, Nathan tidak pernah melihatnya mengenakan pakaian selain kemeja dan rok semata kaki. Gadis itu sama sekali tidak memperhatikan style-nya, terkesan abai. Tetapi bukankah ada kalimat yang bernada 'don't judge a book by its cover'.
Kiasan itu berlaku bagi Flora. Sebenarnya banyak keanehan yang terdapat pada gadis itu yang membuatnya semakin penasaran. Hanya saja dia tidak ingin menanyakannya langsung, biar saja dia menguliknya sendiri seiring berjalannya waktu.
"Oh iya, apa kau sudah makan malam?" tanya Nathan kembali.
Pertanyaan itu hanya dibalas oleh Flora berupa gelengan kepala dan sama sekali enggan untuk menoleh.
"Mau mampir makan malam terlebih dahulu sebelum pulang?" tawar Nathan kemudian berusaha bersabar untuk menarik perhatian gadis aneh di sampingnya itu.
Flora seketika terperanjat mendengar ajakan tersebut, kemudian menggeleng dengan cepat. "Tidak … aku tidak mau. Aku hanya ingin pulang," ucapnya dengan suara yang berubah parau.
Mendengar suara Flora yang seperti sedang menahan tangis, Nathan menoleh, dan benar saja kedua mata itu sudah berubah berkaca-kaca. Sebenarnya apa yang salah dari kalimatnya? Dia hanya mengajak makan malam tetapi kenapa reaksi gadis itu begitu panik dan terlihat ketakutan.
Nathan berdeham dan memilih menyerah untuk mencari perhatian Flora. "Baiklah, aku akan langsung mengantarmu pulang."
Karena merasa sejak tadi dia diacuhkan dan kalaupun gadis di sampingnya itu membalas kalimatnya malah tergolong begitu singkat dan sangat cuek. Oleh karena itu, Nathan lebih memilih fokus ke arah jalanan dan tidak ada lagi niatan untuk mengajak gadis di sampingnya mengobrol untuk mengusir kesunyian yang sejak tadi menemani perjalanan mereka.
Sesekali Nathan akan menoleh untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh Flora, dan sama seperti sebelum-sebelumnya, gadis itu masih setia membuang pandangan ke arah luar, seakan-akan di luar itu lebih menarik dibanding dirinya.
Ouch … ini benar-benar menjengkelkan.
Selang beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di gedung apartemen tempat tinggal Flora.
"Terima kasih, Pak," ucap Flora, sembari melepas seat belt dari tubuhnya.
Nathan mengangguk, dan tatapannya terus tertuju ke arah Flora yang sudah bergerak keluar dari mobil. Tanpa berbalik lagi, gadis itu terus melangkah memasuki gedung apartemennya tanpa sekalipun berbalik sekedar memastikan dirinya yang masih berada di tempat itu hanya untuk mengamati Flora sampai menghilang ke dalam lift.
Sungguh! Ini adalah pertama kalinya seorang Nathan diacuhkan oleh perempuan. Dan ternyata itu sangatlah menjengkelkan.
****
Flora memasuki unit apartemennya dengan keadaan yang bisa dikatakan masih tidak baik-baik saja. Karena kejadian tadi, mimpi buruknya kembali lagi. Kilasan-kilasan masa lalu nahas dan menyeramkan itu kembali menghantuinya yang sontak membuatnya menjerit keras.
"Kau wanita murahan!"
Suara-suara dari masa lalu itu kembali terdengar, yang membuat Flora seketika menutupi kedua telinga dan terjatuh di atas lantai.
"Jangan munafik, bukankah kau itu sebenarnya adalah gadis gampangan?"
Lagi, suara itu kembali terdengar. Suara yang membuat Flora semakin menjerit dengan wajah yang kini sudah bersimbah air mata.
"Cukup! Jangan katakan itu lagi." Flora meraung putus asa.
Entah berapa lama Flora hanya bisa meraung dan menjerit histeris di depan pintu. Hingga kemudian suara-suara menakutkan itu menghilang.
Badannya gemetar dan dia ingin sekali menekuk lutut dan memeluk tubuhnya sendiri setiap ketakutan. Dan ya, Flora melakukannya, memeluk tubuhnya sendiri. Hingga matanya kemudian tertuju ke arah meja makan, di mana sebuah pisau buah terletak di sana. Tanpa berpikir panjang, dia bergerak dan meraih benda tajam itu dan membawanya memasuki kamar.
Jingga salah, sampai kapan pun dia tidak akan bisa melupakan masa lalu itu. Kejadian nahas itu akan selalu menghantuinya. Pria itu tidak perlu tahu apa yang selalu dilewatinya setiap malam, dia tidak perlu tahu kalau dia masih sering bermimpi buruk. Dan dia tidak perlu tahu, kalau setelah mimpi buruk itu dia akan melewatkan tengah malam di dalam kamar mandi bermodalkan benda tajam.
Jingga tidak perlu tahu itu semua.
Flora hanya butuh beberapa detik untuk mengenyahkan nyeri-nyeri yang menghantui dirinya selama lima tahun ini dan akan selalu membekas sepanjang hidupnya. Satu-satunya cara agar ia bisa tetap sadar dan percaya bahwa nyawanya masih ada di dunia ini.
Ketika pintu kamar mandi tertutup, Flora bergerak membuka shower di atasnya dan membiarkan air dingin itu mulai membasahinya.
Gadis itu menarik napas panjang sebelum mulai menyibak lengan kemejanya, hingga lengan kirinya terlihat. Beberapa bekas luka tampak di sana. Lalu Flora memejamkan mata menikmati apa yang diperbuat kala ujung tajamnya mulai digoreskan di lengan atasnya.
"Perempuan sialan!"
Flora menggigit bibir dan mulai melakukan hal yang sama di samping luka yang baru saja dibuatnya dan kini sudah menampilkan bilur kemerahan. Dia berhasil membuat dua buah luka panjang yang melintang di lengan atasnya.
Goresannya memang tidak dalam, tetapi meskipun begitu tetap mengeluarkan darah segar. Dia memang tidak melakukan separah dulu saat ia hampir saja memotong urat nadinya dengan sebuah cutter, waktu itu dia ingat sekali kalau dia bahkan kehilangan banyak darah yang membuatnya kehilangan kesadaran. Mungkin seandainya Jingga tidak menemukannya bersimbah darah dengan pergelangan tangan yang penuh bekas cutter, mungkin saja dia sudah meregang nyawa.
Tetapi kali ini dia sengaja membuat luka yang tidak terlalu dalam, karena sensasinya lebih menantang. Luka itu cukup membantunya tetap sadar dan ia tidak akan terlelap sampai pagi.
Ia akan menikmati luka ini, ia akan menikmati sensasi rasa sakitnya. Setelah sekian lama tidak melakukan self injury, pada akhirnya dia kembali melakukannya hanya karena kejadian tadi yang kembali mengingatkan rasa traumanya selama lima tahun ini.
Dia hancur, sampai kapan pun tidak akan ada yang bisa menolongnya. Tidak Jingga atau orang lainnya. Mungkin hanya kematian yang bisa menolongnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments