Flora tahu kalau ia tidak bisa membohongi pria itu lagi. Jingga tengah menuntut jawaban darinya dan pria itu pasti tidak suka kalau Flora kembali menyembunyikan semuanya. Sudah cukup ia membuat pria itu kecewa karena kelakuannya dan ia tidak ingin kembali membuat pria itu menganggap dirinya sendiri lalai karena gagal menjaganya.
Padahal ini semua bukanlah kesalahan Jingga, ini semua bisa terjadi karena dirinya yang begitu lemah dan penakut. Oleh karena itu, Flora harus jujur dan tidak membuat Jingga kecewa lagi pada dirinya.
“Sebelumnya maafkan aku, Ga,” cicitnya memulai.
“Aku tidak menuntut permintaan maafmu, Flo. Aku hanya ingin tahu sejak kapan kau kembali seperti ini?” sentak Jingga dengan cepat.
Flora menghela napas dengan pelan, dia bisa memaklumi kekesalan pria itu padanya. “Ga, ini semua terjadi karena rasa takutku. Malam itu, aku begitu ketakutan dan tiba-tiba pak Nathan dan—"
“Nathan?” potong Jingga cepat. “Nathan pemilik Agency Infotainment?”
Xeraina mengangguk.
“Apa dia melukaimu? Dia yang membuatmu seperti ini?” tanya Jingga kembali. Raut wajahnya terlihat menegang, dan sedikit menahan amarah.
Melihat hal itu, buru-buru Flora memberitahukan kebenarannya sebelum kesalahpahaman terbentuk di antara mereka. “Bukan ... bukan seperti itu, seperti katamu, aku memang berhalusinasi dan kebetulan dia ada di sana dan membuat segala mimpi buruk itu kembali bermunculan.”
“Jadi pria itu yang mengingatkan segalanya, makanya kau bisa melakukan self harm kembali?”
Kalau boleh jujur, itu memang adalah awal mulanya. Entah kenapa, malam itu Nathan mengingatkan segalanya. Atau mungkin dirinya sendiri yang terlalu lemah makanya bisa terpengaruh? Flora juga tidak bisa memahaminya, yang ia tahu saat Nathan menyentuh pundaknya malam itu, ia seakan kembali diseret ke masa lalu. Masa-masa suram yang begitu menakutkan dan sangat ingin dilupakan.
Dengan sedikit keraguan, Flora mengangguk, membenarkan persepsi Jingga tentang kaitannya dengan Nathan.
Melihat Flora membenarkan persepsinya, Jingga menyugar rambutnya dengan kasar lalu kembali berseru, “Berhenti menjadi asisten Xera, agar kau tidak punya kesempatan untuk kembali bertemu dengan pria itu.”
Flora menggeleng tegas. Dia sudah nyaman dengan pekerjaannya, dia suka menjadi asisten Xeraina. Oleh karena itu, permintaan Jingga yang satu ini ditolaknya dengan tegas. “Aku tidak mau, Ga. Aku suka pekerjaanku, aku nyaman bekerja dengan mbak Xera.”
“Tetapi aku tidak setuju, Flo. Aku tidak akan membiarkanmu kembali ke tempat itu dan banyak berinteraksi dengan Nathan, bagaimana kalau rasa trauma kamu kembali muncul jika kau di sekitar pria itu?”
“Ini hanya kebetulan,” balas Flora kembali. “Malam itu aku memang kembali diserang rasa cemas, dan kebetulan kami berpapasan, dan suasana gelap mendukung yang membuatku sangat ketakutan. Oleh karena itu, aku berhalusinasi dan menganggap pak Nathan adalah orang jahat yang ingin melukaiku.”
“Lalu bagaimana kalau Nathan memanglah orang jahat?”
Flora terkekeh. “Itu tidak mungkin, Ga. Pak Nathan itu begitu baik, dia juga terlihat sopan pada perempuan apalagi pada mbak Xeraina. Jadi aku rasa pak Nathan itu tidak mungkin menyakitiku.”
Ingin rasanya Jingga mendebat kalimat Flora, hanya saja dia juga belum mengenal baik pria itu, jadi ia belum bisa membaca karakternya. Oleh karena itu, ia hanya berharap Nathan memanglah orang baik seperti perkataan Flora.
“Baiklah, aku masih membiarkanmu untuk bekerja. Tetapi aku mohon, kalau ada yang aneh cepatlah keluar dari sana, aku tidak mau ada sesuatu yang buruk terjadi padamu.”
Flora tersenyum tulus. “Terima kasih, Ga. Kau begitu baik padaku, sedangkan aku selalu mengecewakanmu.”
Jingga mengusap lembut kepala Flora, lalu membubuhkan kecupan lembut di sana. “Aku akan selalu menjagamu, Flo. Jangan merasa kesepian, karena ada aku di sini yang akan selalu menyayangimu. Jangan lagi berusaha melukai diri sendiri, karena aku tidak suka itu.”
Flora mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya. “Aku janji tidak akan melakukan itu lagi, Ga. Aku tidak akan membuatmu kembali khawatir dengan keadaanku. Aku tidak mau perjuanganmu menjagaku selama ini berbuah sia-sia, aku janji.”
“Ini baru Flora-ku,” balas Jingga tersenyum, lalu mengecup pipi gadis tersebut dengan penuh kelembutan.
Jingga lalu bergerak menggeser tubuh Flora, lalu merebah di sampingnya dan membawa gadis itu masuk ke dalam pelukannya.
“Kau akan tidur di sini?” tanyanya yang sudah bergelung di dalam kehangatan tubuh Jingga.
Jingga mengangguk. “Kali ini aku yang akan tidur di sini, karena selama ini kau banyak memilih tidur di tempatku. Padahal kau pun juga memiliki ranjang yang begitu nyaman.”
Flora terkekeh. “Karena tempat kamu menawarkan banyak kenyamanan, terlebih lagi ada kamu yang memelukku yang semakin memberikan kehangatan.”
“Kalau begitu, ayo kita menikah, Flo!”
Flora refleks mundur, namun tidak berhasil karena pelukan Jingga yang menahannya.
“Bukankah semuanya akan menjadi sempurna kalau kita menikah?” lanjut Jingga kembali.
Flora menggeleng pelan. “Jangan seperti ini, Ga. Kita sudah sering membahasnya, aku rasa itu adalah penolakan yang cukup pas bagi kita.”
“Tetapi kenapa—"
“Kenapa bukan Mbak Xera saja yang kamu lamar?”
Jingga sontak melepas pelukannya dan menatap ke dalam bola mata Flora dengan tajam. “Apa maksudmu?”
Flora membalas acuh tak acuh. “Bukankah kalian sedang menjalin hubungan? Kalian terlihat pasangan yang sedang kasmaran.”
“Hubungan apa? Kami hanyalah partner kerja, tidak lebih. Hubungan kami tidak akan bisa lebih dari itu semua.”
“Kenapa? kalian terlihat lebih cocok menjadi pasangan.”
Jingga menunduk sekilas lalu kembali mendongak dan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan lekat. “Kamu tahu alasannya, Flo. Aku tidak akan mungkin bisa menjalin hubungan dengan perempuan lain.”
“Apa itu karena aku?” tanya Flora cepat.
Jingga otomatis langsung mengangguk, yang sontak membuat Flora menghela napas dengan pelan. Jingga terlalu berfokus pada dirinya, sehingga pria itu pun tak memperdulikan kebahagiaannya sendiri. Beberapa kali memang ia mendengar pria itu menjalin hubungan dengan para wanita-wanita di luar sana, tetapi itu semua hanyalah untuk bersenang-senang, dan belum ada yang bisa dibawa serius. Pria itu tidak bisa berkomitmen, dan Flora sadar kalau itu semua karena dirinya.
“Jingga?”
“Hm.”
“Apa aku telah mengacaukan segalanya?”
“Huh?”
Flora menunduk sedih, dia begitu merasa bersalah pada Jingga. Selama ini dia seakan-akan menghalangi kebahagiaan dia. Dirinya seperti penghambat pria itu menemukan wanita pilihannya sendiri. Flora sangat-sangat merasa bersalah.
“Aku tahu kalau kau menyukai mbak Xera, jadi jangan membohongi perasaanmu sendiri, Ga.”
“Flo, bukan seperti itu—"
“Selama ini, dia adalah wanita pertama yang kamu bawa ke apartemenmu sendiri. Aku tahu kau menjalin hubungan di belakangku di luar sana, tetapi baru kali ini kau membawa wanita ke area pribadi kamu sendiri. Bukankah itu tandanya bahwa dia adalah wanita yang begitu spesial bagimu?”
“Flora.”
“Aku mohon, kejar kebahagianmu. Aku baik-baik saja, jadi tidak perlu mengkhawatirkan aku.”
“Apakah boleh?” tanya Jingga setelah berperang dengan batinnnya begitu lama.
Flora tersenyum tulus. “Ya, tentu saja. Kini saatnya kau mengejar kebahagiaanmu tanpa aku menjadi penghambat dan menjadi alasan kamu tidak bisa berkomitmen.”
Jingga sontak membawa Flora ke dalam pelukannya dan melayangkan banyak kecupan sayang di kepala gadis itu. “Terima kasih, Flo. Tetapi setelah ini kau harus berjanji untuk bahagia.”
“Tentu, aku pasti akan bahagia!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments