“Flo, serius kamu nggak bisa ikut?” tanya Xeraina yang tengah berada dalam ruang make up. “Kamu beneran bakal menyuruh aku yang menemui pak Jingga sendirian?” Lanjutnya kembali berusaha meyakinkan Flora, asisten sekaligus manajernya.
“Maaf, Mbak. Ini itu dadakan banget, tiba-tiba dosen pembimbing aku minta untuk bimbingan hari ini,” ucap Flora. “Tetapi janji deh, Mbak. Habis dari kampus aku bakal menyusul, tinggal beritahu saja alamatnya.” Flora kembali merayu Xeraina untuk diberikan izin.
“Nggak bisa ditunda, ya?” tanya Xeraina.
Flora menggeleng. “Nggak bisa atau konsekuensinya aku akan mengulang tahun depan.”
“Ngeri juga, ya,” ucap Xeraina sedikit kaget. “Ya sudah, karena itu penting, aku izinin.”
Flora seketika tersenyum lalu memeluk Xeraina. “Terima kasih sudah mengerti dengan posisi aku sekarang,” ucap Flora tulus.
Xeraina mengangguk dan merenggangkan pelukannya. “It’s oke, Flo. Aku sudah terbiasa menghandle semuanya sendiri, jadi untuk yang ini aku juga pasti bisa.”
“Maaf ...” ucap Flora kembali. “Tetapi jangan pecat aku, ya,” ucapnya dengan nada merayu, lengkap dengan cengiran lebarnya.
Xeraina mendengkus. “Iya, kamu keluar sekarang atau aku benar-benar akan memecatmu,” ancamnya. Merasa risih saat mendapati cengiran tanpa dosa yang kembali dipamerkan oleh Flora.
Flora terbahak, “See you, Mbak Xeraina!”
Lalu gadis tanpa beban itu berlari keluar ruangan saat Xeraina sudah mencari-cari barang untuk menimpuk Flora kalau tidak pergi sekarang juga dari hadapannya.
****
Xeraina sudah mulai bosan dibuat menunggu oleh Jingga. Perjanjian awal mereka yaitu pukul sembilan pagi, tetapi sampai jam sepuluh pria itu tidak kunjung muncul.
“Menyebalkan!” desis Xeraina sambil mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan.
“Ekhm ....” Dehaman dari seorang pria terdengar dari belakang. “Maaf, aku terlambat.” Pria itu datang dengan sekertarisnya, lalu mengambil tempat tepat di depannya.
“Iya, nggak apa-apa,” balas Xeraina mencoba tersenyum.
“Datang sendiri? Asisten kamu ke mana?” tanya Jingga tidak bisa menutupi rasa penasarannya akan keberadaan Flora. Sejak tadi pagi wanita itu pergi tanpa berpamitan pada Jingga.
Xeraina menatapnya aneh. “Eh—dia ada bimbingan di kampus hari ini. Jadi, nggak bisa ikut,” jawab Xeraina kemudian.
Jingga hanya mengangguk-angguk pelan. “Baiklah, pemotretannya dimulai besok. Busana dan make up, pihak kami yang akan menyediakan.”
Xeraina balas mengangguk tanda mengerti.
Setelah beberapa jam membicarakan hal yang perlu disampaikan untuk keperluan dan brand apa saja yang akan dipromosikan, waktu telah menunjukkan pukul dua belas siang.
“Karena kita sudah ada di restoran, bagaimana kalau sekalian makan siang?” tanya Jingga.
Xeraina melirik jam mungil di tangannya yang memang menunjukkan waktu makan siang, tetapi kemudian tersadar kalau masih ada pemotretan hari ini yang tempatnya lumayan jauh. Kalau tinggal makan siang terlebih dahulu, bisa-bisa dia terlambat sampai ke tujuan.
Dengan memasang wajah permintaan maaf, Xeraina berkata, “Aduh maaf, lain kali ya, Pak. Aku masih ada jadwal pemotretan hari ini, takutnya aku telat sampai tujuan kalau nggak berangkat dari sekarang.”
Jingga tampak kecewa, tetapi dengan cepat merubah raut wajahnya. “Mau aku antar?” tanya Jingga.
“Aku bawa mobil, Pak.”
Raut wajah kecewa Jingga kini benar-benar terlihat jelas. Aneh!
Mereka beriringan keluar dari restoran. Jingga mengantarnya sampai di parkiran, bahkan tetap menunggu sampai Xeraina menaiki mobilnya.
Jingga mengetuk kaca pintu mobil Xeraina, yang kemudian di buka perlahan oleh wanita itu. “Hati-hati di jalan,” kata Jingga penuh perhatian.
Xeraina hanya membalasnya dengan anggukan, kemudian mulai mengemudikan mobilnya keluar dari pelataran parkiran. Masih tidak bisa mempercayai, kalau sifat Jingga yang sekarang sangat berbeda dengan sifat Jingga kemarin.
****
Xeraina duduk dan membiarkan make up artis menyempurnakan penampilannya. Sesekali dia melirik pada Jingga yang tampak sedang berbincang dengan beberapa crew mengenai banyak hal dan sibuk sekali. Flora juga ada di situ, ikut mendengar perbincangan mereka tentang tema pemotretan untuk iklan dengan Xeraina sebagai modelnya.
Pria yang bernama Shandy, sedang sibuk memasang kamera dan mencoba berbagai filter yang akan digunakan dalam pemotretan dibantu oleh beberapa crew lainnya.
“Baiklah, kita mulai pemotretan hari ini.” Shandy berseru agar semua crew bersiap-siap mengambil posisi.
Xeraina berdiri dan berjalan dengan percaya diri menuju spot studio, tempat dilakukannya pemotretan. Shandy sedang mengintip melalui filter kameranya, entah mengamati apa. Pencahayaan diubah menjadi semakin terang dan Xeraina duduk di sebuah sofa berwarna pink lembut yang sudah disiapkan untuknya.
Mendadak Jingga berdiri dari tempatnya, mendekat ke tempat mereka. Berbisik pada Shandy yang dibalas anggukan, kemudian Shandy menjauh sehingga Jingga yang mengambil alih kamera itu.
“Pak Jingga yang akan turun tangan langsung untuk melakukan pemotretan ini.” Shandy berseru, menginfokan kepada semua crew dan semua orang yang hadir termasuk Xeraina.
Sebagian dari mereka tampak kaget mendapati bos mereka yang turun tangan langsung. Sudah lama mereka tidak melihat bosnya memegang kamera, tapi tidak ada yang bisa meragukan hasil jepretan dari Jingga, dia fotografer terkenal dari dulu sampai sekarang.
Xeraina termasuk salah satu orang yang tidak menyangka kalau Jingga yang akan turun tangan langsung untuk memotretnya. Jingga memang terkenal sebagai fotografer handal yang tidak bisa lagi di ragukan akan kemampuannya. Namun, dua tahun yang lalu dia berhenti tanpa ada yang tahu alasannya, dan sekarang pria itu kembali memegang kamera demi memotret model Xeraina Agatha, yang namanya memang sedang naik daun.
Sementara pikiran Xeraina berkelana, bertanya-tanya akan alasan seorang Jingga kembali memegang kamera. Jingga tiba-tiba memberikan jasnya pada Flora lantas kembali pada kamera.
What! Apa ini? di situ ada sekretaris Jingga, tetapi kenapa jasnya dia berikan pada Flora? Apakah mereka sudah saling mengenal? Atau ada yang sudah dilewatkan oleh Xeraina?
“Konsep pertama keanggunan. Apakah kamu membutuhkan sesuatu, musik atau bantuan lainnya untuk menemukan perasaan kamu?” tanyanya pada Xeraina yang terlihat melamun.
Xeraina menggeleng, membuyarkan segala pertanyaan yang menumpuk dalam kepalanya. “Saya baik-baik saja.”
Jingga tersenyum puas. “Good!”
Kemudian hanya ada kilatan-kilatan kamera dan instruksi dari Jingga mengenai ekspresi ataupun posisi yang dia ingin Xeraina lakukan. Wanita itu tampak cantik dengan balutan gaun berdada rendah, memamerkan kalung di lehernya yang jenjang.
“Sekali lagi, cantik!” ucap Jingga sementara tangannya tidak berhenti menekan kamera.
Cantik. Hanya kata-kata tersebut sudah melambungkan rasa percaya diri Xeraina. Walaupun pujian semacam itu sudah sering dilontarkan oleh seorang fotografer padanya, tetap saja pujian dari Jingga menghasilkan efek berbeda pada dirinya.
Sekarang Xeraina sedang berbaring di atas sofabed dengan posisi menengadah pada sandaran dan tangan setengah melingkar di atas kepala, memamerkan kalung di lehernya, serta gelang dan cincin di tangannya. Sementara Jingga berdiri di atasnya sambil menunduk dengan kamera di tangan dan mengabadikan gambar-gambarnya.
“Sempurna!” ucap Jingga sekali lagi. Tetapi sebelum itu dia jongkok di samping Xeraina, yang secara otomatis Xeraina memiringkan wajahnya dan sekali lagi Jingga mengabadikan gambarnya dengan close up. Terlihat sangat sensual!
“Oke, cukup untuk hari ini!” teriak Jingga sambil mengamati kameranya. Beberapa penata rias segera masuk ke tengah studio dan membantu Xeraina untuk memperbaiki riasannya.
Flora yang sejak tadi asyik duduk mengamati hasil fotonya di depan komputer, tiba-tiba berdiri lalu mendekati Jingga. Flora menyerahkan handuk kecil serta satu botol air mineral, yang diterima oleh pria itu dengan senyuman dan ucapan terima kasih. Tidak ada yang memperhatikan reaksi keduanya, tetapi Xeraina melihat jelas interaksi yang di tampilkan oleh kedua orang itu ... terlihat sangat akrab.
Lalu Flora mendekatinya. “Mbak Xeraina butuh sesuatu?”
Xeraina menggeleng kesal. “Nggak!” bentak Xeraina lantas berdiri meninggalkan Flora yang hanya bisa tercengang mendengar bentakan kasar dari Xeraina.
****
Xeraina keluar dari ruang ganti dan menemukan Nathan sedang bercakap-cakap dengan Flora, sedangkan Jingga duduk memangku laptop.
“Hai, Xera!” sapa Nathan lalu kembali melanjutkan obrolannya dengan Flora.
“Kamu datang? Aku pikir kamu sibuk?” tanya Xeraina.
Nathan mengendikan bahu. “Aku penasaran dengan tempat pemotretan dan hasil foto-fotomu,” jawab Nathan kembali.
“Hmm ....” Xera lalu mengambil tempat di samping Jingga dan ikut mengamati hasil fotonya.
“Aku suka foto yang ini ...” ucap Xeraina sambil menunjuk foto terakhirnya.
Jingga mengangguk. “Saya juga. Kamu terlihat sangat seksi di sini.”
Seksi? Apakah pria ini sedang menggodanya?
Kemudian laki-laki itu mengangkat wajahnya. “Oke, bagaimana kalau kita makan malam bersama?”
Xeraina terbelalak. Apakah Jingga mengajak dirinya? Namun kemudian dilihatnya pandangan laki-laki itu berputar tanda dia mengajak seluruh karyawannya. Cih!
“Sebagai awal dari kerja sama kita,” seru Jingga sekali lagi menginfokan kepada semua orang.
“Mungkin saya lain kali, Pak Jingga. Oh iya, Mbak Xera. Aku pamit pulang duluan, aku sedikit kelehan hari ini.”
Baru saja Xeraina ingin menjawab, namun kembali dipotong oleh Jingga. “Kamu sakit?”
Flora mengangguk. “Sedikit,” balasnya dengan nada pelan.
“Oh, baiklah, lain kali kalau begitu," putus Jingga tiba-tiba hingga Xeraina menoleh terlalu cepat kepadanya.
“Maaf Pak Jingga, Flora ini hanya asistenku. Nggak akan ngaruh kalau dia ikut ataupun tidak,” ucap Xeraina merasa aneh dengan tingkah Jingga yang seolah-olah menganggap seorang Flora begitu penting.
Jingga menoleh ke arah Xeraina. “Tetapi dia sudah berkontribusi banyak dalam proyek ini. Jadi Flora juga harus ikut pada makan malam tim ini.”
Xeraina kembali berkata, “Tetapi dia asistenku, dia tanggung jawabku.”
“Dia saha—"
Flora memotong dengan cepat. “Kalian bisa makan malam bersama tanpa saya, Pak. Sudah seharusnya kalian mengadakan acara makan malam sebagai awal kerja sama.”
“Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarkanmu pulang.” Jingga menutup laptopnya lalu berkata dengan nada datar.
Xeraina kembali menoleh tidak percaya. Oke! Fix, mereka berdua punya hubungan. Apakah mereka berpacaran?
“Aku bisa pergi sendiri!” balas Flora mengotot.
“Naik apa, Flo!” suaranya sudah meninggi. “Ini sudah malam, kamu tidak bisa naik taxi ataupun naik angkutan umum.”
“Aku bisa naik taxi, Gaga.”
Baiklah. Mereka sudah mengganti kata panggilan dengan nama sekarang, pikir Xeraina kesal.
Orang-orang memperhatikan interaksi perdebatan keduanya. Sedangkan kedua orang itu tetap melanjutkan perdebatan mereka tanpa sadar tempat.
“Pakai mobilku,” ucap Xeraina tiba-tiba, membuat Flora dan Jingga menoleh bersamaan.
Flora buru-buru mengambil kunci mobil itu, lalu berlalu tanpa peduli tatapan mata Jingga yang terus menatapnya dengan tatapan tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments