Jingga sontak meraih celana tidurnya dari lantai, kemudian berlari tanpa kata meninggalkan Xeraina yang masih belum bisa mencerna keadaan yang baru saja terjadi. Saking terburu-burunya, Jingga bahkan hampir saja jatuh terjerembab karena tersandung oleh kakinya sendiri. Dan semua itu disaksikan oleh Xeraina, dan banyak pertanyaan berkelebat di dalam kepalanya.
Siapa gerangan wanita yang kini menjerit dan histeris di depan pintu kamar? Kekasihnya kah? Kalau benar adanya, apakah dia baru saja tidur dengan kekasih orang?
Astaga … kenapa Xeraina tidak menyelidikinya terlebih dahulu? Bodoh!
Di samping itu, Jingga sudah setengah berlari ke luar kamar untuk mencari keberadaan Flora. Dan benar saja, wanita itu kini begitu histeris sembari menutupi tubuhnya dan terus merapalkan kalimat-kalimat permohonan. Melihat keadaan Flora yang begitu memprihatinkan membuatnya tidak tahan untuk menjambak rambutnya sendiri. Bodoh! Ini kesalahannya karena kembali mengantar seorang Flora ke mimpi buruk yang sama-sama berusaha mereka lupakan.
Langkah Jingga sontak terhenti saat melihat Flora duduk di lantai. Wanita itu memejamkan mata yang dengan terpejam erat, kedua tangannya mendekap tubuhnya dan kakinya dihentak-hentakkan di lantai dengan tangisan meledak.
Bahu Jingga merosot turun, dia lalu menjatuhkan dirinya di depan Flora dan meraih tangan wanita itu untuk membawanya ke dalam genggamannya.
Menyadari seseorang menyentuhnya, Flora tersentak, gadis itu lantas meronta-ronta namun pergerakannya telah diblok oleh Jingga.
"Jangan … jangan sentuh aku. Aku mohon lepaskan aku!"
Jingga langsung meraup wajah Flora, menangkup dengan kedua tangannya untuk ditengadahkan ke arahnya. Dan tatapan kosong dari mata itu langsung ditangkap oleh Jingga yang membuat hati seorang Jingga begitu sakit, seakan-akan ada sebilah pisau tengah mengiris-irisnya dari dalam. Tatapan mata ini sudah beberapa bulan tidak disaksikan semenjak gadis itu rutin untuk melakukan terapi dan menghilangkan rasa traumanya. Tetapi sekarang, Jingga sendiri yang kembali membawa gadis yang sangat disayanginya itu ke mimpi buruk tersebut.
"Tatap aku, Flo. Ini aku Jingga, aku Gaga yang tidak akan pernah menyakitimu." Jingga terus berusaha menyadarkan Flora agar menghentikan jeritan histeris dan rasa ketakutannya.
Tetapi, gadis itu seolah tuli akan keadaan, dia masih saja terus meronta dan menangis histeris. Sehingga membuat Jingga terus mengguncang tubuh itu agar sadar dari rasa takutnya.
"Flora, sadar! Dia tidak ada di sini, dia tidak akan menyakitimu lagi." Jingga mengguncang tubuh Flora yang tengah bergetar hebat.
"Pergi! Pergi dari sini, kau lelaki brengsek!" ucap Flora kembali sembari terus meronta untuk melepaskan diri dari cengkeraman Jingga yang kuat.
Melihat keadaan Flora yang begitu memprihatinkan, tanpa sadar Jingga menampar pipi gadis itu berniat untuk menyadarkannya. Tamparan itu memang tidak kuat, tetapi cukup membuat Flora-nya kembali sadar.
Tangan Flora seketika menyentuh pipinya yang sedikit panas bekas dari tamparan Jingga. Matanya yang berkaca-kaca menatap Jingga dengan tatapan sedih.
Melihat hal tersebut, Jingga semakin merasa bersalah. "Flo … m—maafkan aku!"
"Gaga?" tanya Flora dengan nada suara yang sangat pelan. Tangannya lalu bergerak menyentuh pipi pria itu hanya untuk memastikan kebenarannya. Memastikan bahwa pria ini adalah Gaga-nya, dan bukanlah orang jahat itu.
Jingga mengangguk, lalu menarik tubuh wanita lemah itu dan memeluknya dengan begitu erat. "Iya, Sayang. Ini aku Gaga, orang yang tidak akan pernah menyakitimu."
Air mata Flora berangsur-angsur kembali meluruh membasahi kedua pipinya, dia memang sudah berhenti menjerit, tetapi air mata itu tak pernah berhenti menetes.
Tangan besar Jingga bergerak untuk mengusap air mata di wajah cantik itu, bersamaan dengan setetes air mata yang juga ikut meluruh dari pelupuk matanya. "Jangan menangis, Flo," ucapnya, namun dia sendiri pun tidak tahan untuk mengeluarkan air mata sendiri melihat keadaan Flora yang sangat mengenaskan.
"Aku kotor, Ga. Dia menyentuhku, dia—" Flora kembali tak bisa melanjutkan kalimatnya, namun tangannya bergerak menyentuh seluruh tubuhnya dengan kasar. Bahkan kuku jarinya kini meninggalkan bekas-bekas di seluruh lengan dan lehernya yang berhasil dia gapai.
Melihat gadis itu yang kembali melukai dirinya dengan segera menarik tangan Flora, digenggam lalu diciumnya satu persatu. "Kamu tidak kotor, Flo. Kamu itu spesial, Sayang."
Flora masih menangis meraung. "Dia menyentuhku, Ga. Aku jijik—"
"Di mana dia menyentuhmu?" Jingga malah kembali menarik wajah Flora dan membubuhkan beberapa kecupan di wajah itu. Kecupan itu mendarat di sembarang tempat di pelipis, pipi, bahkan rahang gadis itu yang masih terisak pilu.
"Kamu sama sekali tidak kotor, Sayang. Tenanglah, kau tidak akan tersakiti lagi."
Jingga kemudian kembali membawa Flora ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan begitu erat.
"Aku takut, Jingga!"
Rasanya hancur mendengar rasa takut yang begitu mendalam itu keluar langsung dari bibir Flora, dan semakin meyakinkan bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja.
"Jangan takut, Flo. Ada aku di sini, aku akan menjadi penolong dan penyelamat kamu. Tolong, percayalah!"
Jingga terus mendekap tubuh yang masih bergetar itu, sesekali tangannya mengusap kepala dan punggung gadis itu dengan pelan, meyakinkan bahwa dia tidak sendirian. Dan tidak ada yang perlu ditakutkan selama Jingga masih hidup di dunia ini.
****
Xeraina masih ada di sana, menyaksikan kedua orang yang tengah saling menghibur itu di depannya tanpa bisa bersuara. Lidahnya berubah kelu, terlebih lagi menyadari bahwa gadis yang telah mengganggu aktivitasnya bersama Jingga adalah Flora, sekretarisnya.
Sampai sekarang dia masih belum bisa mencerna keadaan yang baru saja disaksikannya. Melihat perlakukan lembut seorang Jingga pada Flora, tidak menutup kemungkinan kalau mereka memiliki hubungan. Bagaimana seorang Jingga mengecup dengan lembut gadis itu, bagaimana dekapan yang diberikannya. Semua itu menunjukkan kalau mereka punya hubungan spesial.
Dan tentang Flora, dia belum paham apa yang terjadi pada gadis itu. Dia sedikit aneh, bagaimana mungkin hanya karena cemburu dia berubah sehisteris itu. Aneh sekali, bukan?
Hingga sesuatu mengambil alih perhatian Xeraina, darah yang mengucur di lantai membuatnya seketika berteriak pada Jingga yang masih setia mendekap erat gadis itu dan telah melupakan keberadaannya. Darah itu berasal dari tangan Flora yang terkepal, yang sama sekali tidak disadari oleh Jingga.
"J—jingga … dia berdarah."
Bersamaan dengan seruan itu, Jingga segera mendongak, dan sesuatu yang ditangkap oleh Xeraina membuatnya sangat-sangat tidak menyukainya. Pria itu menangis, menangis karena Flora.
Xeraina mengalihkan pandangan, membuang pandangan dari mata memerah itu. "Flora … dia sepertinya terluka."
Jingga yang belum mengerti segera menarik tubuh Flora untuk diamati, dan benar saja Flora sudah terlihat melemah, matanya bahkan sudah terpejam dan bibirnya berubah pucat. Astaga … kenapa dia tidak menyadari bahwa perempuan yang berada di dalam pelukannya ini tengah pingsan.
"Sepertinya tangannya sedang terluka, Jingga," ucap Xeraina kembali dengan nada pelan sedikit mencicit.
Tanpa menunggu lama, Jingga segera mengecek tangan yang dimaksud oleh Xeraina. Dan benar saja, tangan kanan gadis itu mengeluarkan darah yang sangat banyak dan kini sudah mengotori lantai.
"Astaga, apa yang kamu lakukan, Flo?" sentak Jingga dengan panik. Jingga segera membuka kepalan tangan itu dan menemukan sumber luka itu berada di sana. Pecahan beling dari piring yang tersebar di sekitar mereka digenggamnya sangat erat, yang membuat ujung tajamnya menancap begitu dalam di telapak tangan gadis tersebut.
Dengan panik, Jingga menarik beling tersebut dan menahan telapak tangannya untuk menghentikan darah yang mengucur dari sana.
Jingga tidak habis pikir, apakah Flora sengaja melakukannya, melukai dirinya sendiri? Bukankah setahu Jingga, Flora sudah menghentikan melukai dirinya setelah melakukan beberapa kali terapi.
Tetapi sekarang, pemikiran itu mematahkan segalanya. Flora masih sama, masih gadis yang mengalami trauma dan mimpi buruk. Gadis yang melampiaskan segalanya dengan melukai dirinya sendiri.
Oh God! Sampai kapan kau akan seperti ini, Flora?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments