“Aku ingin memutuskan kerja sama dengan perusahaan milik Jingga!” ucap Xeraina begitu masuk ke dalam ruangan Nathan, yang tampak sibuk dengan laptop di depannya.
Nathan segera mendongak sekilas sesaat setelah mendengar suara Xeraina yang dipenuhi oleh amarah, namun masih terdengar begitu lembut di telinganya. Pria itu lalu membuka kaca mata bacanya kemudian menyapa gadis cantik itu. “Hei, Sayang. Ada apa?”
“Lakukan apa pun untuk memutuskan kerja sama kita dengannya. Atau cari model yang lain untuknya, karena aku sama sekali tidak ingin berurusan lagi dengan pihak mereka.”
Nathan kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati wanita yang tengah berdiri di tengah ruangan dengan amarah yang begitu menggebu-gebu tengah menyelimutinya. Pria itu kemudian membawa wanita tersebut dan mendudukkannya di sofa dan menenangkannya.
“Kenapa? Kenapa begitu tiba-tiba?” tanya Nathan memastikan. Setahunya selama pemotretan beberapa hari ini tidak ada masalah, dan pihak mereka sangat baik. Hal itu yang membuat Nathan bertanya-tanya akan sikap Xeraina hari ini yang tidak seperti biasanya, tetap profesional dan tidak pernah membuat ulah.
“Karena aku membencinya. Aku sama sekali tidak ingin melihat mereka. Aku—" Tanpa bisa ditahan, air matanya tiba-tiba menetes yang dengan cepat diseka dengan telapak tangannya. Namun, Xeraina kalah cepat, Nathan sudah lebih dulu melihatnya air mata tersebut.
“Hei, kenapa kau menangis, Xera? Dan apa maksudmu, siapa mereka?”
“Mereka ... Jingga dan Flora. Aku membencinya!” Bersamaan dengan kalimat itu berhasil terlontar di bibirnya, dia segera menunduk dan menutupi wajahnya untuk menyembunyikan air matanya dari Nathan jatuh meluruh dari pelupuk matanya.
Nathan segera mendekat, menarik tubuh Xeraina yang bergetar karena menangis, mendekapnya dengan erat. “Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau bisa seperti ini? Dan bukankah Flora adalah asisten yang katanya kau sukai. Jadi, kenapa tiba-tiba begini?”
Xeraina mendongak. “Mereka berpacaran, Nath!” ucapnya mencicit, lalu kembali menyembunyikan wajahnya di dada bidang Nathan.
Mendengar kalimat tersebut, seketika Nathan hanya bungkam. Sampai di sini dia sudah paham tanpa mengulik lebih jauh, wanita di dalam dekapannya ini pasti tengah tertarik dengan CEO perusahaan yang menggunakan jasa Xeraina sebagai model produknya. Dan hanya kalimat itu, sukses membuat hati seorang Nathan mencelos. Bertahun-tahun mereka menjalin hubungan simbiosis mutualisme, tetapi tidak pernah ia melihat Xeraina menangis sesegukan seperti ini karena pria.
Meski tanpa mengatakan secara gamblang, Nathan tahu kalau saat ini Xeraina bersikap kekanakan hanya karena cemburu. Xeraina jelas-jelas tengah menyukai Jingga yang ternyata adalah kekasih Flora, gadis yang sudah satu minggu ini menjadi asisten Xeraina.
“Jadi ini hanya karena lelaki seperti dia yang membuatmu tidak profesional, Xera?” tanya Nathan dengan nada tidak suka. Terdengar begitu jelas dari nada suaranya yang begitu datar.
Xeraina perlahan kembali mendongak, dan Nathan langsung tertuju pada wajah yang bersimbah air mata itu. Terlihat kalah dan bukan Xeraina yang dulu, Xeraina yang penuh kepercayaan diri yang tinggi, seakan-akan tidak akan terkalahkan oleh apa pun itu.
“Di mana rasa percaya dirimu yang tinggi itu, Xera? Hanya karena pria kau seperti ini, menangisinya seperti wanita lemah. Mana Xeraina yang kuat dan tidak terkalahkan, kenapa yang ada hanyalah wanita lemah yang begitu bodoh karena cinta.”
Xeraina menatap nyalang ke arah Nathan dan membuatnya seketika tercekat akan kalimat yang ditujukan padanya. Semua yang dikatakan oleh Nathan benar adanya, entah kenapa dia seperti ini, terlihat lemah dan begitu bodoh karena sekali lagi dibodohi oleh cinta.
“Nath ...” cicitnya lemah, tanpa bisa melanjutkan kalimatnya.
“Xera, sejak kapan kau seperti ini? Dan apa yang telah dilakukan Jingga padamu sehingga seperti ini? Apa kalian sudah tidur bersama?” tembak Nathan tepat sasaran, yang seketika membuat Xeraina bungkam.
Bungkamnya Xeraina ditangkap oleh Nathan bahwa pertanyaannya itu benar adanya. Xeraina tidur bersama dengan Jingga dan baru mengetahui bahwa Jingga ternyata adalah kekasih dari Flora. Kenapa semua ini terlalu begitu kebetulan?
“Kau harus tetap melakukannya, menjadi model mereka. Dan untuk Flora, aku mau dia tetap menjadi asisten kamu. Kontrak kerja sama tidak semudah itu untuk diputus atau agency kita akan dikenakan penalti. Aku tidak bisa terus-terusan bertanggung jawab atas kesalahanmu, Xera.”
“Nath, tetapi aku tidak menginginkannya. Aku tidak mau melihat mereka lagi. Aku membencinya!”
“Xera, jangan bersikap kekanakan!” bentak Nathan yang seketika membuat Xeraina tersentak dan berjengit mundur. “Jangan membantah, atau aku tidak akan lagi bertanggung jawab atas kerusakan yang telah kau perbuat.”
Tidak, Nathan sama sekali tidak takut akan tuntutan yang akan dilayangkan oleh pihak mereka andai saja Jingga tidak terima dengan kemunduran Xeraina sebagai model mereka. Hanya saja, dia punya rencana untuk membalaskan rasa sakit Xeraina hari ini pada mereka berdua. Nathan sengaja memaksa Xeraina agar mereka tetap saling berkaitan, sehingga dia bisa dengan mudah melancarkan aksinya.
Flora, gadis polos itu benar-benar membuat Nathan tidak habis pikir. Dia masih mengingat kejadian di tempat parkiran malam itu, dan bagaimana gadis itu tidak mau menatapnya bahkan terkesan ketakutan. Caranya menghindar, bahkan cara duduknya yang begitu menjauhinya seakan-akan menyiratkan bahwa jika mereka berdekatan sedikit saja Nathan akan langsung menerkamnya. Jadi, apakah itu semua hanyalah kepura-puraan, hanya karena tidak ingin Jingga cemburu karena melihatnya bersama dirinya?
Oke, baiklah. Jingga telah berhasil membuat Xeraina-nya menangis dan begitu hancur hari ini. Jadi, jangan salahkan dirinya kalau ia melakukan hal yang sama pada kekasihnya. Jika Jingga hanya bermain-main dengan Xeraina, maka Nathan pun akan melakukan hal yang sama pada kekasih kesayangannya. Akan dia tunjukkan pada mereka permainan yang sangat menyenangkan.
Itulah janji seorang Nathan dan ini tentu saja demi Xeraina.
****
Setelah Meira membantu Flora sarapan pagi itu dan memintanya untuk meminum obat, dia langsung jatuh tertidur, begitu nyenyak dan tak bermimpi buruk. Saking nyenyaknya, ia tidak sadar tertidur selama itu. Dan saat ia terbangun, ia tersentak menemukan Jingga tengah duduk di sampingnya dan menatapnya dengan tatapan lekat.
“J—jingga,” cicitnya, sembari berusaha bergerak untuk bangun dari pembaringan.
“Tidak perlu banyak bergerak, tetaplah berbaring.” Jingga-nya sudah kembali, meskipun nada suaranya masih datar dan tidak ada lagi tatapan kasih sayang untuknya di bola mata itu.
Karena tidak ingin membuat Jingga kembali marah padanya, Flora mengikuti permintaan pria itu untuk terus berbaring dan menatap Jingga dengan tatapan takut-takut.
“Flo, sejak kapan kau mulai kembali berhalusinasi? Sejak kapan suara-suara itu kembali mengganggu, sehingga kembali membuatmu memilih melakukan hal bodoh itu?” Jingga sama sekali tidak memaksa, tetapi dari nada suaranya terdengar menuntut agar Flora bisa jujur kepadanya.
Flora tahu kalau setelah ini dia tidak bisa menyembunyikannya lagi, Jingga juga sudah tahu yang pastinya Meira yang memberitahunya. Hanya saja, berat rasanya mulutnya untuk terucap.
“Kali ini jangan menyembunyikannya lagi, Flo.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments