“Selamat pagi!” sapa Flora lengkap dengan senyuman cerah yang hampir mengalahkan sinar mentari pagi di luar sana. Bersamaan dengan suara pintu kamar yang terbuka dan melihat Jingga keluar dari kamar itu tengah menguap sambil meregangkan tubuh.
Sedangkan yang disapa hanya memberi anggukan samar lalu beralih ke mesin pembuat kopi—menyeduh sendiri kopinya. Kopi adalah paket lengkap untuk memulai pagi hari.
“Lagi buat sarapan apa?” tanya Jingga, sambil menyimpan gelas kopi di atas meja untuk Flora dan satunya lagi dia pegang sambil menyeruputnya sesekali.
Flora menyodorkan piring berisi nasi goreng dengan aroma yang menggugah selera, membuat Jingga seketika lapar. “Nasi goreng untuk kamu lengkap dengan telur ceplok matang dan untukku telur setengah matang.”
“Nggak jijik?” tanya Jingga bergidik ngeri melihat Flora menyendok kuning telur yang masih mengental itu.
“Nggak, justru ini sangat nikmat. Di sini letak kenikmatan dari sebuah telur ceplok," jawab Flora acuh tak acuh.
Jingga mengedikkan bahunya, ikutan acuh sama apa yang dimaksud dengan nikmat oleh Flora. Baginya telur seperti itu adalah hal menjijikkan, baginya telur matang adalah kenikmatan yang haqiqi.
“Pertanyaan kamu yang tadi malam aku anggap lelucon. Seperti jokes yang kamu buat. Sangat lucu.” Flora memulai setelah mereka duduk berhadapan di atas meja makan.
Jingga berdeham. “Tetapi kamu nangis. Bukannya tertawa," ujar Jingga singkat, lalu kembali menyendok nasi gorengnya.
“Itu karena aku sudah muak mendengar itu semua. Aku bosan, Jingga. Dan aku tidak mau mendengar lagi jokes yang kamu buat. Itu sudah terdengar payah di telingaku.”
“Muak, ya?” Jingga menyimpan sendok dan garpunya dengan kasar, dentingan sendok yang bertemu dengan piring begitu memekakkan telinga. Laparnya sudah hilang terganti dengan rasa amarah. “Tetapi aku serius, Flora. Itu bukan jokes seperti yang kamu maksud. Aku ingin kita menikah, aku ingin menjadi suami kamu."
“Jawabanku masih sama. Aku harap kamu mengerti.”
“Oke. Aku juga muak mendengar jawaban itu, Flo. Ingatkan aku kalau aku akan kembali mengungkit hal itu. Ini pembicaraan terakhir kita tentang pernikahan.” Lalu pria itu berdiri meninggalkan meja makan untuk kembali memasuki kamarnya. Dia tidak ingin memancing pertengkaran lebih lama lagi dengan Flora. Jadi, dia lebih memilih menghindar dari obrolan menyesakkan itu.
Flora yang ditinggalkan begitu saja. Hanya menatap nanar ke arah Jingga yang menghilang di balik pintu kamar.
Ini adalah pilihan. Pilihan yang sudah dibuatnya bertahun-tahun lalu. Dia hanya tidak ingin membuat Jingga menanggung lebih dari yang seharusnya.
Dia bahagia, 'kan? Tentu saja! Tetapi kenapa ada satu titik menetes dari matanya, yang kemudian disusul titik berikutnya yang kali ini menetes lebih deras.
Iya, Flora memang sedang menangis.
****
“Aku butuh asisten baru!” pinta Xeraina begitu masuk ke ruangan wakil direktur, Nathan.
“Hai, Sayang. Ada apa?” sapa Nathan menatap Xeraina yang tampak begitu marah.
“Rana mengundurkan diri. Wanita sialan itu berhenti jadi asistenku.”
“Seriously ... dia baru satu minggu kerja sama kamu. Dan sudah mengundurkan diri?” Nathan berdecak heran.
“Kesalahan apa lagi yang kamu lakukan?” tanyanya kembali. Nathan tahu betul artis satunya ini, terkenal bergonta-ganti asisten karena sifat semena-menanya yang membuat mereka tidak bisa bertahan lama.
Xeraina memutar bola matanya kesal. “Dia yang bodoh, Nathan. Sudah tahu tidak pandai berenang masih saja nekat untuk terjung ke kolam renang.”
Mendengar informasi itu, Nathan tersentak kaget. “Jelaskan! Secara terperinci jangan ada yang dikurangi ataupun dilebih-lebihkan.”
“Jadi waktu pemotretan bikini di kolam renang, kalung pemberianmu tidak sengaja terjatuh.”
“Jadi kamu paksa Rana turun dan mencarinya langsung?” tembak Nathan cepat.
Xeraina tersentak. Menimbang, apakah harus jujur atau berbohong. Tetapi dilihat dari ekspresi Nathan, pria itu akan semakin marah kalau sampai dia bohong. Jadi, mengangguk adalah jalan satu-satunya.
Nathan menyugar rambutnya kasar, tidak mengerti lagi dengan artisnya yang satu ini. “Astaga ... kamu hampir saja membunuhnya. Sebenarnya apa yang ada dalam pikiran kamu sampai melakukan hal itu?”
“Dia yang salah, Nath.” Xeraina mencoba membela diri. “Kalau dari awal sudah bilang tidak bisa berenang pasti aku nggak akan memaksanya.” Xeraina sebenarnya tidak suka dihakimi seperti ini, tetapi Nathan mana mau berhenti kalau belum mengais sampai ke akar-akarnya. Huffftt ....
“Aku tahu betul tabiat kamu, Xera. Seseorang tidak akan melakukan hal yang membahayakan dirinya kalau tanpa ada paksaan dan kamu memaksanya. Pasti dengan ancaman, iya 'kan?”
Mengangguk lagi. Kenapa pria di depannya sangat pintar menebak kelakuannya. Sialan!
“Xera ... Xera ... aku sudah tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Dalam satu bulan sudah sepuluh kali kamu bergonta-ganti asisten. Dan ini rekor terlama, bertahan satu minggu. Tetapi ternyata sama saja, pada akhirnya dia mengundurkan diri juga.”
Xeraina menunduk dengan rasa bersalah. “Ya sudah, maaf.”
“Sana minta maaf sama Rana, jangan sama aku,” ucap Nathan ketus.
Lagi dan kesekian kalinya dia kembali mengangguk. Kalau bukan permintaan Nathan dia tidak akan melakukan hal itu. Wanita sialan itu bakalan besar kepala kalau seorang Xeraina Agatha meminta maaf. Sial!
Tetapi kalau tidak melakukan hal itu, asisten barunya tidak akan ada. Dan yang akan repot dirinya sendiri. Tidak! dia tidak akan mau hal itu terjadi. Biarlah dia buang harga dirinya, berpura-pura sedikit bukanlah masalah. Bukankah itu memang pekerjaan seorang artis. Akting, yang juga bisa dipraktekkan di dunia nyata.
“Tetapi kamu cari ya asisten baru untukku.” Xeraina sudah memasang puppy eyes andalannya.
“Apa yang bisa kau lakukan untukku bila aku mencari asisten baru untukmu?” tanya Nathan dengan senyuman kurang ajar. See ... wajah marah tadi dengan cepat berganti dengan wajah menyeringai.
Xeraina melipat tangan di depan dada. “Tidak adakah hal lain yang terpikir di kepala tampanmu selain pikiran kotor?”
Alih-alih marah, Nathan justru tertawa kencang mendengar kelancangan wanita itu. “Itulah kenapa kau selalu menjadi favoritku, Xera! Karena kau perempuan cantik bermulut tajam. Baiklah, aku akan mencari asisten baru untukmu.”
Dan Xera melompat ke dalam pelukan Nathan sebelum pria itu sempat mengambil napas setelah menyelesaikan kalimatnya. “Ya! Kamu memang yang terbaik, Nath,” ucapnya sambil tertawa memamerkan giginya yang rapi.
Nathan tersenyum. “Oke! Ayo kita pergi.”
Xeraina mengikuti langkah laki-laki itu sambil melingkarkan tangannya di lengan Nathan dan menikmati tatapan iri sesama artis dan model di sana yang berulang kali mencari perhatian Nathan dan diacuhkan begitu saja.
****
Ada kesenangan tersendiri bagi Xeraina ketika Nathan mengecup bibirnya keras. Bagaimana Nathan menahannya ketika Xeraina bergerak menuruni pria itu. Ia melakukannya dengan lambat sambil menatap mata Nathan yang menggelap. Xeraina merasakan pria itu memenuhinya dan ia masih dipenuhi dengan kekaguman yang sama. Pria itu begitu besar dan selalu mengisinya begitu dalam. Begitu dalam ... hingga napasnya nyaris berhenti ketika ia tidak mampu lagi bergerak.
Ya, pada akhirnya mereka berakhir di dalam kamar hotel.Lebih tepatnya bergelut di atas ranjang bersama-sama.
Nathan menggerung pelan sebelum menggulingkan tubuh mereka berdua ke atas ranjang. Pria itu menjulang di atasnya, menuntut untuk mengklaim bibir Xeraina sementara dia bergerak di dalam tubuhnya. Mereka sempurna. Tubuh mereka seolah diciptakan untuk saling mengisi.
Xeraina menyukai pria itu. Ia suka pada pengaruh yang ditimbulkan Nathan padanya. Ia suka ketika pria itu berada di atasnya, bergerak jauh di dalam dirinya. Xeraina menyukai segalanya tentang pria itu dan segala yang dilakukan pada tubuhnya. Ia mungkin saja naif, tetapi Xeraina tidak tolol. Ia tahu hubungan mereka berdua tidak lebih dalam dari sekedar bercinta yang memuaskan.
Dan apa pun yang sedang dirasakannya untuk Nathan, jatuh cinta adalah area terlarang. Terkutuklah ia kalau sampai harus jatuh cinta dengan saudaranya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments