“Aku pikir kamu ganti sandi apartemen gara-gara ngambek.” Suara itu mengagetkan Flora di sela-sela mengikat rambutnya.
Flora menoleh sekilas, lalu kembali berkutat di depan cermin, melanjutkan kembali mengikat rambut. Sebenarnya ia masih kesal pada pria itu, sejak kemarin sampai tadi malam dia masih diabaikan. Dan pagi ini, tau-taunya Jingga sudah menyambangi apartemenya tanpa rasa bersalah karena sudah membuatnya khawatir. Sial!
“Masih ingat denganku ternyata? Aku pikir kamu sudah lupa,” ucap Flora sarkastik.
Oke, dia memang sedang kesal luar biasa. Jadi jangan salahkan mulutnya yang berubah judes luar biasa pagi hari ini.
Jingga tertawa. Tidak peduli kalau Flora memberinya tatapan membunuh. Flora yang seperti ini sangat lucu di matanya.
“Idih ... masih marah ternyata. Ya sudah aku minta maaf, Flo!" ucap Jingga di sela-sela tawanya.
Flora tetap kekeuh mengabaikan. Sekarang dia yang marah. Biar saja, siapa suruh pria itu sudah mengabaikan pesan dan telepon permintaan maafnya. Biar tahu rasa dia, kalau diabaikan itu tidak enak.
“Jadi aku benar-benar nggak mau dimaafin nih?” goda Jingga kembali. Sengaja memanas-manasi keadaan dengan ocehannya. Berharap Flora mau memaafkannya.
Flora menekuk wajah. Tak mau menanggapi, mencari kesibukan lain. Seperti memperbaiki tatanan ikat rambutnya meskipun sudah bagus karena sudah diulang beberapa kali.
Jingga yang kesal karena diabaikan, berdiri, lalu mendekati Flora. Sadar akan hal itu, Flora berniat menjauh lari keluar kamar menghindar dari jangkauan Jingga. Tetapi sebelum mencapai pintu, tangannya ditarik membuatnya tidak bisa ke mana-mana.
"Lepas, Ga!" pintanya sedikit memohon. Dia merasa putus asa karena lengannya digenggam dengan erat.
Jingga kemudian melepas cengkeramannya, dan tatapannya beralih ke pakaian Flora yang terlihat berbeda.Jingga menelisik tubuh Flora dari atas sampai bawah. Pagi-pagi seperti ini, wanita yang biasanya masih mengenakan piyama kekanakannya, tetapi kini sudah berubah rapi. Terlihat bukan Flora yang biasanya.
“Apa sih, Ga!” ucap Flora jengah dengan tatapan Jingga ke tubuhnya yang membuatnya merasa aneh.
“Mau ke mana? Pagi-pagi sudah rapi?” tanya Jingga cepat.
Jingga kembali memindai penampilan Flora. Gadis itu sudah rapi dalam balutan kemeja kotak-kotak dan rok panjang menutupi mata kaki. Disaat wanita lain lebih memperhatikan style pakaiannya, itu tidak berlaku bagi Flora. Gadis itu berpakaian seadanya, baginya style bukanlah yang utama. Pakaian wajibnya hanya kemeja, rok panjang dan sesekali memakai jeans.
“Ada wawancara kerja.” Flora menjawab dengan nada cuek.
“Kok nggak bilang?”
“Ini aku sudah bilang.”
Jingga mendengkus kesal. “Jadi kalau aku nggak ke sini, kamu nggak akan memberitahuku?”
“Bukan begitu, Gaga. Ini juga baru wawancara, belum tentu diterima. Niatnya sih mau bilang kalau memang sudah benar-benar diterima kerja,” jawab Flora, sambil berusaha melepaskan tangannya dari cekalan tangan Jingga dan untungnya Jingga berbaik hati melepasnya.
“Kamu serius mau kerja? Aku masih mampu loh, Flo. Aku masih bisa biayain kamu.”
Flora balas mendengkus. “Sampai kapan?” Wanita itu menatap tajam ke dalam bola mata Jingga. “Sampai kapan aku jadi tanggungan kamu? Sampai kapan aku jadi parasit dalam hidup kamu? Kapan aku bisa mandiri kalau begini terus?”
“Flo, kamu bukan parasit dalam hidupku. Aku hanya tidak ingin melihat kamu bekerja, karena aku masih bisa melindungi dan membiayai kamu.” Jingga mengambil tangan Flora, menggenggamnya dengan penuh kelembutan.
“Atau kalau kamu memang ingin bekerja kamu bisa di tempatku. Pilih sesukamu mau posisi apa, pasti aku turuti.”
Flora berdecak kesal. “Ini nih yang nggak aku suka dari kamu. Suka seenaknya.” Flora mengambil ponselnya yang sedang berdering, berbicara sebentar kepada si penelepon lalu kembali mendekati Jingga. “Udah ya, capek bicara sama kamu. Aku buru-buru.”
Flora meraih tote bag dari atas kasur, menyampirkan talinya di pundak sebelum melangkah keluar kamar meninggalkan Jingga.
“Tunggu, aku antar!”
Flora menoleh, berseru sebelum menarik gagang pintu. “Nggak perlu. Pesanan taksiku sudah ada di bawah.”
Lalu keluar, meninggalkan Jingga dalam keheningan. Bunyi dentuman pintu menemaninya dalam keheningan.
****
“Mbak Xera, ada yang nyariin tuh.” Seorang office girl menghadangnya sebelum memasuki ruang make up.
“Siapa?”
Office girl itu menunjuk seorang wanita yang sedang duduk di ruang tunggu. “Katanya mau ketemu sama Mbak Xera. Tentang wawancara kerja katanya.”
Xeraina tampak berpikir, wawancara kerja? Kerja apaan? Perasaan dia tidak membuka lowongan pekerjaan. Lama dia berpikir, sebelum ingatan membawanya ke peristiwa mengundurnya asisten pribadinya. Ah ... jadi dia calon asisten barunya? Nathan cepat juga mendapatkan asisten untuknya.
Perempuan cantik itu kemudian mengangguk, lalu berjalan mendekati wanita itu yang tampaknya tidak menyadari kehadirannya. Fokusnya tidak teralihkan, pandanganya mengedar seperti menjelajahi sekitarnya.
“Jadi kamu yang mau jadi asisten saya?”
Suara lembut itu membuat Flora tersentak. Dia berdiri dari tempatnya dan mendapati seorang wanita cantik yang dibalut dengan pakaian mewah sangat pas di tubuh semampai itu. Pandangan wanita cantik itu juga tampak mengamati Flora dari atas sampai ke bawah, membuat Flora jengah dan secara otomatis menyentuh rambutnya. Memastikan kalau tidak ada rambut yang mencuat, yang sebenarnya sangat tidak mungkin mengingat tadi sudah beberapa kali ia memperbaiki tatanan ikat rambutnya di depan cermin. Atau jangan-jangan ada sarang burung yang bertengger di atas kepalanya? Dia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, membuyarkan pemikiran anehnya. Pikiran konyol apa itu, Flora?
Flora tersenyum. “Iya, tadi malam aku dapat email yang memintaku untuk datang langsung ke sini untuk wawancara. Mbak Xeraina, yah?”
Xeraina mengangguk. “Kamu?”
Wanita itu kembali nyengir. Sepertinya wanita di depannya sangat senang dan dipenuhi kebahagiaan yang meletup-letup, batin Xeraina.
“Nama saya Floransia Calla. Bisa dipanggil Flo atau Flora, Mbak. Saya orangnya serba bisa, penurut, bisalah dipertimbangkan menjadi asisten, Mbak.” Flora berkata dengan penuh rasa percaya diri tinggi. Membanggakan diri sangat penting jika melamar kerja, itulah yang menjadi motivasinya selama ini.
“Orang yang penuh rasa percaya diri rupanya.” Xeraina mengambil tempat tepat di depannya, duduk dengan anggungnya. “Tetapi sebenarnya aku nggak butuh itu semua. Cukup kamu bisa bertahan kerja denganku paling lama satu minggu. Kamu pasti sudah dengar bagaimana reputasiku di kalangan orang-orang yang pernah bekerja denganku. Rekor terlama mereka hanya satu minggu, dan aku harap kamu bisa lebih dari mereka. Kamu punya jiwa yang tangguh itu lebih dari cukup.”
Tanpa sadar Flora berdecak kagum. Wanita di depannya berbicara panjang lebar dan terdengar sangat lembut di telinganya. Penuh kehati-hatian dan tegas. Seketika Flora kagum dengan wanita anggung di depannya itu.
“Aku pasti bisa!” ucap Flora kembali. Rasa percaya dirinya belum surut, malah semakin menggebu-gebu.
“Baiklah, ayo kita coba. Kamu saya terima kerja jadi asistenku.” Xeraina lalu berdiri memperbaiki tatanan dress-nya sebentar, lalu melangkah dengan anggun menjauhinya.
“Apa, Mbak. Saya diterima?” tanya Flora di sela-sela rasa kagetnya. Masa iya, langsung diterima? Segampang ini?
Xeraina menoleh. “Kamu nggak mau?”
Flora menggeleng kasar. “Nggak, Mbak. Aku mau!"
“Oke, kamu bisa tunggu di situ dan tunggu aku sampai selesai make up. Kita akan mendatangi perusahaan untuk menandatangani kontrak kerja sama sebagai model ambassador mereka. Dan ini adalah pekerjaan pertamamu," ucap Xeraina lalu memasuki sebuah ruangan make up artist.
Flora tak henti-hentinya tersenyum lebar. Ternyata segampang ini diterima kerja tanpa banyak pertanyaan yang menguras otak untuk dijawab. Hanya perkenalan dan ... sudah, langsung diterima kerja. Hebat sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments