"Adek di sini saja ya, baik-baik dan dengarkan apa kata gurunya. Ibu tunggu adek di belakang panggung," izin Alea pada putrinya sambil mengelus rambut Devina yang tengah diikat dua.
Ia segera meninggalkan ruangan putrinya ketika mendapatkan jawaban. Wanita itu kembali menemui seseorang yang tadi menawarkan bantuan kepadanya. Ia menengok kanan kiri saat berada di pintu masuk, tetapi tidak menemukan siapa pun.
"Nona, saya di sini," ucap Adrian menghampiri Alea.
"Terima kasih sudah bersedia menjaga barang saya."
"Sama-sama, makanannya tidak mau dimakan dulu? Siapa tau anak-anaknya lapar nona."
"Tidak, anak-anak saya sarapan di kereta api tadi. Mari!" Alea menunduk sejenak sebelum akhirnya meninggalkan Adrian guna menuju belakang panggung.
Lomba pertama yang akan ditampilkan adalah lomba melukis. Sekalian membuktikan gambar yang dibuat oleh anak yang dikirimkan orang tua masing-masing melalu surel.
"Ibu!" panggil Devina yang berjalan bersama anak-anak lainnya.
"Adek siap?"
"Siap ibu, adek dapat banyak alat gambar." Devina memperlihatkan kotak yang telah di dapatkan masing-masing saat berada di dalam ruangan tadi.
"Pintar banget anak, Ibu."
Ketika semua peserta lomba telah menaiki panggung, Alea akhirnya menuju kursi penonton untuk menyaksikan kepercayaan diri putrinya. Namun, langkah Alea terhenti ketika melihat 6 juri duduk tepat paling depan. Jantungnya berdetak tidak karuan melihat pria yang ia cintai, sayangnya tidak pernah mencintainya.
"Ke-kenapa dia yang menjadi jurinya?" lirih Alea tidak percaya.
Tangan dan kaki wanita itu terasa lemas, rasa takut kian menghampirinya padahal anak-anaknya baru saja akan tampil. Tubuh Alea hampir terjatuh kalau saja tidak ditahan oleh pria berjas senada dengan Rocky.
"Nona baik-baik saja?" tanya Adrian. Alasan ia selalu berada di sekitar Alea, tidak lain adalah perintah Rocky.
"S-saya baik-baik saja."
"Kalau begitu duduklah, Nona."
Alea menggelengkan kepalanya, ia segera meninggalkan aula dan memutuskan menunggu di belakang panggung, berharap Rocky tidak melihatnya.
Sementara di atas panggung, puluhan anak sedang melukis di atas kanvas putih masing-masing. Mereka bebas mengekspresikan isi hati lewat sebuah lukisan, sehingga Devina dengan telaten terus mengerakkan tangan mungilnya. Gadis kecil itu telah terbiasa karena sejak dulu hobinya didukung oleh ibu.
Seperti hari-hari sebelumnya, Devina kembali melukis sebuah keluarga bahagia dan itu semua tidak luput dari perhatian Rocky dan juri-juri lainnya.
Satu jam berlalu, akhirnya sesi melukis telah selesai. Gambar mereka satu persatu disorot oleh layar proyektor agar bisa dilihat oleh penonton secara dekat. Selama itu pula retina Devina terus mencari keberadaan ibunya yang berjanji akan berada di depan panggung menyaksikannya.
"Ibu?" lirih Devina meremas dress pink yang ia kenakan.
"Kakak di sini adek!" teriak Davino dari arah kursi penonton.
Devina tersenyum lebar, hatinya lega melihat kakaknya ada di sana. Davino sengaja duduk di kursi penonton atas permintaan ibunya. Alea tahu seperti apa Devina jika tidak melihat salah satu dari mereka.
"Wah-wah gambar adek-adek cantik semua ya. Boleh dong kakak tanya satu-satu sebelum juri memberikan hadiah," ucap Mc berusaha berteman dengan anak-anak agar merasa nyaman di atas sana.
Mc yang bertugas menghampiri anak dengan urutan pertama, menunggu selesai bicara sebelum akhirnya giliran Devina.
"Devina ya namanya?"
"Iya, om. Nama saya Devina, saya punya kakak sayang banget sama Devina," jawabnya terlalu panjang sehingga membuat beberapa orang tertawa, terutama Arumi yang duduk tepat di samping Rocky.
Sementara Rocky sendiri, tatapannya tidak pernah teralihkan pada gadis kecil mengemaskan di atas panggung. Terlebih saat menjawab beberapa pertanyaan dari Mc.
"Kakak boleh tahu tidak kenapa Devina menggambar keluarga bahagia dengan latar rumah atau istana?"
"Karena Devina ingin seperti itu, Om. Ayah, ibu, kakak dan Devina."
"Bukannya sudah?"
Devina menggeleng, ia beralih menatap kembarannya yang masih tersenyum. "Ayah hilang, tapi ayah selalu datang ke mimpi Vina, katanya ayah akan menjemput Vina, kakak, dan ibu ke istana."
"Anak manis."
Rocky menunduk, hatinya sakit mendengar ucapan putrinya di atas sana. Harusnya ia tidak mempercayai kematian istrinya 6 tahun yang lalu, dan terus mencari agar bisa membuat anak-anaknya mempunyai keluarga yang lengkap.
"Rocky, are you okay?" tanya Arumi yang menyadari gerak gelisah Rocky.
"It's okey."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Bonny Liberty
iya hilang lagi sibuk nyari otak sama hati di rumah makan Padang 😏
2024-03-12
0
Jamaliah
😭😭😭😭😭😀
2024-02-25
0
𝓐𝔂⃝❥🍁●⑅⃝ᷟ◌ͩṠᷦụᷴfᷞi ⍣⃝కꫝ🎸❣️
sesak dadaku baca, kasian devina mau keluarga utuh,devina anak manis.
2024-02-08
4