Bekerja tanpa kenal lelah untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, membuatnya lupa waktu hingga tidak terasa hari telah gelap dan dia baru saja sampai di hotel yang dia pesan tadi pagi. Rocky duduk di sofa sambil meneguk sebotol air. Rasa haus itu kembali melanda dirinya lantaran jauh dari sang istri.
Atensinya teralihkan pada benda pipih yang berdering sesekali. Ia segera menjawab dan menempelkan ponsel itu di telinganya.
"Kak Rocky ke mana? Sejak tadi Arumi menangis. Sepertinya dia mencarimu," ujar Eril. Adiknya di seberang telepon.
"Saya ada di luar kota mengurus pekerjaan. Lagi pula kenapa Arumi bersamamu, di mana Alea?" Kening Rocky mengerut.
"Aku tidak tahu ke mana dia. Yang aku tahu, dia menitipkan Arumi karena ada keperluan penting."
"Aku pulang sekarang!"
Rocky segera bergegas menuju bandara tanpa mengidahkan rasa lelah bekerja seharian. Rencananya dia akan pulang besok dan istirahat malam ini, tetapi Arumi dan keberdaaan calon ibu dari anaknya jauh lebih penting.
Sepanjang jalan, Rocky terus mencoba menghubungi Alea, tetapi jawabannya tetap sama, nomor yang dia tuju sedang berada di luar jangkauan. Ia memejamkan matanya. "Aku harap dia tidak bertidak bodoh lagi," gumamnya dengan tenang.
Entah kesalahan apa lagi yang ia lakukan sehingga Alea menghilang tanpa kabar. Padahal tadi malam hingga pagi harinya dia melihat Alea tampak biasa-biasa saja. Selalu tidak ada emosi jika bicara dan enggang menatapnya secara berlebihan.
Rocky mengerti akan kebencian wanita itu terdahapnya, tetapi tidak harus bertingkah ke kanak-kanakan saat hamil besar bukan?
...
Jam sebelas malam, barulah Rocky sampai di rumah adiknya setelah menempuh perjalanan cukup jauh. Untung saja masih ada penerbangan terakhir menuju ibu kota.
"Apa dia masih menangis?" tanya Rocky duduk di ruang tamu.
"Sudah tidur, bermalamlah, Kak."
"Tidak, aku harus pulang. Aku harus memastikan Alea ada di rumah atau tidak. Sejak tadi dia susah dihubungi." Rocky kembali beranjak meski tempat duduknya belum panas.
Dia kembali menitipkan Arumi kecil pada adiknya karena tidak tahu akan membawanya seperti apa. Pria itu melajukan mobilnya cukup ugal-ugalan guna sampai di apartemen dengan cepat.
Di bukanya apartemen tepat di depan apartemennya. Tempat tinggal itu sengaja dia belikan untuk Alea setelah menikah lantaran wanita itu tidak ingin tinggal di kediamannya, dengan alasan trauma akan kejadian tidak terduga saat dia mabuk, beberapa bulan lalu.
Rocky menghela napas panjang mendapati apartemen yang biasanya hidup dan selalu hangat, terasa sangat dingin. Kecurigaannya benar, Alea pergi, terbukti pakaian dan berkas-berkas penting istrinya tidak ada di lemari.
Ia merogoh saku jasnya, kemudian menghubungi seseorang.
"Cari keberadaan istri saya sekarang!"
"Bukannya Nona Alea ...."
"Dia kabur lagi entah ke mana, padahal hampir melahirkan."
"Baik, Tuan."
Rocky meletakkan ponselnya di atas meja. Kembali meneguk sebotol air hingga tandas lantaran haus berlebihan. Bagaimana ini? Ia selalu sulit makan jika bukan buatan dari Alea. Ia akan tersiksa seperti sebelum-sebelumnya. Haus berlebihan dan muntah jika memakan sesuatu.
"Entah apa yang ada dipikiranmu Alea. Aku kira di usia 22 tahun, kau bisa berpikir dewasa. Tidak egois seperti ini."
...
Jam 6 pagi hari, seorang wanita menarik kopernya memasuki sebuah rumah sangat kumuh setelah berjalan cukup jauh. Ia mendorong pintu rapuh itu hingga terdengar decitan kecil.
Rumah penuh akan debu dan kenangan, Alea kembali ke sana karena bersembunyi. Ia menghela napas panjang karena lelah. Duduk di kursi rotang usai melap debunya dengan tisu.
"Ini rumah kita, Nak. Kita akan tinggal di sini. Ibu akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan kalian," gumamnya sambil mengelus perut yang bergerak cukup aktif, terlebih ada dua nyawa di dalam sana.
Matahari yang menyingsing dari jendela, membuat mata Alea terpejam sejenak. Ia bangkit dari duduknya setelah rasa lelahnya cukup hilang. Ia bergegas beres-beres rumah agar bisa tidur dengan tenang di rumah peninggalan orang tuanya.
Kehadirannya di rumah itu mengambil perhatian beberapa warga yang memang selalu kepo dengan kehidupan tetangga yang lainnya.
"Aduh-aduh, anaknya pak Wawan bukan sih? Udah besar aja dan hamil besar. Suaminya mana?" tanya salah satu tengga ketika melihat Alea menyapu di depan rumah.
"Pergi pas usia tujuh belas tahun, eh sekarang udah hamil aja."
"Suaminya mana, Neng?"
"Apa jangan-jangan pulang karena nggak punya suami ya?"
Pertanyaan serta todongan terus saja terdengar di telinga Alea, padahal ia datang ke sini untuk menenangkan diri.
"Saya ke dalam dulu ya, Bu." Izin Alea lantaran tidak ingin mendengar ocehan yang akan membuatnya hilang kendali.
Wanita itu hanya akan fokus pada kehamilannya saja tanpa mengidahkan siapapun, termasuk para tetangga kepo yang tidak punya kerjaan.
...
Tidak ingin berdiam diri saja dan hidup lontang-lantung di desa peninggalan orang tuanya. Hari ini Alea memutuskan untuk mengunjungi salah satu puskesmas yang tidak sengaja dia lewati saat akan ke rumahnya naik gojek. Di sana ada kertas tertempel sedang mencari staff administrasi. Kebetulan dia lulusan Admistrasi saat di kota dulu.
Setelah bertanya-tanya dan dialihkan pada pihak yang berwenang, akhirnya Alea diterima bekerja, karena puskesmas pemerintah itu sangat membutuhkan staff, terlebih Alea salah satu lulusan terbaik saat di kota.
"Kamu bisa mulai kerja hari ini. Tapi kamu harus tahu kalau gajinya tidak sebesar di kota."
"Tidak masalah, Pak. Saya akan melakukan yang terbaik," ucapnya penuh semangat.
Akhirnya setelah tinggal hampir satu minggu di desanya, ia mendapatkan pekerjaan yang akan membuatnya tidak terlalu sengsara. Alea terus menekuni pekerjaanya tanpa peduli kejulitan para tetangga yang selalu mencari-cari kesalahan, terutama memfitnahnya hamil di luar nikah dan aib desa.
Bahkan beberapa warga mempengaruhi kepala Desa untuk mengusirnya dari kampung. Bukan karena dia hamil, tetapi iri Alea bisa langsung bekerja di puskesmas padahal beberapa anak-anak mereka hanya lulusan SMA saja.
"Kirain nggak bakal jadi orang kamu. Sok-sok an pengen kuliah di kota sampai bapak kamu menjual kebun dan motornya. Untung nggak jual rumah," celetukan ibu-ibu saat Alea melintas sepulang dari puskesmas.
"Alhamdulillah sekarang udah punya pekerjaan, Bu. Bapak saya nggak sia-sia jual kebun."
"Halah baru kerja di puskesmas kecil aja udah belagu. Urus tuh anak kamu yang nggak punya bapak. Kalau pak Wawan dan istrinya hidup, pasti malu banget anaknya hamil di luar nikah."
Tangan Alea terkepal, ia memejamkan mata sejenak hanya untuk mengatur emosinya agar tidak meledak di depan ibu-ibu pengosip tersebut.
"Urus saja hidup ibu. Jaga anak perempuannya baik-baik. Nasib sial nggak ada dalam kalender. Jangan sampai sibuk ngawasin anak gadis orang yang nakal, malah anaknya yang ke bablasan." Keluar sudah kata-kata mutiara dari mulut Alea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
ibu tangguh ibu kuat Alea, abaikan kejulitan tetangga
2024-07-31
0
Ami Kerto Surat
beeenerrr jangan sibuk ngurusin kehidupan orang tapi lupa ngurusin hidup sendiri
2024-03-12
1
~**Alfi_Pjm** ~💜💜💜
🌺☘️💞
2024-02-20
0