Air mata Alea terus berjatuhan sambil memandangi wajah anak-anaknya yang lahir tanpa drama menyakitkan apapun. Sampai saat ini ia tidak pernah menyangka akan memiliki anak di usianya cukup muda, terlebih harus menanggung semuanya sendiri, meski Keegoisannya.
"Sekali lagi maafkan ibu yang sudah memisahkan kalian dari ayah kalian. Ibu janji tidak akan membuat kalian kekurangan kasih sayang meski sedikit pun," lirihnya mengusap pipi cubi putra dan putrinya secara bergantian.
Alea selalu berdoa di sepanjang malamnya agar bayi yang dia kandung mirip dengannya, tetapi doa nya tidak dijamah oleh yang kuasa, terbukti pahatan wajah anak-anaknya mirip dengan Rocky. Yang menjadi kemiripan dirinya hanyalah mata cantik itu.
"Jauh-jauh hari ibu sudah menyiapkan nama untuk kalian berdua, tetapi karena salah satunya perempuan, ibu ubah sedikit hehehe." Alea tertawa dalam tangis harunya.
Ia bergerak untuk mencium putranya dan membisikkan sebuah nama tanpa mengikutkan marga Rocky. "Davino Alen. Nama yang bagus kan, Kakak? Dan untuk adek ...." Alea kini mencium pipi putrinya yang tampak terlelap. "Devina Alin."
"Nama yang indah, Mbak. Semoga mereka bisa menjadi anak yang berbakti," celetuk bidan yang membantu Alea melahirkan tadi.
"Terima kasih, Doanya, Mbak." Alea tersenyum ramah.
....
Rasa sakit yang semakin menjadi setiap waktu bertambah membuat Rocky benar-benar tersiksa. Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi setelah menggedang layaknya orang yang sedang melahirkan.
"Wajah kak Rocky kenapa memerah seperti itu?" tanya Eril yang datang setelah ditelepon olehnya.
"Mana obat?" tanya Rocky menengadahkan tangannya.
"Aku tidak beli, kata Rahma gejala kak Rocky seperti gejalanya saat melahirkan. Mungkin rasa sakit kak Alea berpindah padamu." Eril duduk di sofa diikuti Rocky.
"Bagaimana mungkin, padahal dia telah membawa kedua calon anakku menuju surga dua minggu yang lalu." Rocky memijit kepalanya yang terasa pusing. Rambutnya masih saja basah lantaran tidak sempat mengeringkannya.
"Maksudmu?" Kening Eril mengerut.
Rocky menghela napas panjang, alih-alih menjawab pertanyaan adiknya, ia segera masuk ke kamar tanpa keluar lagi. Benar-benar tidak menghargai tamu, padahal Eril rela datang jauh-jauh dan meninggalkan anak dan istrinya di rumah hanya karena memenuhi permintaan Rocky.
Eril beralih pada laptop yang sejak tadi terbuka dan menampilkan sebuah surel. Di dalamnya ada foto wanita dengan perut besar berlumuran cairan merah. Wajahnya tidak terlalu jelas karena sedikit hancur karena kecelakaan.
"Kenapa aku tidak percaya bahwa foto itu benar-benar Alea? Tetapi buku diary itu jelas miliknya," gumam Eril. Dulu Alea pernah tinggal di rumahnya dan ia mengenali buku diary istri kakaknya.
"Tapi aku ...." Ucapan Eril terhenti karena deringan telepon dari sang istri.
...
6 Tahun kemudian ....
Berhasil membesarkan anak-anaknya seorang diri dengan menahan hinaan demi hinaan dari warga desa, tidak membuat Alea tumbang begitu saja. Malahan karena hal itu ia semakin kuat dan ingin membuktikan pada semua orang bahwa menjadi orang tua tunggal tidak akan membunuh masa depan seorang anak, juga membuat rasa percaya diri itu hilang.
Namun, kelemahan terbesar Alea adalah anak-anaknya sendiri, terlebih ketika Davino dan Devina mempertanyakan siapa ayah mereka seperti saat ini.
Alea tengah memangku putrinya yang sesenggukan setelah bermain seharian di luar.
"Adek tidak boleh menangis, orang cengeng adalah orang yang lemah," ucap Davino menghapus air mata adiknya dengan ibu jari.
"Tapi kakak, mereka bilang kita tidak punya ayah."
"Kenapa menangis? Bukannya benar kita tidak punya ayah. Iya kan, ibu?" Davino mendongak menatap ibunya yang masih terdiam.
Alea tidak tahu harus mengatakan apa pada anak-anaknya sekarang.
"Gambar adek dirobek sama teman-teman karena katanya tidak pantas. Padahal Vina buat itu biar memenuhi keinginan Vina. Keluarga bahagia bersama ayah."
"Siapa yang merobeknya, Nak? Katakan pada ibu!"
"Tetangga depan rumah, Ibu."
Alea mengepalkan tangannya, ia paling tidak suka jika ada yang menindas anak-anaknya.
"Kakak, bawa adiknya ke kamar. Ibu ada urusan sebentar."
"Iya, Ibu." Davino berdiri dan meraih tangan adiknya yang masih menangis sesekali. "Ayo, gambar ulang lagi, kakak bantu!" ajaknya.
Melihat anak-anaknya masuk ke kamar, Alea segera meninggalkan rumah untuk menemui tetangga di depan rumahnya. Ia mengetuk pintu beberapa kali hingga akhirnya dibukakan oleh pemilik rumah.
"Ada apa kamu ke sini? Saya nggak berminat ngasih sumbangan buat kamu!"
"Saya tidak meminta sumbangan, Bu. Saya hanya ingin bertemu anak ibu!" lirikan mata Alea tertuju pada anak kecil yang bersembunyi di belakang ibunya.
"Kenapa kau mencari putriku?"
"Karena dia telah merobek gambar putri saya!"
"Baperan sekali kamu. Namanya anak-anak, bermain dan merusak mainan itu wajar."
Alea tertawa sumbangan. "Jika seseorang bermain dan bercanda, maka mereka semua tampak bahagia dan tertawa bersama, tetapi jika salah satunya menangis, artinya perundungan."
Ibu-ibu di hadapan Alea langsung menatap anaknya yang bersembunyi. "Apa benar kamu merobek gambar jelek Vina?"
Anak berusia 8 tahun itu menganggukkan kepalanya cepat. "Gambar Vina nggak jelek. Gambar Vina cantik makanya aku robek. Kata ibu, tidak ada yang boleh berada di atas kita."
"Ternyata ajaran sesat ibunya." Alea tersenyum sinis. "Saya tidak akan diam jika ada yang mengusik anak-anak saya meski suami ibu kepala desa!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Vika Ismy
klo sdh menyangkut anak, ibu2 bakal jd singa yg kelaparan jika anak kita ada yg menyakiti, semangat Thor end Alia 😂
2024-07-28
0
Zareenakim🥰
Bidan thor
2024-03-21
0
Esther Lestari
ajaran sesat ibunya
2024-03-12
0