Bab 20

Bugh! 

Bugh!

Bogeman mentah menghantam rahang keras Axel. Tanpa melawan Axel menerima setiap pukulan yang dilayangkan oleh kakak tertuanya. 

"Kakak berhenti! Kalau kau terus seperti ini dia bisa mati." Elena memisahkan kakaknya agar tidak terus memukul adiknya. 

"His…." Axel menyeka sudut bibirnya yang berdarah. Pukulan yang dilayangkan kakaknya tidak main-main. Walaupun wajahnya babak belur tapi itu tidak membuatnya jelek malah menambah ketampanannya. 

"Bajingan ini! Apa yang kau pikirkan! Karena cemburumu kau mengatakan hal-hal yang menyakitinya. Dia masih anak-anak dan kau jatuh cinta padanya? Kau ingin dicap sebagai pedofil, hah?! Ingat kau masih memiliki tunangan dan sebelum pernikahanmu berlangsung hilangkan perasaanmu padanya, mengerti!"tegas Luke.

Mendengar perkataan kakaknya Axel tersenyum remeh. Apa menurutnya dia akan mematuhinya? Tidak ada yang berhak mengatur kehidupannya, bahkan ayahnya saja tidak berhak. Dan dia terpaksa menyetujui pertunangan itu karena permintaan terakhir ibunya sebelum wafat. 

"Aku tidak peduli mau dicap seperti apa oleh orang lain karena yang aku inginkan adalah gadis kecilku. Kakak tidak berhak mengaturku dan soal pertunangan… persetan dengan itu aku tidak akan menikahinya." Setelah mengatakan hal itu Axel langsung pergi meninggalkan kakaknya yang tak bisa berkata-kata. 

"Bajingan itu!" Luke menunjukan punggung adiknya dengan jari gemetar karena marah. 

"Kakak tenanglah, redakan amarahmu." Elena menepuk punggung kakak tertuanya. 

Sebagai kakak perempuan yang sering menghabiskan waktu dengan adiknya Elena tahu bagaimana sifat Axel. Apa pun yang dia inginkan Axel akan mendapatkan bagaimanapun caranya entah dengan cara kotor atau bersih. Dan Axel memiliki keposesifan tinggi terhadap barang berharganya tidak ada yang boleh memegangnya atau menginginkannya. 

Dia pernah membawa adiknya ke psikolog dan menjalani beberapa pengobatan. Dia kira setelah pengobatan itu adiknya akan berubah, tapi melihatnya sekarang apa yang dia lakukan ternyata sia-sia. 

"Bagaimana bisa tenang! Bajingan itu hanya bisa membuatku naik darah! Entah turun dari siapa sifatnya yang keras kepala itu."

"Kita perlu memberi tahu Ayah, jika Axel melakukan hal nekat seperti membatalkan pertunangan hubungan keluarga kita dengan mereka akan buruk,"saran Elena yang langsung disetujui oleh Luke. 

"Aku tahu."

"Kalau begitu aku akan menemui Alleta." Tanpa menunggu balasan kakaknya Elena langsung berlalu keluar. 

°°°°°

"Bunda jangan nangis aku gak papa kok ini hanya luka kecil,"ucap Alleta lembut sambil menghapus air mata di wajah ibunya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya sedang diobati oleh ibunya. 

"Luka kecil apa lihat sampai merah dan bengkak gini." Laura dengan hati-hati mengoleskan salep yang diresepkan dokter ke tangan Alleta. 

"Bunda, aku mau ikut Bunda ke rumah kakek boleh?"tanya Alleta hati-hati. 

"Boleh dong, tapi bagaimana dengan sekolahmu? Jarak dari rumah kakek kan jauh."

"Besokkan libur, aku udah lama gak ketemu kakek." 

"Oh iya, kalau gitu Bunda suruh pelayan menyiapkan kebutuhanmu." Laura segera memerintahkan pelayan yang kebetulan ada kamar Alleta untuk menyiapkan keperluan Alleta. 

"Aku juga mau ikut,"ujar Nathan tiba-tiba. 

"Oke kita akan berangkat nanti sore."

Tanpa disadari oleh mereka seseorang sedang menguping pembicaraan mereka di balik pintu yang sedikit terbuka. 

Axel mengepalkan tinjunya, kilatan cahaya dingin melintas di matanya. 

"Apa yang kau lakukan di sini?"tanya Elena seraya mengerutkan keningnya saat melihat tingkah mencurigakan adiknya. 

Bukannya menjawab Axel malah nyelonong pergi dengan aura dingin yang kuat. 

Elena mengedikkan bahunya acuh saat melihat kepergian Axel. Dengan raut bahagia Elena menjinjing beberapa hadiah untuk diberikan kepada ponakannya. 

"Baby girl lihat apa yang Bibi bawakan untukmu."

Alleta mengangkat kepalanya, memperhatikan bibinya membawa berbagai paper bag besar dan kecil. 

"Padahal aku udah bilang Bibi gak perlu bawakan hadiah untukku,"ujar Alleta merasa tak berdaya dan tak enak. 

Karena perkataan kakaknya dia sekarang sadar mereka bukan siapa-siapa. Dulu dia terlena oleh perhatian dan kasih sayang yang mereka berikan sampai membuatnya lupa. Dia takut, takut kalau suatu hari nanti dia tidak bisa membalas kebaikan mereka. 

Apa yang dikatakan kakaknya benar dia harus belajar dan belajar untuk membanggakan mereka dan tidak membuat mereka kecewa. Dia tidak bisa menyia-nyiakan kebaikan mereka. 

°°°°

Di sisi lain suasana kantor sangat mencekam. Para karyawan tidak berani bersuara barang sedikit pun karena takut menjadi sasaran amarah bosnya yang tiba-tiba datang dengan aura mematikan. 

"Proposal apa ini?! Apa kau bahkan tidak bisa mengerjakan pekerjaan mudah seperti ini, hah! Bukankah kau lulusan IT terbaik dari Universitas ternama?!"sembur Axel melempar proposal itu ke atas meja. 

"Ma-maaf Tuan, saya akan mengubahnya kembali." Dengan tangan gemetar karyawan pria itu mengambil proposal miliknya lalu berlari kabur dari ruangan bosnya. Jika lebih lama lagi di sana dipastikan dia akan pingsan. 

"Hah…." Lagi-lagi dia tidak bisa mengontrol emosinya. Axel memijat pelipisnya yang pusing, bayangan wajah ketakutan Alleta melintas di benaknya membuat dia sesak. 

Tok…Tok… Tok… 

"Masuk."

"Tuan,"sapa Sean hati-hati. 

"Ada apa?"tanyanya tanpa membuka mata. 

"Besok malam ada acara makan keluarga bersama keluarga Parker dan Tuan besar menyuruh anda untuk hadir kalau tidak…" Sean sedikit ragu-ragu untuk mengatakan pesan dari tuan besar. 

"Apa?"tanya Axel tidak sabar. 

"Kalau tidak… Tuan Besar akan menjauhkan Nona Alleta dari anda dan tidak akan membiarkan anda bertemu dengan Nona Alleta."

Brak! 

Meja kerja yang tadi baik-baik saja sekarang retak akibat pukulan kuat dari bosnya, Sean tidak bisa menahan kedua kakinya yang gemetar. 

"Tu-Tuan."

"Sialan!"

°°°°

"Cepat-cepat makanannya sudah beres semua, kan? Tidak ada yang kurang?"tanya James kepada kepala pelayan. 

"Semuanya sudah beres Tuan, anda tidak perlu khawatir,"jawab kepala pelayan itu sopan. 

"Bagus-bagus ayo kita ke depan." James berjalan keluar dengan cepat diikuti oleh kepala pelayan, dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Alleta. 

Tak lama kemudian sebuah mobil Alphard berhenti di garasi. Dan yang pertama turun adalah gadis kecil yang di tunggu-tunggunya. 

"Oh cucuku…."

"Kakek…." Alleta memeluk kakeknya sebentar lalu melepaskannya. 

"Kakek apa kabar?"

"Kakek baik, oh lihat badanmu jadi lebih kurus pasti karena tidak ada yang mengurusmu,"ujar James.

Alleta tertawa kecil padahal berat badannya masih sama. Tapi dia merasa hangat oleh perhatian dari kakeknya. 

"Ayo cepat masuk, Kakek sudah menyiapkan makanan favoritmu." James menuntun Alleta masuk ke dalam tanpa memperdulikan keempat orang dibelakang. 

"Apa Kakek buta? Kenapa Kakek tidak mengajak kita juga? Apa kita bukan bagian keluarganya?"gerutu Nathan. 

"Hahaha ayo masuk. Karena di mata kakek hanya ada Alleta, kita hanya makhluk astral." Elena merangkul pundak keponakannya, mengikuti kakak dan kakak iparnya. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!