Bab 17

Seorang wanita cantik berjalan cepat keluar dari bandara dikawal oleh beberapa bodyguard yang berjaga di kedua sisi, mencegah dari para fans agar tidak terlalu dekat. 

"Ah dewi! Dewiku kembali!"

"Aku mati, kenapa dewiku bisa secantik ini!"

"Kak Sabrina!"

"Akh! Dia sangat cantik!"

"Kak Sabrina!"

Sebelum pintu mobil tertutup Sabrina melambaikan tangannya ke arah para fans yang sangat antusias karena kepulangannya ke Indonesia. 

"Hah… dasar orang-orang bodoh memangnya gak ada kerjaan lain apa,"cela Sabrina setelah melepas maskernya. 

"Kakak jangan berkata seperti itu bagaimanapun mereka para pendukungmu,"ujar sang asisten. 

"Akh sial… sudah berani kau menceramahiku, hah?!"bentak Sabrina seraya menjambak rambut asistennya. 

Beberapa hari ini suasana hatinya sedang buruk karena foto yang dikirimkan oleh bawahannya. Pria yang menjadi tunangannya berkencan dengan gadis lain di saat dia sedang syuting di luar negeri. 

"Ma-maaf…."ucap asisten itu ketakutan. 

"Ck, dasar orang rendahan. Pergi ke perusahaan Kak Axel,"perintahnya kepada supir. 

"Baik Nona."

Sabrina Parker, seorang aktris terkenal baik di dalam maupun di luar negeri. Sabrina masuk ke dalam dunia entertainment pada saat dirinya masih remaja dan sampai usianya menginjak umur 25 tahun dia masih aktif di dunia akting. Tidak hanya itu dia juga berhasil memenangkan banyak penghargaan film yang dibintanginya. 

Selain menjadi aktris terkenal latar belakangnya juga sangat mencengangkan. Dia adalah anak dari pasangan Daniel Parker dan Sally. Ayahnya merupakan CEO di perusahaan neneknya, meskipun tidak sebesar perusahaan milik paman yang sudah memiliki cabang di mana-mana, ayah mampu membuat perusahaan neneknya menjadi perusahaan terkenal. 

"Nona kita sudah sampai."

"Em…." Untuk berjaga-jaga Sabrina memakai kembali topi dan maskernya sebelum keluar. 

"Kau tidak perlu menungguku, aku akan kembali bersama tunanganku,"pesannya.

"Baik Nona."

"Kak, jika butuh sesuatu telepon aku,"ujar sang asisten. 

"Hm…."

Sabrina keluar dari mobil lalu berjalan masuk menuju resepsionis. 

"Permisi ada yang bisa saya bantu?"ucap resepsionis itu sopan. 

Sabrina sedikit menurunkan maskernya agar pihak lain bisa mengenali wajahnya lalu berkata,

"Saya ingin bertemu dengan tunangan saya, bisa antarkan saya?"

"Akh…." Resepsionis itu menutup mulutnya tak percaya saat melihat sang idola berada tepat di hadapannya. 

"Ka-Kak Sabrina?!"

Sabrina menempelkan jari telunjuk di bibirnya agar wanita di depannya tidak membuat keributan. 

"Bisa antarkan saya sekarang?"ucapnya lembut seraya tersenyum manis. 

Resepsionis itu buru-buru mengangguk dengan penuh semangat. 

"Mari ikut saya."

°°°°

Di lantai tertinggi khusus ruang CEO, Axel duduk di kursi kebesarannya memproses semua dokumen yang menumpuk di atas meja. 

Tok… Tok… Tok… 

"Masuk,"ucapnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari dokumen. 

Axel mengangkat kepalanya menatap Sean yang berdiri di seberang meja. 

"Ada apa?"

"Nona Sabrina ingin bertemu dengan anda, Tuan."

"Sabrina?" Axel sedikit mengernyit mendengar nama itu mengingat ingat siapa wanita itu. 

"Itu tunangan anda, Tuan." Sean tidak bisa berkata apa-apa dengan tuannya yang terlalu acuh tak acuh. 

"Oh apa yang dia lakukan di sini?"

"Itu…."

"Kak Axel!" Sabrina berlari masuk dengan raut wajah kesal. 

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Tentu saja menemui tunanganku memang apa lagi? Aku bela-belain datang ke sini untuk menemuimu dulu, tapi respon kakak malah seperti itu. Kakak seharusnya menyambut kepulanganku,"cerocos Sabrina. 

"Dan sebagai hukumannya Kakak harus makan siang bersamaku."

"Saya sibuk, kamu bisa makan bersama orang lain,"ucap Axel cuek. 

"Aku gak mau tahu Kakak harus makan siang bersamaku titik."

"Sean bawa dia keluar."

"Baik Tuan, Nona mari kita keluar presiden kami sedang sibuk." Sean menarik Sabrina keluar dari ruangan. 

"Jika kakak gak mau makan siang bersamaku, aku akan mengadu ke kakek,"teriak Sabrina, namun dihiraukan olehnya. 

°°°°

Rumah sakit. 

"L-Lo kenapa bisa ada di sini?"tanya Valerie sedikit terkejut dengan kedatangan mereka yang tak disangka. 

"Emang kenapa? Masalah? Lagian sekolah dibubarkan karena ada rapat, jadi daripada pulang ke rumah aku mampir dulu ke sini sama Anna,"jelas Alleta sambil mengupas buah apel. 

Valerie sedikit terdiam oleh penjelasan Alleta, padahal mereka tidak terlalu akrab dan bahkan pernah ribut. Tapi, Alleta menjenguk dan membantunya saat dirinya membutuhkan pertolongan. 

"Makasih dan… Maaf,"cicit Valerie dengan wajah malu. 

"Kenapa minta maaf? Apa karena waktu itu?"

"Em…."lirihnya sambil menundukkan kepalanya karena malu, dia tidak  berani menatap langsung wajah mereka. 

"Kamu seharusnya minta maaf pada Anna bukan padaku. Kamu sering membully Anna bersama teman-temanmu itu."

Anna merasa tersentuh karena Alleta membela dan melindunginya. 

"Aku tidak papa kok Al."

"Sorry Anna. Dari lubuk hati gue yang paling dalam gue bener-bener minta maaf karena udah bully lo. Gue sadar apa yang udah gue lakuin sama lo buat lo trauma dan gue minta maaf sebesar-besarnya. Gue gak memaksa lo untuk maafin gue,"ujar Valerie sangat menyesal. 

Anna menggigit bibir bawahnya pelan, perlahan matanya mulai memanas ini yang sedari dulu dia tunggu, permintaan maaf dan penyesalan mereka. Setiap malam dia sering bertanya-tanya pada dirinya, apa salahnya? Kenapa mereka membullynya?

Alleta mengusap punggung Anna yang sedikit bergetar lalu berkata, " Tidak papa kamu tidak harus memaafkannya sekarang."

"Em…. Aku ingin tahu alasan kenapa kalian membullyku seperti itu."

"I-ini… sebenarnya alasan yang sangat konyol. Menurut mereka anak pendiam dan tak memiliki apa-apa  mudah menjadi bullyan mereka, karena mereka tidak akan berkutik ataupun melaporkannya." Valerie merasa bersalah meskipun dia tidak ikut turun tangan, tapi dia turut andil menyaksikan mereka membully Anna dan dengan bodohnya dia malah membiarkannya. 

"Maaf…."

Anna tidak mengatakan apa-apa atas permintaan maafnya. Biarpun dia miskin bukan berarti mereka bisa melakukan itu terhadapnya. 

"Aku ingin pulang,"pinta Anna pada Alleta. 

"Ah iya. Kalau begitu kita pergi dulu kamu gak papa ditinggal sendiri?"

"Gak papa nanti juga kakak gue dateng. Sekali lagi terima kasih udah nyelametin gue."

"Iya, kita pergi dulu,"pamit Alleta. 

Valerie tersenyum kecut melihat kepergian mereka. Mungkin sampai kapanpun mereka tidak ditakdir untuk berteman karena kesalahannya. 

"Ah kenapa gue sedih padahal udah terbiasa sendiri, gue hanya perlu kembali ke kehidupan gue yang suram dan penyendiri,"gumamnya.

°°°°°

"Maaf, seharusnya aku gak bawa kamu ke sini,"celetuk Alleta tiba-tiba. 

"Loh kenapa minta maaf lagian aku ikut ke sini juga atas kemauanku sendiri. Juga kalau aku gak ke sini aku gak bakal dapat permintaan maafnya, hehehe."

Melihat Anna kembali tersenyum Alleta pun ikut tersenyum. Dia merasa lega Anna tidak lagi murung. 

"Loh kamu.... "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!