Bab 12

Alleta merasa bingung dengan suasana di kelas, sejak kedatangannya kelas yang tadi ribut langsung hening. Mereka bahkan secara terang-terangan melihat ke arahnya dengan berbagai macam tatapan. Alleta berusaha mengabaikan pasang mata yang tertuju padanya dan langsung duduk di kursi. 

"Dilihat dari tampang polosnya gue kira dia murid baik eh ternyata j****g."

"Makannya jangan liat buku dari sampulnya doang."

"Ck, ck, ck bisa-bisanya dia sekolah di sini."

"Atau jangan-jangan dia bayar uang sekolah hasil dari main sama om-om."

"Jijik banget gue sekelas sama tuh murid."

"Emang ya omongan cewek iri sangat beracun ada rumor sedikit aja langsung berasumsi yang enggak-enggak."

"Heh bangsat, gue iri sama cewek kayak gitu? Idih najis. Lagian lo kenapa belain dia, lo suka sama tuh cewek, dibayar berapa lo sama dia?"

Brak!

Alleta mendorong kursi ke belakang dengan kencang, pandangannya menyapu semua murid dengan tatapan acuh tak acuh dan sedikit rasa dingin di pupil matanya yang berwarna hitam. Suasana yang tadi ricuh seketika hening. 

Mereka semua memandang waspada ke arah Alleta yang akan mengambil sapu dan pengki. 

"Apa dia akan menghajar kita menggunakan itu?"

"Tidak mungkin, kan?"

Di bawah tatapan waspada semua orang Alleta mengeluarkan semua sampah di kolong meja.

"Sini biar aku yang buang." Anna hendak mengambil pengki untuk dibuang namun langsung dicegah oleh Alleta. 

"Tidak perlu kau duduk saja." Bukannya dibawa keluar Alleta malah berjalan menuju orang yang tadi membicarakannya. 

"A-apa yang yang ingin lo lakuin, jangan mendekat! Gue bilang jangan mendekat sialan!"teriak gadis itu murka dengan raut wajah ketakutan. 

Dengan senyum manis Alleta menuangkan semua sampah di atas kepala gadis itu. 

"Arghh…! Lo gila! Apa maksud lo nuangin ini semua ke gue, sialan!" Gadis itu berdiri dengan jijik saat tubuhnya bau sampah bahkan teman-teman yang berada di dekatnya segera menjauh. 

"Ups… astaga sorry aku tidak sengaja. Tapi, menurutku kau sangat cocok untuk jadi tempat pembuangan sampah ini, sama-sama busuk. Makanya kalau mandi mulutnya dibersihin juga biar gak bau busuk,"ucap Alleta lembut dengan senyum manis di wajah cantiknya. 

"Lo!"

Kring… kring… kring…. 

Gadis itu hanya bisa menggertak giginya saat bel berbunyi, dia ingin sekali mencakar wajah polos yang tidak merasa bersalah itu. 

"Kau tidak papa?"tanya Anna sedikit khawatir pada teman barunya. 

"Tidak papa, yuk ganti baju,"ajak Alleta. 

Hari ini jadwalnya bagian olahraga karena guru mereka sedang izin jadi digabung dengan kelas lain. 

Saat melewati bangku kedua antek Valerie Alleta sedikit melirik ke arahnya, kecuali mereka dia tidak memiliki masalah lain dengan orang lain. Tapi, Alleta tidak bisa langsung menuduhnya tanpa ada bukti atas semua kejadian yang terjadi padanya hari ini. 

"Hei apa dia mencurigai kita?"bisik gadis berambut pendek atau bisa kita sebut Mila. 

"Tidak mungkin sih, tapi kalaupun iya dia tidak bisa menuduh kita sembarangan karena tidak ada bukti,"jawab Sela tidak peduli. 

Valerie yang mendengar percakapan mereka mengangkat bahunya acuh tak acuh, itu tidak ada urusan dengannya.Dia sudah memperingati temannya agar tidak mengganggu murid baru itu. 

"Hei, ayo kita juga ganti,"ajak Valerie. 

"Lo aja sendiri, gue sama Mila masih ada urusan lain,"balas Sela kemudian mengajak Mila keluar. 

Valerie sedikit mengernyit melihat tingkah mereka yang seakan menjauhinya. 

"Kenapa sih."

°°°°

Alleta duduk di bawah naungan pohon rindang sambil membaca buku. Seharusnya dia ikut olahraga bersama yang lain, tapi karena bajunya kotor dia hanya bisa menunggu di pinggir lapangan. 

Tadi saat dia akan mengambil baju olahraga di loker, bajunya sudah kotor lebih tepatnya loker miliknya dipenuhi sampah dan kata-kata pelecehan. 

Di lapangan, Nathan mendrible bola menuju area lawan untuk memasukkan bola ke dalam ring. Dia dengan cerdik mengecoh lawannya. 

"Austin!"seru Nathan seraya melemparkan bola ke arahnya yang berada di dekat ring lawan. 

Dengan tangkapan sempurna Austin langsung mendekati ring dan dengan shoot bola di tangannya masuk dengan sempurna. 

Prit… prit… 

Pertandingan berakhir dan dimenangkan oleh tim Nathan. Sorak-sorai terdengar di pinggir lapangan, Sienna berlari menuju lapangan bersama Camila sambil membawa botol air dan handuk. 

"Kakak minum air dan lap keringatmu." Sienna menyerahkan botol minum dan handuk kecil kepada kembarannya. 

"Tidak perlu,"ujar Austin dingin, dia lebih memilih mengambil minumnya sendiri. 

Ditolak di depan umum seperti ini Sienna menggigit bibirnya menahan malu, wajahnya yang cantik memerah menahan tangis. Tidak mau berlama lagi di sini dia langsung berlari meninggalkan lapangan. 

Sedangkan Camila menahan rasa bahagia yang bergejolak di dalam hatinya saat air minum yang dia berikan pada Nathan diterima olehnya. Bahkan semua perempuan yang melihatnya sangat iri. 

"Em… Nathan weekend nanti kau mau pergi…."

"Sorry, gue tinggal dulu,"sela Nathan dan langsung pergi menuju Alleta.

"Bocil!"teriak Nathan kencang. 

Camila menatap kepergian Nathan dengan kesal terutama gadis yang didatangi olehnya. 

"Sialan! Awas lo Alleta gue gak bakal biarin hidup sekolah lo tenang,"gumam Camila, cahaya licik melintas di matanya. 

Rupanya bukan hanya mereka saja yang menyaksikan keakraban Nathan bersama gadis itu, Austin juga melihatnya. 

"Gadis itu ternyata sekolah di sini,"gumam Austin. 

"Woi kenapa lo gak olahraga?"tanya Nathan. 

"Males,"bales Alleta cuek. 

Nathan merasa ada sesuatu yang salah dengan raut wajah Alleta seperti menyembunyikan sesuatu darinya. 

"Kenapa lo? Ada yang ganggu?"

"Gak,"elak Alleta tidak ingin mengatakan alasan sebenarnya. 

"Bohong, Alleta bilang sama gue atau gak gue lapor sama kakek,"ancamnya.

"Oke fine." Alleta mulai menjelaskan semua kejadian yang dialaminya di kelas termasuk alasan dia tidak ikut olahraga. 

Setelah mendengar cerita Alleta, Nathan tidak bisa menahan amarahnya yang memuncak. 

"Bajingan! Ini gak bisa dibiarin gue harus beri mereka pelajaran,"murkanya. 

"Tunggu, kau tidak bisa gegabah seperti ini kita tidak tahu siapa pelakunya." Alleta menahan Nathan yang akan pergi. 

"Sudah jelas-jelas itu pasti mereka!"

"Aku tau, tapi kita tidak memiliki bukti, kita tidak bisa asal tuduh."

"Dan juga jangan ceritakan ini pada mereka, aku bisa mengatasinya sendiri,"pinta Alleta. 

"Gue gak bisa janji."

°°°°

DI taman belakang. 

Anna menatap Valerie dengan berani berusaha menahan rasa takut di dalam hatinya. 

"Ck, cepet  ngomong  gue gak punya banyak waktu."

"To-tolong jangan targetkan Alleta dia tidak salah apa-apa. Kau bisa melakukan apa pun padaku."

"Lucu sekali persahabatan para cupu seperti kalian. Karena lo memohon seperti itu gue akan pertimbangkan asal lo sujud di kaki gue, gimana?"ucapnya tersenyum licik. 

"Baik." Dia berharap dengan ini penindasan yang dialami Alleta akan berakhir. Anna perlahan berjongkok. 

"Berhenti!" Alleta berlari ke arah mereka lalu membantu Anna berdiri. 

"Alleta…."

"Kau tidak perlu melakukan ini, ayo pergi."

"Ta-tapi…."

"Pergi Anna,"tegas Alleta sambil membawa pergi Anna tanpa melihat Valerie. 

Valerie tersenyum mencela melihat kepergian mereka. 

"Hah...."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!