Bab 11

Alleta menyerahkan sepeda miliknya kepada pengawal lalu berjalan menuju Axel  yang berdiri di ambang pintu dengan tangan terlipat dan tatapan mata yang tajam. 

"Kakak…."cicit Alleta lembut. 

"Dari mana saja kamu kenapa baru pulang jam segini?"tanya Axel dingin sambil melihat arloji di pergelangan tangan yang menunjukkan pukul setengah lima sore. Seharusnya sekolah bubar jam tiga sore, waktu yang dibutuhkan dari rumah ke sekolah hanya 15 menit. Tapi Alleta terlambat selama 1 jam setengah. 

"Jadi seperti ini…" Alleta mulai menjelaskan seluk-beluk alasan dia terlambat pulang, dari mulai bagaimana dia mengejar pencopet dan menghajar mereka. 

"Jadi gitu, Kakak jangan marah,"ucap Alleta lembut dengan puppy eyes andalannya. 

Axel merasa tak berdaya melihat sikap Alleta, perlahan tangannya terulur mengelus rambut halus gadis kecilnya. 

"Kakak tidak marah, kakak hanya khawatir takut  sesuatu terjadi padamu." 

"Aku tidak papa kok, tapi tumben kakak pulang jam segini biasanya tengah malam."

"Nathan bilang kalau kamu belum pulang jadi Kakak pulang lebih awal untuk mencarimu,"jelas Axel. 

"Tapi kamu gak papakan, tidak ada yang terluka?"tanyanya lagi. 

"Tidak ada, semuanya aman terkendali."

Axel tersenyum simpul, dia mengambil alih tas sekolah milik Alleta lalu memegang tangannya, menuntun masuk ke rumah. 

"Bibi sudah menyiapkan makanan favoritmu, kamu bisa milih makan sekarang atau nanti."

"Nanti aja, Alleta mau mandi dulu gerah soalnya,"ucapnya seraya mengibas-ngibaskan baju seragamnya. 

"Terserah kamu."

Saat Alleta berjalan melewati ruang keluarga, dia dengan jahil merebut konsol PlayStation yang tengah dimainkan Nathan lalu menaruhnya di sofa lain. 

"Brengsek! Alleta gue lagi main, ya!"teriak Nathan kesal. 

"Wle… makannya kalau gak mau diganggu balik jangan ganggu aku,"ujar Alleta seraya menjulurkan lidahnya. 

"Awas kau ya,"ancam Nathan sambil menatap tajam Alleta yang berdiri di anak tangga. 

"Kabur!" Alleta berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. 

"Alleta jangan berlari,"peringat Axel. 

"Iya."

°°°°

Setelah Alleta menyelesaikan kebutuhannya, yaitu mandi dan makan. Sekarang waktunya untuk mengerjakan tugas sekolah, dia membawa setumpuk buku di kedua tangannya ke ruang keluarga. 

Di sana sudah ada kak Axel dan Nathan yang sibuk dengan kerjaannya masing-masing. Kak Axel sibuk dengan berkas dan laptopnya sedangkan Nathan sibuk dengan gamenya. 

Bruk! 

Alleta menjatuhkan semua buku di atas meja lalu duduk lesehan di bawah yang beralaskan karpet bulu lembut. 

"Hey." Alleta  menyodok betis Nathan menggunakan kakinya. 

"Ck, apa sih cil?"tanya Nathan sebal, ini sudah kedua kalinya dia diganggu olehnya. 

"Apa, apa. Belajar Nathan belajar, mau aku aduin ke kakek,"ancam Alleta dengan wajah galak, bukannya seram itu malah terlihat lucu. 

Axel tak bisa menahan senyumnya, ah gadis kecilnya terlalu lucu. 

"Ck, iya-iya." Dengan raut kesal Nathan beranjak dari sofa kemudian berjalan menuju kamarnya untuk mengambil tas. 

Tak lama kemudian Nathan sudah kembali sambil membawa barang-barangnya dan ikut duduk lesehan bersama Alleta. Mereka mulai mengerjakan tugas dengan tenang, Axel diam-diam mengamati mereka meskipun tidak ada percakapan namun suasananya tampak harmonis. 

Tapi selang beberapa lama kemudian ratapan memilukan terdengar di ruang keluarga. 

"Tidak! Soal macam apa ini gue gak bisa ngerjainnya!"keluh Nathan saat melihat soal matematika yang membuat kepalanya pusing. 

"Berisik tahu kerjain aja sebisanya."

Nathan menatap Alleta dengan wajah memelas. 

"Al gue liat dong tugas lo,"pinta Nathan. 

"Gak, gak mau." Alleta melindungi semua buku-bukunya dan menatap Nathan dengan waspada. 

"Pelit lo,"ketus Nathan melempar bola kertas ke arah Alleta. 

"Biarin." Nathan mau tidak mau harus mengerjakannya sendiri, bodo amat kalau salah yang penting tugasnya sudah selesai. 

"Beres." Alleta membereskan semua buku-buku yang berserakan di atas meja. Nathan yang belum mengerjakan satu soal pun hanya bisa menggigit pulpen sambil menatap iri. 

Drtt… Drtt… Drtt

Alleta mengambil ponsel yang terus bergetar, di layar ada panggilan video grup yang masuk ke ponselnya. 

"Ayah, Bunda, Kakek, Bibi Elena,"sapa Alleta manis sambil melambaikan tangannya ke kamera dan dibalas lambaian yang sama oleh mereka. 

"Hay sayang bagaimana sekolahmu lancar?"tanya Laura di seberang sana. 

"Lancar Bun, aku juga udah punya temen,"balas Alleta. 

"Gak ada yang ganggu kamu, kan? Kalau ada yang ganggu putri ayah, bilang sama Ayah oke, biar Ayah hajar mereka."

"Gak ada kok Ayah tenang aja."

"Bohong,"celetuk Nathan tiba-tiba. 

"Kamu! Diam." Alleta melempar bantal sofa ke muka Nathan.

"Bohong? Alleta jelaskan pada kakek."

"Ya, sayang jangan mencoba menyembunyikan sesuatu dari kami, kalau tidak Bunda akan mencari tahu sendiri."

"Baby Alleta jangan takut jika mereka mengancammu Bibi akan langsung pulang dan menghajar mereka."

Bahkan Axel yang tidak mengeluarkan suara pun sedikit mengernyit, pupil matanya menjadi gelap. Dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti gadis kecilnya. 

Hati Alleta terasa hangat dengan kepedulian tulus yang mereka berikan terhadapnya. Padahal tidak ada hubungan darah di antara mereka, tapi kasih sayang yang mereka berikan sangat tulus tanpa kepura-puraan. 

"Kakek itu hanya kesalah pahaman, tidak ada yang menggangguku." Alleta mulai menjelaskan semua kejadian yang terjadi di sekolah. 

"Tapi tidak menutup kemungkinan ketiga murid itu pasti akan mengganggumu. Kakek akan tidak akan diam saja, kakek akan mengeluarkan mereka."

"Kakek, Kakek tidak perlu. Aku jamin mereka tidak akan mengganggumu, kan ada Nathan yang menjagaku."

"Mana, di mana bajingan itu."

Alleta mengarahkan kamera ponselnya ke arah Nathan. 

"Ka-Kakek,"ucap Nathan gugup meneguk ludahnya kasar. 

"Bajingan, awas kalau kau gak becus jaga cucu kesayanganku, kakek blacklist dari keluarga."

Nathan tidak bisa berkata-kata sebenarnya siapa cucu asli dan cucu palsu, dia seperti anak tiri di keluarga ini. 

"Aku tahu kakek,"ujar Nathan dengan getir. 

"Baby Al, Bibi sebentar lagi mau pulang kamu mau dibawakan apa?"

"Aku tidak mau apa-apa."

"Bibi, Bibi aku mau ps terbaru belikan aku ps terbaru, ya,"pinta Nathan dengan wajah memelas. 

"Iya, dengan syarat nilaimu harus bagus."

"Bibi…."rengek natha Nathan. 

"Bercanda, baby Al bibi tutup dulu telponnya ya."

"Bunda juga masih ada urusan di sini. Sayang jangan tidur kemalaman."

"Kalau mereka mengganggumu bilang pada Ayah, tahu?"

"Iya Ayah."

"Kakek juga mau istirahat."

"Dah, Ayah, Bunda, Kakek, Bibi selamat malam." Alleta langsung menutup telpon. Kelopak matanya mulai terasa berat. 

"Hoam… Kakak aku ke kamar duluan,"pamit Alleta. 

"Kakak juga mau ke kamar." Axel membereskan semua pekerjaannya dan mengekori Alleta dari belakang meninggalkan Nathan sendiri di ruang keluarga. 

Sebelum Alleta menyentuh kenop pintu, dia sudah dikungkung di antara tubuh tegap Axel yang menjulang tinggi. 

"Ka-Kakak?"

"Kenapa kamu gak bilang sama Kakak, hm?"

"Karena menurutku itu tidak penting."

Axel menatap lama wajah cantik Alleta yang merona dengan pupil mata gelap yang sulit diartikan. 

"Kakak?" Alleta sangat gugup dengan jarak mereka yang sangat berdekatan, jantungnya berdegup kencang. 

"Pergi tidur."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!