Di dalam kamar..
Karen termenung sendiri di dalam kamar, teringat kejadian demi kejadian hari ini yang dia alami. Kedatangan tuan muda Raymond yang tanpa sengaja menyelamatkan mukanya pada mama dari kekasihnya, sangat membekas dalam hatinya. Namun, terselip kesedihan di sudut hati gadis itu ketika teringat ucapan nyonya Shopia kepadanya.
"Kenapa tiba-tiba aku merasa sedih dengan perkataan perempuan paruh baya itu, meskipun aku juga belum yakin apakah Peter adalah jodohku.." Karen berbicara pada dirinya sendiri,
Beberapa tahun menjalin hubungan dengan Peter sebagai pasangan kekasih, baru kali ini gadis itu merasa tersudut. Selama ini belum pernah ada yang merendahkan statusnya, kecuali bullying di sekolah yang selalu dengan mudah diatasinya. Hal itu terjadi, karena papanya selalu memilihkan sekolah yang memiliki grade tinggi untuk studinya. Penghinaan karena dari kelas bawah, masuk ke kelas atas hampir setiap hari dinikmatinya. Namun.. melihat tekad kuat dari papanya, Karen selalu bisa menghadapinya. Namun kali ini... hinaan dari Tita dan nyonya Shopia kembali terngiang di telinganya.
"Apakah memang serendah itu, status orang dari kelas bawah sepertiku ketika akan memilih pasangan..?" kembali gadis itu bergumam. Beberapa kali membaca berita penindasan, dan kali ini mengalaminya sendiri, membuat Karen berpikir. Beberapa kasus yang terjadi di negaranya, memang selalu ada perbedaan sikap orang-orang kaya, dan kelas menengah ke bawah. Bahkan beberapa restaurant, butik maupun mall juga membedakan perlakuan pada para pelanggan mereka. Dan hal itu, sudah menjadi berita umum.
"Tetapi hal ini tidak bisa dibiarkan..., lebih baik aku kehilangan Peter untuk selamanya. Daripada martabatku dan papa diinjak-injak oleh orang yang mengaku sok kaya. Meskipun tidak kaya, tetapi aku dan papa tidak pernah kekurangan apapun. Sejak aku kecil, sampai kuliah... papa selalu bisa mencukupi kehidupanku dengan baik, tanpa terdengar ada keluhan dari papa sedikitpun.." menyadari jika dirinya tidak mau diperlakukan semena-mena, dan dipandang sebelah mata, akhirnya Karen menjadi berpikir dan membulatkan tekad.
Meskipun sampai sebesar ini, Karen tidak pernah mengetahui apa yang dikerjakan oleh papanya. Semua kebutuhan, bahkan biaya studi yang sangat tinggi, selalu bisa dilunasi oleh Tuan Ronald dengan baik, bahkan tidak pernah ada penundaan pembayaran. Beberapa kali Karen mencari tahu, darimana papanya bisa menemukan uang sebanyak itu untuk membiayai hidupnya, namun selalu hanya senyuman yang diberikan oleh papanya. Menyadari hal itu, tersungging senyuman di bibir gadis itu.,
"Papa... bersamamu Karen, kamu pasti akan bertahan... Tidak akan ada yang bisa menganggap rendah kehidupan kita, siapapun itu tanpa terkecuali. Dan aku.. aku tidak boleh terpuruk, percintaan apaan jika hanya ada kata hinaan di dalamnya. Lebih baik kita pisah pada saat seperti ini, daripada harus dipermalukan. Apalagi.... perempuan paruh baya itu, berpikir untuk menjadikan aku selir untuk Peter... Huekss..." tiba-tiba perut Karen merasa mual, ketika membayangkan bagaimana sikap dan perlakuan mama Peter padanya tadi. Perlakuan papanya selama ini, yang membuat gadis itu bisa melupakan kejadian buruk yang tadi dialaminya,
Tiba-tiba Karen kembali teringat dengan laki-laki tampan yang mengantarnya pulang tadi. Gadis itu kembali mencoba berpikir tentangnya,
"Siapa laki-laki itu sebenarnya. Tuan muda Raymond... pewaris keluarga kaya di negeri ini. Bisa datang tiba-tiba dan memberikanku pertolongan... Apakah ini memang disengaja, ataukan hanya jebakan saja...?" Karen kembali memikirkan perlakuan Tuan muda yang menolongnya.
Beberapa kali Karen mencoba mencari tahu, hal baik apa yang pernah dilakukannya, sehingga laki-laki kaya itu bisa memperlakukannya dengan baik.
"Apakah ini karma baikku dan papa, yang selama ini menerima hujatan tanpa membalasnya. Tapi... masak secepat ini karma sudah datang.." Karen menjadi ragu dengan pikirannya sendiri,
"Tapi bagaimanapun, aku harus berhati-hati, karena banyak sekali kasus bejat di negara ini. Aku tidak boleh tergiur dan terkesima dengan penampilannya, laki-laki itu tampan, kaya, banyak pengawal. Sangat tidak masuk akal, dengan muda memberikanku pertolongan. Memang... siapakah aku ini, Cinderella... bukan juga. Bisa jadi, laki-laki itu hanya akan mengumpanku saja, dan sebenarnya ada maksud buruk terhadapku.." pikiran Karen semakin ngelantur. Tetapi sikap kehati-hatian muncul dalam hati Karen,
Beberapa kali berpikir, Karen tetap tidak menemukan apa alasan sampai tuan muda Raymond menolongnya. Karen mengusap wajahnya beberapa kali ke atas dan ke bawah. Tetapi tetap tidak ada alur, maupun kaitan apapun yang berhasil diperolehnya. Tanpa sadar, karena mungkin terlalu banyak berpikir dan terlalu letih, gadis itu akhirnya tertidur pulas.
**********
Beberapa Saat Kemudian...
Tuan Ronald yang baru menginjak halaman rumah, mengerutkan keningnya. Hari sudah malam, namun laki-laki itu tidak melihat ada setitik cahaya dari rumah yang kini ditempatinya dengan putrinya Karen.
"Hemmmpphh... apakah Karen belum pulang sampai jam segini. Padahal hari ini hari libur, biasanya Karen akan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Jikapun gadis itu keluar, hanya beberapa jam saja.." laki-laki paruh baya itu bergumam sendiri, dan bergegas mencari anak kunci di sakunya.
Setelah menemukannya, dengan menggunakan senter dari flash ponsel, akhirnya laki-laki paruh baya itu dengan hati-hati membuka pintu. Tidak berapa lama..., laki-laki itu sudah berhasil membuka pintu, dan tangannya meraba dinding untuk menekan saklar lampu. Sesaat lampu di ruang tamu menyala, demikian juga lampu di teras dan halaman. Tatapan laki-laki itu melihat sepatu putrinya yang tampak berantakan, di dekat tempat berdirinya.
"Sepatu Karen tergeletak di lantai.. Berarti anak itu sudah berada di rumah, Apa yang sedang dilakukannya.." dengan sabar, laki-laki paruh baya itu membereskan sepatu putrinya yang tergeletak sembarangan.
Setelah rapi tertata, tuan Ronald berjalan menuju wastafel untuk membersihkan tangannya.
"Aku akan melihat apakah Karen sedang tidur atau masih berada di luar... " sambil tersenyum, laki-laki yang sangat menyayangi Karen berjalan menuju kamar putrinya.
Perlahan Tuan Ronald membuka pintu kamar, dan menyalakan lampu kamar putrinya. Terlihat Karen tertidur dengan pulas, tanpa menyadari jika papanya sudah berada di dalam kamarnya. Senyuman terbit dari bibir laki-laki paruh baya itu...
"Non Karen..., sangat pulas sekali tidurmu. Maafkan aku non..., aku masih merahasiakan siapa dirimu... Semoga sampai kapanpun, tidak ada yang tahu siapa sebenarnya dirimu." laki-laki paruh baya itu bergumam sendiri. Ada tatapan sedih menggayut dalam kilat matanya,
Tiba-tiba tuan Ronald melihat pintu jendela kamar Karen masih terbuka, dan dengan hati-hati laki-laki itu berjalan dan menutup jendela perlahan.
"Klek..." suara engsel jendela terdengar pelan.
Meskipun tidak keras, namun suara engsel membangunkan Karen. Gadis itu terkejut, dan membuka matanya lebar. Tetapi melihat papanya yang berada dalam kamarnya, senyuman muncul di bibirnya..
"Papa... papa sudah pulang...?" Gadis itu beranjak dari posisi tidur, dan duduk di pinggiran ranjang.
"Sudah sayang... Karen... mandilah dulu... papa akan menyiapkan makan malam untukmu. Setelah itu, temani papa makan malam sayang.." dengan senyum sabar, Tuan Ronald menanggapi putrinya.
Namun Karen malam memeluk laki-laki paruh baya itu dengan erat... Laki-laki paruh baya itu terkejut dengan sikap putrinya, dan seperti tersihir,
"Apa yang terjadi denganmu Karen... apakah kamu memiliki masalah sayang. Ceritakan pada papa, aku akan membantumu memberikan solusi.." perlahan Tuan Ronald mengusap rambut di kepala putrinya. Sudah lama tuan Ronald tersadar, jika dirinya tidak sedekat lagi dengan Karen seperti dulu.
"Tidak ada pa..., Karen hanya ingin memeluk papa saja. Hanya papa satu-satunya, di dunia ini yang bisa memberikan kasih sayang tulus pada Karen, Terima kasih pa,.." tanpa sadar, air mata meleleh dari pelupuk mata gadis itu.
Tuan Ronald kembali terkejut, baru kali ini laki-laki paruh baya itu melihat putrinya menangis. Beberapa tahun membesarkan gadisnya, Karen tidak pernah mencurahkan kesedihan kepadanya. Tapi, kali ini Karen menangis dalam pelukannya..
"Karen.., kamu menangis sayang. Ceritakan pada papa, apa yang membuat putriku tersayang ini menangis. Papa bisa melakukan segalanya untukmu Karen..." ucapan tegas dari Tuan Ronald keluar dari mulutnya, menunjukkan bagaimana protective nya laki-laki paruh baya ini menjaga Karen.
"Tidak apa-apa papa, Karen tiba-tiba saja merasa sedih dan ingin menangis. Mungkin karena menjelang PMS pa, jadi perasaan Karen menjadi sensitif seperti ini.." gadis itu mengarang cerita palsu.
"Hempphh... baiklah putriku. Mandilah dulu, papa akan membuatkan minuman jahe gula aren untuk menghangatkan perutmu. Sekaligus papa akan menyiapkan makan malam..." dengan lembut, Tuan Ronald mencium pucuk kepala Karen.
*************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments