Peter masih menunggu jawaban dari Karen, karena gadis itu masih terlihat sedang berpikir. Beberapa saat kemudian, akhirnya Karen tampak sudah memiliki jawaban. Perlahan gadis itu mengangkat wajahnya ke atas, dan menatap ke wajah kekasihnya. Setelah menghela nafas perlahan....
"Peter... kamu tahu bukan bagaimana kehidupanku saat ini...?" gadis itu kembali terdiam sesaat.
"Hidupku saat ini hanya dengan papaku Peter.. Kamu sendiri tahu bukan, papaku hanya pekerja pada perusahaan kecil. Sedangkan bagaimana keluargamu, aku sangat mengerti... Dan hal itulah yang membuat aku menjadi khawatir, jika nantinya kedua orang tuamu akan menolakku, mengingat status keluargaku.." teringat dengan kejadian terakhir, ketika Karen dibawa pulang ke rumah oleh Peter, Karen merasa hopeless. Selain alasan tersebut, sebenarnya gadis itu juga merasa belum siap untuk melanjut ke jenjang selanjutnya dari hubungan mereka.
"Jangan bicara yang aneh-aneh Karen..., kita belum pernah mencobanya. Terakhir kali, aku membawamu ke rumah, ketika kamu masih anak sekolahan High Senior School. Wajar bukan, jika mamaku memiliki pikiran buruk terhadapmu.. Berbeda dengan saat ini Karen, berjuanglah denganku.." dengan penuh harap, Peter meminta kepastian dari Karen. Tatapan laki-laki itu tajam, tampak menghujam ke dasar hati gadis itu.
Gadis itu hanya tersenyum kecut, dan malah mengalihkan pandangan ke tempat lain. Karen tidak bisa membayangkan akan mengakhiri usia lajangnya, di saat masih melanjutkan studi di perguruan tinggi. Apalagi, Karen sendiri belum yakin dengan perasaannya pada laki-laki di depannya. Apakah Peter memang laki-laki ini yang diinginkannya, untuk bisa mendampingi selama hidupnya. Ataukah hanya sebagai selingan atau hiburan di masa mudanya...
"Bagaimana Karen... apakah kamu setuju dengan keinginanku..? Katakan padaku Karen, apa pendapatmu." Peter terus berusaha mendesak respon gadis itu.
Gadis itu perlahan kembali menatap ke wajah kekasihnya, dan tersenyum pahit...
"Mmmpphh... bagaimana ya Peter, aku sendiri bingung untuk menjawabnya. Di satu sisi, aku merasa belum siap untuk menjadi seorang istri Peter, karena hidupku juga masih tergantung dengan papa. Tapi.. kamu sendiri tahulah, bagaimana keadaanku selama ini.. Ditambah lagi, aku sangat sangatlah grogi untuk bertemu dengan keluargamu." akhirnya gadis itu berkomentar, dan tatapannya terlihat lesu.
Peter menghela nafas panjang, dan menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Tampak kekecewaan terbias di wajahnya. Berulang kali, Peter mengajak gadis itu untuk menikah, namun selalu jawaban itu yang didengarnya dari Karen. Padahal dengan pekerjaannya saat ini, Peter merasa akan bisa menghidupi rumah tangga mereka, jika saja gadis itu menyetujui untuk segera menikah dengannya. Meskipun tanpa guyuran keuangan dari keluarganya,
"Hemppphh.... aku hargai pendapatmu Karen, tetapi aku tidak akan pernah patah semangat. Aku akan mencoba melamarmu pada Om Ronald. Secepatnya aku akan membawa kedua orang tuaku untuk bertemu dengan Om Ronald. tapi sebelumnya., aku akan mencoba membawamu kembali ke rumah, untuk meyakinkan papa dan mama.." seperti mendapatkan ide, Peter memaksakan keputusannya.
"Terserah kamu sajalah Peter, aku akan ikut apa yang kamu putuskan." akhirnya dengan pasrah, Karen memberikan tanggapan. Bahkan dia tidak tahu bagaimana nanti ke depannya, tetapi gadis itu berpikir tidak akan salah untuk mencobanya.
Karen kembali mengambil beberapa keping nachos, dan memasukkan kembali ke mulutnya. Untung saja, waiters sudah datang mengantarkan pesanan kopi miliknya. Sambil tersenyum, perempuan itu meletakkan cangkir kopi di depan gadis itu.
"Terima kasih..." ucap lembut Karen setelah waiters meletakkan minuman pesanannya.
"Sama-sama.."
Peter tersenyum setelah mendengar jawaban dari gadis yang dicintainya itu. Sangat sulit untuk mendapatkan Karen saat itu, dan dengan memberikan beberapa kali pertolongan ketika Karen mengalami bullying di sekolah, barulah Peter bisa mendekati gadis itu, dan meyakinkannya untuk menjalin hubungan dekat dengannya.
"Aku menjadi tenang Karen... karena aku sudah tidak sabar untuk menjadikanmu istri. Bagaimana jika malam ini, aku akan membawamu pulang ke rumahku.. Kebetulan papa baru balik dari Jepang, sehingga bisa ikut menemuimu.." seperti mendapatkan pelicin. Peter langsung melakukan follow up. Karen terkejut dan menatap wajah laki-laki itu kembali..
"Apakah menurutmu tidak terlalu tergesa Peter.., bisakah kamu menundanya beberapa waktu lagi.. Terlalu impulsive sepertinya..." mendengar keseriusan dari laki-laki itu, Karen malah menjadi nge pir.. Gadis itu tidak menduga, jika kekasihnya akan menjadi tidak sabaran.
"Lebih cepat lebih baik Karen, aku tidak sabar untuk segera membawamu ke atas ranjangku. Kita akan berbulan madu sayang, karena aku sudah tidak sabar untuk berdua denganmu.." tiba-tiba Karen merasa jijik dengan pernyataan Peter.
Laki-laki di depannya itu terlalu vulgar membuat kata-kata, namun malah menjadikan perut Karen menjadi mual. Gadis mengalihkan pandangan setelah menyeruput kopi, dan selera makannya mendadak menjadi hilang.
"Kenapa kamu malah menjadi diam Karen.., kamu setuju bukan dengan niatku. Bersiaplah nanti malam, dan share location tempat tinggalmu sekarang. Aku akan menjemputmu nanti malam.." dengan tidak sabar, Peter masih berusaha untuk mengejar jawaban gadis itu.
"Hempphh terserah kamu saja deh Peter..., tapi aku akan menunggumu di halte sekitar tempat tinggalku. Aku belum siap membawamu untuk pulang ke rumah, karena sebagai penghuni baru, aku masih harus menjaga nama baik di depan para tetangga." Karen membuat alasan.
"Baiklah kalau begitu Karen... aku akan menjemputmu di tempat yang nanti akan kamu kirimkan.." Peter terlihat sangat senang mendapatkan jawaban dari Karen.
Keduanya kembali dalam diam, dan tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.
*************
Beberapa saat berlalu...
Setelah beberapa jam menghabiskan waktu di cafe, akhirnya Peter dan Karen berjalan keluar dari dalam ruangan. Wajah laki-laki itu tampak berbinar bahagia, mungkin karena jawaban dari Karen yang melegakan hatinya. Namun wajah Karen terlihat biasa saja, dan malah seperti ada tekanan yang menghimpitnya.
"Peter... dengan siapa kamu di cafe ini..?" tiba-tiba pasangan kekasih itu dikejutkan dengan suara perempuan yang bertanya pada Peter.
Pasangan kekasih itu menoleh, dan melihat seorang perempuan paruh baya berjalan cepat mendatangi mereka. Peter tersenyum, dan menggandeng tangan Karen..., mencoba mendekati perempuan itu.
"Mama..., ternyata mama juga sedang di cafe ini mam... Oh ya mam, mungkin mama lupa, dan Peter akan mengenalkan kembali kekasih Peter. Ini Karen, yang dulu pernah Peter bawa ke rumah..." ternyata perempuan paruh baya itu adalah mamanya Peter. Dengan wajah cerah, laki-laki itu segera mengenalkan Karen pada mamanya.
Namun hal sebaliknya terjadi. Bukannya menyambut baik pengenalan gadis itu dari putranya, perempuan paruh baya itu malah menatap Karen dengan sebelah mata. Tatapannya sinis, seakah menelanjangi tubuh Karen dari atas sampai ke bawah..
"Hempphhh... hanya kekasih saja bukan, asalkan bukan calon istri. Jika hanya kekasih tidak masalah Peter, toh sekarang banyak gadis yang mencoba naik ke atas ranjang para pengusaha. Kamu bisa menjadikannya sebagai selir, dan baru menetapkan siapa yang akan menjadi istri utamamu ke depannya. Keluarga Jin.. pernah menawarkan untuk mengenalkan putrinya padaku, kapan-kapan akan kita atur pertemuan untuk keluarga kita..." mendengar perkataan dari perempuan paruh baya itu, wajah Karen menjadi merah padam. Wajahnya seperti tertampar saat itu...
Kata-kata dari perempuan paruh baya itu, seperti melecehkannya. Sebagai seorang gadis yang berasal dari keluarga baik-baik, gadis itu merasa mendapatkan penghinaan. Tidak diduga, dengan berani Karen menatap perempuan paruh baya itu...
"Maaf tante... aku tidak berusaha untuk merayu Peter, tanyakan saja pada putra tante.. Dan bukan keinginanku untuk menjadi Nona dalam keluarga anda, apalagi hanya menjadi seorang selir.." merasa tersinggung dengan perkataan itu, Karen memberikan tanggapan dengan berani. Sambil mengangkat satu sudut mulut ke atas, Karen menatap perempuan di depannya.
"Dasar perempuan jalang..., apakah kamu tidak tahu dengan siapa kamu bicara saat ini. Jangan kamu pernah bermimpi jika aku atau suamiku, akan mengijinkan putraku untuk membawamu ke rumah.. Rumahku hanya untuk orang-orang terhormat dan berpendidikan saja, dan golongan atas dalam pergaulan. Bukan untuk perempuan jalang sepertimu..." perempuan paruh baya itu langsung menyemprot Karen. Mungkin mama Peter tidak mengira, jika gadis yang dipandangnya lemah itu akan berani untuk berargumentasi dengannya,
Tatapan permusuhan sangat terlihat di wajah perempuan itu, dan Karen dengan berani tetap beradu pandang dengannya. Peter segera bereaksi melihat perselisihan antara mama dan kekasihnya.. Laki-laki itu mendekatkan dirinya pada perempuan itu, kemudian...
"Mama... hentikan ma, suara mama terdengar kemana-mana, dan kita saat ini menjadi tontonan." Peter berusaha menenangkan mamanya, dan tatapan matanya memberi isyarat pada Karen untuk mengalah. Karen akhirnya terdiam, tetapi...
Tatapan Peter tiba-tiba melihat ke sekeliling, dan orang-orang yang berkunjung di restoran ini memang tengah melihatnya.. Sesaat Peter terlihat panik, melihat tatapan kepo dari orang-orang itu. Dan tidak diduga, tiba-tiba terlihat perempuan muda yang menghampiri perempuan paruh baya itu...
"Tante Shopia... apa yang terjadi tante..? Kenapa tante Sophia bersuara keras, sampai Tita mendengar dari dalam mobil..." perempuan muda itu tampak berusaha mengambil hati dari mamanya Peter. Melihat ekspresi marah dari mama Peter yang bernama Shopia, tampak gadis bernama Tita itu ingin memanfaatkan kesempatan,
Nyonya Shopia melihat ke arah Tita, dan senyuman muncul dalam hati perempuan paruh baya itu. Sepertinya, melihat ada yang antusias bertanya kepadanya, perempuan paruh baya itu seperti merasa mendapatkan dukungan. Seketika mama Peter berubah menjadi seakan-akan dia adalah korbannya..
"Tita sayang... untung kamu datang nak... Lihatlah ada seorang perempuan jalang yang menindas tante... sayang..." Shopia mamanya Peter menjadi semakin belagu.
Gadis yang bernama Tita melihat ke arah Karen, dan melihat kecantikan gadis itu, Tita menjadi merasa benci dengan gadis itu.
"Berani sekali kamu perempuan jalang... apakah kamu sudah bosan hidup?" Gadis itu berjalan mendekat, kemudian mengangkat tangan untuk memberikan tamparan pada Karen. Tapi...
"Singkirkan tangan busukmu dari tunanganku...! Secuil saja tanganmu mengenai kulit tunanganku, aku akan patahkan sekarang juga..." suara keras berwibawa terdengar di belakang Karen, dan tampak pergelangan tangan Tita tampak dicekal oleh seseorang. Wajah semua yang berada di tempat itu menjadi terkejut, melihat siapa yang datang dan memberi peringatan.
*********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments