Mobil melaju kencang, dan bahkan tidak menghiraukan tanda signal lalu lintas, Tidak berapa lama, mobil yang membawa Karen dan laki-laki yang terluka itu sudah sampai di hospital. Beberapa orang sudah stand by di pintu akses Emergence menyambut kedatangan mereka. Dengan bergegas, orang-orang itu segera membawa laki-laki yang tertembak masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Karen menghela nafas panjang, dan ketika sadar jika laki-laki yang ditolongnya tadi sudah ada yang menangani, akhirnya Karen memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut. Apalagi terlihat banyak noda darah di baju yang dikenakannya. Sopir laki-laki yang tertembak tadi, yang memintanya untuk mengikuti sampai hospital, tidak sempat memperhatikannya. Bergegas Karen membalikkan badan, menuju jalan di depan hospital.
“Taksi…” melihat sebuah taksi yang mangkal, Karen memanggil taksi tersebut. Tidak lama sebuah mobil menghampiri gadis itu. Gadis itu bergegas masuk ke dalam mobil, namun...
Baru saja Karen akan naik ke dalam mobil, gadis itu merasa ada yang melihatnya dari belakang. Tanpa pikir panjang, Karen menoleh ke arah tersebut, namun tidak ada satu orangpun yang dilihatnya. Hal itu berlangsung untuk beberapa kali, dan akhirnya Karen mengabaikan hal tersebut, dan segera masuk ke dalam mobil.
“Diantarkan ke mana Non..” sopir taksi bertanya pada Karen, ketika melihat gadis itu sudah duduk menyandarkan punggung di sandaran kursi.
„Dream Apartment...” sahut Karen singkat.
“Siap Non..”
Begitu mobil berjalan meninggalkan depan hospital, gadis itu mencoba memejamkan matanya. Tampak kelelahan mulai menghampirinya, dan Karen baru menyadarinya…
“Hempphh... hari ini sangat melelahkan, dan juga merupakan hari apesku.. Setelah dipecat, harus berlumur darah orang seperti ini. Lebih baik aku pulang ke rumah .” Karen tersenyum pahit mengingat harinya.
Sambil tetap memejamkan mata, perlahan Karen memijat pelipis alisnya, untuk meredakan ketegangan yang muncul. Lagi-lagi Karen kembali tersenyum pahit, dan akhirnya mencoba melupakan kejadian pada hari ini. Betul-betul hari yang menyebalkan.
*******
Dream Apartment
Sesampainya di apartemen, karena kamarnya berada di lantai tiga, seperti biasanya Karen memilih untuk jalan kaki menggunakan tangga darurat untuk menuju ke lantai atas. Gadis itu menggunakan tangga yang ada di sisi barat apartemen, untuk menuju ke kamar yang ditempatinya bersama Tuan Ronald. Karen selalu menikmati naik turun menggunakan tangga, karena dari sisi apartemen bisa menatap laut biru di kejauhan.
“Hemppph… aku akan mandi terus tidur, untuk kembali membangun semangatku.. Semoga aku terbangun dengan rencana baru yang jauh lebih cemerlang..” Karen bergumam sendiri, berusaha menghibur dirinya sendiri.
Namun ketika langkah kaki Karen sudah sampai di lantai tiga, telinganya menangkap ada suara keributan dari arah ruangan apartemennya, Gadis itu berhenti sesaat, tetapi...
“Brakk… dukk..” terdengar suara pukulan, dan barang yang jatuh.
“Suara apa itu, papa.. . Apakah papa sudah sampai di rumah. ” Karen berpikir sendiri, dan karena mempedulikan keadaan yang mungkin dialami papanya, gadis itu segera berlari menuju pintu.
“Tunjukkan barang itu sekarang juga Ronald…, dan berikan padaku. Maka, aku akan membebaskan dirimu serta putrimu mulai saat ini.” Terdengar suara keras yang ditujukan pada papanya.Otak Karen berusaha mencerna pembicaraan yang masuk ke telinganya itu.
“Apa yang kalian maksudkan, kalian semua ini salah orang. Aku tidak tahu dengan keluarga Song Chi, dan baru mendengarnya saat ini..” suara papa Karen terdengar membela diri.
"Bohong... jelas-jelas kamulah laki-laki itu, yang membawa bayi itu dan melarikan diri dari pertarungan.." terdengar perdebatan sengit dalam ruangan itu,
"Kalian salah orang, aku dan putriku merupakan penduduk asli negara ini.." terdengar Tuan Ronald berusaha mengelak.
"Bluarr... plakkk..." lagi-lagi terdengar suara tendangan dan tamparan,
Karen yang berusaha untuk mengendalikan dirinya, tidak bisa menahan diri. Rasa khawatir pada keselamatan papanya, jauh lebih besar. Gadis itu segera mendekat ke arah pintu, dan....
„Dukk... blamm...” dengan sekuat tenaga, Karen menendang pintu, dan tidak lama pintu itu terbuka.
Terlihat di depan gadis itu, pemandangan yang sangat tidak menyenangkan. Dua orang laki-laki kekar berdiri di hadapan papanya yang tampak lemah tak berdaya..
„Siapa kalian, dan untuk apa berani mengganggu papaku. Keluar semua kalian dari ruangan ini..!” tatapan Karen seperti orang kesetanan. Ruangan tempat tinggal dengan papanya, tampak acak-acakan dan porak poranda, Di sudut dinding, wajah papanya sudah terlihat lebam, dan darah tampak mengalir ke sudut bibir laki-laki itu.
Secara reflek, sambil sudut matanya terus menatap tajam, tangan Karen menarik tongkat bisbol yang disimpannya di bawah sofa. Gadis itu dengan berani dengan memegang tongkat bisbol, kemudian mendatangi dua laki-laki yang berseteru dengan papanya.
"Wowww.... pucuk dicinta, ulampun tiba. Ronald... anak gadismu akan kami bawa bersamaku, atau kamu akan menukar dengan barang yang aku tanyakan tadi.." sambil tersenyum menjijikkan, salah satu laki-laki itu tampak mengancam papa Karen,
“Katakan padaku, untuk apa kamu menghajar papaku. Atau kamu akan merasakan kerasnya tongkat bisboll ini..” dengan tatap bermusuhan, Karen kembali bertanya pada dua orang tersebut. Kedua tangannya mempermainkan tongkat bisboll di atasnya..
Melihat tatapan menjijikkan dari orang-orang itu, dan melihat papanya yang tampak tersungkur tak berdaya, Karen ingin menghabisi keduanya.
„Ha.. ha.. ha.., ada seorang gadis berani untuk mengancamku. Apakah kamu tidak takut mati cantik...?” salah satu dari orang itu, tertawa melecehkan. Dan salah satu laki-laki itu malah berjalan mendekat ke Karen, namun...
„Bukkk...” tidak diduga, tanpa peringatan tongkat bisboll memukul kaki salah satu dari mereka. Laki-laki yang terkena pukulan, langsung melompat karena merasa kesakitan.
„Kurang ajar, memang tidak tahu diuntung kamu perempuan...” tangan laki-laki yang dipukul itu tiba-tiba terangkat ke atas, sepertinya akan memberikan tamparan pada Karen. Namun...
Karen menjadi semakin beringas, untungnya sejak kecil, Tuan Ronald selalu memaksa putrinya untuk berlatih taekwondo, dan olah raga untuk menjaga diri. Kali ini tanpa rasa takut, Karen malah semakin merangsek ke depan, dengan mengayun-ayunkan tongkat bisbol.
„Jangan keburu nafsu... gadis itu masih memiliki manfaat untuk kita. Jika semuanya sudah ada kejelasan, perempuan itu akan bermanfaat untuk kita..”salah satu dari laki-laki itu mengajak bicara temannya yang kesakitan. Dan terlihat keduanya berbicara dengan lirih.
Mendengar kata-kata temannya, laki-laki yang merasa kesakitan itu, mencoba untuk mengendalikan dirinya. Di sisi lain, Tuan Ronald terkejut dengan tindakan yang dilakukan Karen, dan laki-laki itu berusaha untuk menahan gadis itu agar menghentikan serangannya.
“Hentikan tindakanmu Karen…, kita harus mengalah. Tidak seharusnya, kamu melawan kekerasan dengan kekerasan pula, kamu ini seorang gadis. ” Suara tuan Ronald terdengar memberi pengertian pada putrinya, dan tampak kekhawatiran pada wajah laki-laki itu.
Karen mengambil nafas dan berhenti, namun gadis itu masih menatap dua laki-laki yang tampak mengincar papanya itu dengan tatapan bermusuhan.
“Kita tinggalkan mereka dulu, suatu saat kita akan membuat perhitungan lagi. Apalagi informasi yang kita dapatkan belum jelas benar adanya..” akhirnya melihat temannya mengeluarkan darah dari pelipis, satu dari laki-laki itu mengajaknya untuk pergi. Teman satunya menganggukkan kepala, sebagai tanda persetujuan..
„Ingat Ronald... jika memang kamu dan putrimu adalah orang yang dicari oleh Tuan Muda kami, maka kalian tidak akan dapat menghindar. Untuk kali ini, aku akan mengampunimu...” tiba-tiba laki-laki yang terluka di dahi, bersuara dan melihat ke arah Tuan Ronald,
Tidak terlihat ada ketakutan sedikitpun di wajah Ronald, laki-laki itu malah tersenyum sambil melihat pada dua laki-laki di depannya.
„Sampai kapanpun aku akan mengatakan, jika kalian telah salah paham dengan kami. Aku tidak tahu apa yang sejak tadi kalian bicarakan, dan tanyakan. Pergilah... atau putriku akan memanggil polisi untuk menangkap kalian..” dengan berani, Tuan Ronald menanggapi ucapan itu.
Tanpa bicara lagi, dua laki-laki itu segera berjalan keluar dari dalam ruangan itu. Tuan Ronald mengambil nafas lega. Kemudian setelah sepeninggalan dua laki-laki itu, Karen mengambil nafas dalam, kemudian gadis itu melemparkan tongkat bisboll dan berjalan menghampiri papanya.
„Papa... siapa orang-orang itu, dan mengapa mereka menyakiti papa..” Karen segera membantu papanya untuk berdiri. dan membawa Tuan Ronald untuk duduk di atas sofa.
“Tidak perlu kamu pikirkan lagi siapa mereka Karen..., itu tidak penting. Yang penting hari ini, papa dan kamu selamat sayang. Dan jika kamu senggang, buatkan papa minuman hangat dulu..” Tuan Ronald tidak menanggapi pertanyaan gadis itu. Laki-laki itu mengalihkan focus perhatian Karen.
“Baiklah pa.., sekalian Karen akan mengambil air hangat untuk membersihkan luka papa..” Karen akhirnya mengalah. Kesembuhan papanya, menjadi hal yang harus diutamakan saat ini.
Gadis itu segera berjalan menuju dapur, kemudian menyalakan water boiler untuk memanaskan air minum. Sembari menunggu air mendidih, Karen menyiapkan cangkir dan cawan, dan memasukkan gula serta teh celup ke dalamnya. Dengan cekatan, Karen membuat teh manis panas Ketika air sudah mendidih. Tidak lama kemudian, selain teh panas, gadis itu juga membawa baskom kecil berisi air hangat.
“Papa minumlah dulu… Karen akan mengambil Rivanol untuk membantu membersihkan luka papa,” setelah mengantarkan teh, Karen berjalan ke kotak obat. Melihat botol kecil pembersih luka, Karen segera membawa kemudian mengambil beberapa tetes untuk dituang ke dalam baskom berisi air hangat.
Perlahan, dengan sabar Karen membersihkan luka di pelipis dan sudut bibir papanya. Untung saja, darah sudah berhenti menetes, sehingga Karen dapat mengoleskan obat pengering pada luka-luka tersebut.
“Siapa mereka itu sebenarnya pa.., dan kenapa melakukan penyerangan pada papa..” Karen mengulang lagi pertanyaan tentang dua laki-laki itu. Tapi bukannya menjawab, laki-laki paruh baya itu malah... kembali menasehati gadis itu.
„Karen... kan papa sudah bilang tadi, lupakan kejadian hari ini. Semua itu hanya karena kesalah pahaman saja. Besok lagi, jika tanpa sengaja bertemu dengan mereka lagi, lebih baik mengabaikan dan menghindar. Itu akan lebih baik untukmu..” Tuan Ronald malah meminta Karen untuk melupakan. Tampak jika laki-laki paruh baya itu menyembunyikan sesuatu.
„Hemppphh... baiklah, jika itu mau papa.. Sekarang sebaiknya papa segera beristirahat” akhirnya tidak ada pilihan lain bagi Karen, selain mengiyakan perkataan papanya.
Namun, dalam hatinya Karen tidak bisa melupakan kejadian yang baru saja dialaminya.. Gadis itu bertekad ingin mencari sendiri, apa yang menjadi penyebab dari kekisruhan itu.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Hmmmm🤔🤔
2024-03-01
0