Pinggiran Kota..
Berada di rumah baru, Karen masih terlihat malas. Gadis itu masih merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang ada dalam kamar, masih enggan untuk beranjak. Apalagi Karen merasa tidak ada jadwal kuliah, dan juga sudah tidak bekerja lagi, sehingga gadis itu merasa lebih santai. Bahkan ponselnya juga tidak dilihatnya sejak semalam.
"Papa pasti sudah berangkat kerja, karena rumah ini tampak sepi. Rumah siapakah ini, dan kenapa papa dengan mudah mendapatkan tempat tinggal baru ketika kami menemui masalah. Papa selalu menyembunyikan di depanku. Aku akan mencari tahu, sebenarnya apa yang terjadi dengan papa.." Karen berpikir sendiri.
Tidak hanya kali ini, tetapi hampir di setiap kesempatan. Gadis itu merasa jika papanya terkesan menyembunyikan sesuatu darinya. Kerja di perusahaan mana juga tidak pernah diketahuinya. Jika ditanya, papanya akan selalu menjawab hanya kerja di perusahaan kecil, tetapi semua kebutuhan hidupnya bisa tercukupi dari gajinya itu/
"Apa yang sebenarnya papa sembunyikan, aku harus mencari tahu...?" teringat dengan sikap misterius papanya, akhirnya Karen bergegas bangun dari posisi tidurnya.
Rasa ingin tahu tentang identitas asli dari papanya, mengalahkan akal sehatnya. Perlahan Karen keluar dari dalam kamarnya, tetapi betapa terkejutnya gadis itu karena melihat papanya masih duduk di ruang tamu, dengan kopi panas mengepul di depannya.
"Kamu sudah bangun Karen... sarapanlah dulu. Papa sudah membelikanmu sarapan tadi, jadi kamu tidak perlu repot-repot untuk memasak." dengan lembut, Tuan Ronald menyapa Karen.
Gadis itu menghela nafas panjang dan tersenyum merasa malu karena kalah dengan papanya. kemudian...
"Mmmpphh iya pa, Karen juga agak santai hari ini. Karena Karen telah re sign dari pekerjaan, dan akan fokus pada kuliah saja dulu. Papa sendiri, kenapa belum berangkat bekerja.." Karen pura-pura balik bertanya.
Tuan Ronald tampak diam, hanya menatap keluar dari pintu depan. Kemudian..
"Papa sedang menunggu teman lama, kami ada janji bertemu pada pukul sepuluh a,m. Mengenai pekerjaanmu, jangan kamu pikirkan lagi. Papa masih sanggup untuk membiayai studimu.., meskipun bekerja di perusahaan kecil, tetapi perusahaan sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya." perlahan laki-laki paruh baya itu menjawab, dan selalu kalimat itu yang digunakan untuk meyakinkan putrinya.
Merasa malas selalu mendengar jawaban seperti itu, Karen melangkahkan kaki menuju meja makan. Gadis itu segera duduk, dan menuangkan teh manis panas dari dalam tumbler, ke cangkir yang sudah disiapkan papanya di atas meja. Tetapi ingatan tentang kebaikan papanya terlintas dalam pikiran Karen.
"Papa memang selalu baik, dan mengerti apa yang aku butuhkan selama ini. Papa selalu berusaha untuk memenuhi kekosongan peran mama dalam hidupku, dan papa sanggup melakukannya untukku." Karen kembali berpikir sendiri, gadis itu terharu dengan perhatian lebih dari papanya. Jika sudah berpikir seperti itu, akhirnya gadis itu akan kembali menjadi lunak.
Tiba-tiba, papa Karen mendatangi gadis itu dengan membawa ponselnya. Laki-laki paruh baya itu meletakkan ponsel Karen di depannya..
"Sejak tadi ponselmu terus berbunyi. Ada telpon sepertinya, dan tadi aku lihat sepertinya kekasihmu Peter beberapa kali melakukan panggilan. Angkat dulu telponnya.." sambil berjalan kembali ke ruang tamu, tuan Ronald memberi saran pada putrinya.
Tanpa bicara, Karen segera mengangkat ponsel kemudian menggulir panggilan diterima.
"Karen sayang... aku sangat mengkhawatirkanmu.. Sejak kemarin sore aku berusaha menghubungimu, tapi tidak ada panggilan diterima. Dan pagi ini, aku datang ke apartemenmu tapi semuanya acak-acakan. Ada apa Karen, apa yang terjadi.." terdengar kecemasan dalam nada bicara Peter,
Gadis itu tersenyum pias, dan lupa jika dirinya memiliki seorang kekasih bernama Peter. Hubungan dengan laki-laki itu, memang sudah berlangsung beberapa tahun, namun Karen berusaha untuk menunda dalam hubungan yang lebih serius. Karen merasa belum yakin, apakah benar Peter adalah orang yang betul-betul dicari dan dicintainya,
"Iya Peter... maaf ya, Sejak kemarin aku sibuk, karena dengan papa baru saja berpindah apartemen." tidak ada yang ditutupi, Karen berbicara jujur tentang kondisi keluarganya.
"Pindah lagi... untuk berapa kali Karen. Jika kamu dan papamu ada masalah, kenapa tidak bicarakan denganku. Aku bisa membantumu, tidak malah pergi dan pergi lagi..." Peter terkesan tidak suka. Nada bicara laki-laki itu terdengar agak tinggi.
"Tidak masalah Peter, kamu tidak perlu meributkannya. Kami sudah terbiasa, dan aku malah menyukainya karena selalu berusaha untuk beradaptasi dengan orang-orang baru.." Karen berusaha menghilangkan keraguan pada kekasihnya. Apapun yang terjadi dalam keluarganya, gadis itu selalu ingin menutupi agar tidak diketahui oleh orang lain.
"Okay... okay.., aku tidak akan berdebat denganmu. Kita ketemu siang ini, aku akan menjemputmu. Katakan dimana tempatnya, aku akan meluncur ke rumahmu segera.." Peter tidak mau mendengarkan alasan yang diucapkan Karen. Laki-laki itu memotong pembicaraan...
Karen terdiam, dan berpikir cepat. Mungkin dengan merahasiakan tempat tinggal terbarunya, akan dapat mengurangi orang lain mengetahui keadaan mereka.
"Kita bertemu di cafe biasanya saja Peter.. Kamu tidak perlu menjemputku, karena kebetulan aku juga akan keluar untuk mencari sesuatu.." dengan cepat, Karen menahan agar Peter tidak menjemputnya.
"Hempphh... baiklah.." untung saja laki-laki itu mau mengerti.
**********
Little Break Coffee & Kitchen
Di cafe yang ada di pinggiran kota, tetapi dekat dengan komplek kampus, Karen dan Peter mengatur janji untuk ketemu. Ketika Karen sampai di cafe tersebut, Peter sudah menunggunya. Senyum lebar dari Peter menyambut kedatangan Karen, dan ketika laki-laki itu akan mencium gadis itu, Karen menghindarkan diri.
"Apakah kamu sudah memilih tempat duduk untuk kita Peter...?" Karen mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Sudah sayang... aku memilih tempat duduk di pojok ruangan. Dari tempat itu, kita bisa melihat pemandangan ke samping." untungnya Peter langsung menunjukkan tempat duduk yang sudah direservasi. Laki-laki itu merangkul bahu Karen, dan gadis itu membiarkannya.
Tidak lama, kedua orang itu akhirnya duduk. Sudah ada sandwich, dan nachos di atas meja, tapi baru ada satu minuman.
"Kamu akan pesan minuman apa sayang, aku baru memesan satu untukku sendiri," Peter memanggil waiters, dan tidak lama satu perempuan muda mendatangi pasangan kekasih itu.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan..?" seperti kebiasaan menyapa pengunjung, waiters bertanya pada Peter.
"Bawakan aku Hot Americano dengan brown sugar.. Itu saja.." Karen segera menyampaikan tanggapannya, tanpa melihat buku menu,
"Baik Nona,.. mohon untuk menunggu sebentar." dengan sopan, perempuan muda itu membungkukkan badan, dan meninggalkan dua orang itu.
Peter menyesap minumannya, sedangkan Karen mengambil nachos dan mulai memasukkan beberapa keping ke mulutnya. Mereka terdiam sesaat, kemudian...
"Apa yang terjadi padamu dan Om Ronald... Karen. Ceritakan padaku, aku akan mencoba untuk membantumu.." setelah meletakkan kembali cangkir ke atas meja, Peter kembali mengajukan pertanyaan.
Karen terdiam, bingung untuk menjawab apa karena dia sendiri tidak tahu apa yang melatar belakangi penyerangan itu. Hal itu berlangsung berulang kali, dan papanya tidak pernah mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Kenapa kamu selalu diam, jika aku bertanya padamu Karen.. Tidak maukah kamu berbagi denganku.." Peter terus mengejar. Laki-laki itu berusaha meraih tangan gadis itu, kemudian menggenggam dengan tangannya.
"Peter... aku sendiri bingung dengan keadaan yang selalu menimpaku dan papa. Jikalau aku tahu, aku akan membantu papa untuk memecahkannya. Namun... aku sendiri juga tidak tahu Peter, karena papa tidak pernah mau bercerita apapun padaku." akhirnya dengan putus asa, Karen menjawab pertanyaan Peter.
Peter akhirnya diam, namun pandangan laki-laki itu terus menatap ke wajah Karen kekasihnya. Tiba-tiba Peter mengangkat tangan Karen, dan memberikan kecupan di atasnya...
"Karen... menikahlah denganku sayang.. Kita akan menghadapi semua masalahmu bersama, percayalah padaku. Dan aku akan mengenalkanmu pada orang tuaku, dan aku harap kamu tidak menolaknya.." Karen sudah tidak terkejut dengan perkataan Peter. Karena bukan hanya kali ini saja, laki-laki itu mencoba untuk mengajaknya menikah. Namun, Karen selalu mengalihkan pembicaraan.
Dan kali ini, gadis itu juga terdiam, dan mereka berada dalam diam saling berpandangan.
***********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments