episode. 18

"Ada apa, Ma? Apa ada yang salah dengan gaunnya?" Tanya Olivia yang merasa tidak enak dengan tatapan Ambar.

Ambar tersadar dan seketika memalingkan wajahnya kearah lain. Wanita paruh baya itu menghapus air mata yang sudah tergenang di sudut matanya. Ia tak ingin Olivia mengetahuinya.

"Tidak! Sudah, ayo kita pergi sekarang!" Ujar Ambar ketus dan langsung pergi begitu saja.

Olivia terlihat bingung namun tetap mengikuti sang mertua, Ambar yang tampak terkesan tidak suka pada Olivia ternyata begitu peduli padanya. Terbukti, ia membawa Olivia ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa perlengkapan Olivia. Namun, sebelumnya mereka makan siang bersama di sebuah restoran di mall tersebut.

"Kau ingin makan apa, Olivia?" Tanya Ambar sembari membaca menu yang ia pegang.

Olivia juga ikut membaca menu yang juga ia pegang, ia masih bingung memilih mana yang akan ia makan. Semuanya tampak enak, terlihat dari harganya yang luar biasa mahal. Ambar selesai memesan, dan Olivia masih tetap membaca menu itu hingga beberapa kali. Sang mertua mulai jengah, ia melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul dua siang.

"Kenapa lama sekali, Olivia? Sebenarnya kau ingin makan apa?" Tanya Ambar yang sudah frustasi.

Olivia menurunkan buku menu yang ia pegang, lalu ia letakkan di atas meja. Ia tersenyum kaku menatap Ambar, dan dengan malu-malu menunjuk satu menu yang lagi-lagi sukses membuat Ambar terkejut.

"Kalau boleh saya ingin makan ayam bakar madu ini, Ma." Ucapnya sopan.

Ambar menatap Olivia dengan tatapan tak percaya, hingga membuat Olivia terlihat sungkan dan ingin mengubah pesanan.

"Hem, maaf jika tidak boleh saya akan memesan yang lain saja." Ucap Olivia.

"Tidak, kau boleh memesannya, Olivia." Ucap Ambar.

Kemudian wajahnya paruh baya itu, memberitahu apa yang di pesan oleh menantunya pada seorang pelayan yang sudah berdiri sejak tadi. Setelah itu, Ambar pergi begitu saja ke toilet.

"Mama, mau kemana?" Gumam Olivia.

Sesampainya di toilet, Ambar langsung merogoh ponselnya yang berada di dalam tas. Wanita itu hendak menghubungi seseorang, ia terlihat tidak tenang saat ponselnya masih belum terhubung pada seseorang yang akan menjawab ponselnya.

"Kenapa lama sekali?"

Tak beberapa orang yang sedang dihubungi pun mengangkat panggilan itu, Ambar langsung menceritakan apa yang sejak tadi ia tahan.

"Kau harus bantu aku menyelidiki siapa keluarganya, Hans." Ucap Ambar.

"Nyonya, sebelumnya aku dan Tim sudah menyelidiki siapa keluarga gadis itu. Dia tidak memiliki keluarga lagi, kedua orangtuanya sudah tiada." Ucap Hans asisten Ambar dari seberang telepon.

"Lalu, apa ada kaitannya dia dengan Julia?" Tanya Ambar yang begitu yakin.

"Mohon maaf, nyonya. Tidak ada keterkaitan apapun nyonya Julia dengan gadis itu. Kami sudah memeriksanya secara detail." Ucap Hans menjelaskan.

Ambar merasa ada sesuatu yang aneh, ia tidak bisa menerima penjelasan dari asistennya begitu saja. Wanita itu pun langsung menutup ponselnya dan kembali ke restoran dimana ia dan sang menantu akan makan siang bersama.

...----------------...

Alan menerima tamu yang membuat dirinya kesal setengah mati, dia adalah Andre. Teman dekat Fabian yang datang berkunjung untuk sekedar mengobrol dengan bos-nya itu.

"Aku heran apa kau tidak punya tempat selain datang kemari?" Tanya Alan yang jengah.

"Tidak." Jawab Andre singkat.

Alan menarik kedua sudut bibirnya, ia menatap Andre. Namun, batinnya terus memaki orang yang ada di depannya ini.

"Apa kau tidak bisa jika tidak memaki, Alan?"

Pertanyaan Andre itu sukses membuat mata Alan membulat, pria itu lupa jika Andre bisa mendengar suara hati orang lain.

"Tidak!" Jawab Alan ketus kemudian pergi begitu saja.

Tak berapa lama, Fabian datang menemui Andre yang tengah duduk di sebuah sofa di lobby utama. Pria dingin itu tampak senang dengan kehadiran teman yang menurut Alan memiliki sikap yang aneh.

"Andre? Ada apa?" Tanya Fabian kemudian ikut duduk di samping temannya itu.

"Hem, akhir-akhir ini perusahaan ku sedang tidak baik-baik saja." Ucap Andre tampak tak bersemangat.

Fabian menatap Andre dengan tatapan bingung, baru kali ini temannya itu mau menceritakan tentang masalah yang sedang ia hadapi.

"Benarkah? Tapi, baru saja aku lihat nilai sahammu lumayan tinggi, aku rasa tidak ada tanda-tanda kebangkrutan." Ucap Fabian semakin bingung.

Andre mengubah mimik wajah yang tadinya kosong kini berubah datar.

"Aku tidak bilang bangkrut, teman." Ucap Andre..

"Lalu, kenapa kau bilang tidak baik-baik saja? Berarti perusahaanmu sedang goyang 'kan?" Fabian menerka.

"Tidak! Perusahaan Ku tidak goyang, aku yang ingin di goyang." Ucap Andre menatap lekat pada Fabian.

Fabian tercengang, keningnya berkerut. Ia semakin bingung dengan ucapan Andre yang terkadang di luar nalar.

"Aku ingin menikah," ucap Andre tiba-tiba.

"Hah? Ya menikah saja, kenapa kau terlihat bingung." Fabian semakin tidak mengerti.

"Aku tidak punya pacar." Jawab Andre singkat.

"Ya cari, Andre! Kalau kau diam saja mana ada wanita yang mau mendekat!" Ucap Fabian yang mulai kesal.

Andre diam menatap lurus kedepan, tampak ia sedang memikirkan sesuatu.

"Hem, apa kau mencintai istrimu?" Tanya Andre lagi.

Kini, Fabian pun terdiam. Ia mencari nama Olivia di relung hatinya. Tapi, Tampaknya ia belum menemukannya.

"Kau tidak mencintainya?" Andre bertanya lagi.

"Aku belum.."

Andre tiba-tiba memotong ucapan Fabian.

"Jika belum bisa mencintainya, tidak usah kau memaksanya mencintaimu. Jangan habiskan waktu pada orang yang tak kau cintai, dan jangan membuang waktu orang lain untuk membuatmu jatuh cinta." Ucap Andre dengan tatapan serius.

Fabian tercengang, entah mengapa kata-kata mutiara itu seperti menampar hatinya. Ia bahkan tak bisa berkata-kata, Andre si pria dingin nan aneh. Tapi, sering mengucapkan kata-kata ajaib.

Andre bangkit dari duduknya, tangannya ia masukkan kedalam saku celananya.

"Fabian, jika kau tidak ingin mencintainya! Aku bersedia menerimanya." Ucap Andre kemudian pergi begitu saja.

Fabian benar-benar dibuat tidak bisa bicara, pria itu ingin marah. Tapi, dia tidak tahu kenapa harus marah.

"Kau memang pria gila, Andre!" Gumamnya.

Andre keluar dari kantor Fabian dengan senyuman yang begitu lepas. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia berpapasan dengan wanita yang bisa membuatnya menjadi pria yang suka marah-marah.

"Hei! Kenapa kau kemari?! Gadis kecil tidak boleh datang ke kantor!" Hardik Andre.

"Cih! Siapa kau melarang ku seperti itu!" Ucap Lucy tak kalah garangnya.

"Aku bukan siapa-siapa!" Jawab Andre singkat.

"Yasudah! Kalau bukan siapa-siapa, tidak usah mengatur!" Lucy mengomel.

"Tapi, aku donatur disini jadi aku berhak mengatur!" Andre berteriak.

Lucy mendekati pria itu dengan tatapan tajam. Ia tak takut sama sekali, bahkan keduanya saling beradu pandang denan tatapan saling mengintimidasi.

"Tidak ada yang boleh mengatur diriku, kecuali suamiku nanti!" Ucap Lucy dingin kemudian masuk ke dalam area kantor.

Andre hendak menahan, namun akhirnya ia urungkan. Pria itu mengelus dadanya menetralkan irama jantung yang berdebar kencang akibat marah-marah tidak jelas. Pria itu bingung, setiap kali ia berdekatan dengan Lucy emosinya benar-benar tidak stabil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!