Undangan telah tersebar, Ambar akan membuat pesta pernikahan besar-besaran. mimik wajahnya terlihat serius saat memperhatikan gaun yang sedang di kenakan Olivia. Begitu pun dengan Fabian, matanya tak berkedip saat gaun indah indah melekat sempurna pada tubuh indah Olivia.
"Cantik." Gumamnya.
"Tidak!" tiba-tiba Ambar berbicara. Hal itu membuat Fabian mengerutkan keningnya.
"Gaun itu tidak cocok untuknya, terlalu meriah dan mencolok!" ujar Ambar.
"ganti yang lain!" pintanya pada pemilik butik.
Olivia menampilkan wajah lelah sebab ia sudah mencoba hingga lima gaun dan satu gaun yang di pakai membutuhkan waktu satu jam. Tak ada yang cocok untuknya Dimata Ambar, rasanya Olivia ingin pergi dari tempat itu. calon mertuanya benar-benar membuatnya kehabisan tenaga.
pemilik butik tersebut mengangguk cepat, ia pun menyuruh pegawainya untuk segera membawa Olivia mengganti gaun yang lain.
"Aku lelah sekali!" keluhnya setengah berbisik pada pemilik butik.
pria dengan gaya lentiknya itu hanya bisa memberikan semangat, tak ada yang bisa ia lakukan daripada usahanya terancam.
"sabarlah Nona, semoga ini gaun terakhir." ucapnya menghibur Olivia.
Olivia tersenyum getir, ingin rasanya ia menangis. Namun, ia tak ingin terlihat lemah.
setelah satu jam menunggu, akhirnya Olivia pun selesai. Wanita itu tampak begitu anggun mengenakan gaun berwarna biru muda itu. Ia memandangi tubuhnya dari pantulan cermin, jujur saja gaun yang ia kenakan ini sedikit tampak cocok dan ia sangat menyukainya.
Olivia pun di bawa keluar untuk menemui Ambar dan Fabian. ia menundukkan kepalanya berdoa semoga Ambar menyukai gaun ini.
"Aku sudah lelah, Tuhan. Tolong aku kali ini."
Fabian terkesima seketika jantungnya berdebar kencang saat melihat bentuk tubuh Olivia yang melekuk indah. Ia tidak bisa berkata-kata, pemandangan indah itu tidak akan ia lewatkan begitu saja.
Ambar tersenyum samar menatap sang anak, lalu menepuk pelan pundaknya, agar Fabian kembali tersadar.
"Hem, bagaimana ma?" tanya Fabian.
Ambar diam, sekali lagi ia mengamati gaun pengantin itu dengan teliti. Namun, yang ini lebih lama ia perhatikan, ia mau Olivia terlihat sempurna tak ada yang kurang sedikit pun.
pemilik butik dan beberapa pegawainya sedang harap-harap cemas, mereka berharap Ambar menyukainya. Jika tidak, hancur sudah reputasi sang pemilik butik ternama yang jasanya itu sudah mendunia.
Lima belas menit dalam keheningan, namun jantung begitu terpacu kencang pada orang-orang yang sudah mulai lelah.
"bagaimana nyonya?" tanya pemilik butik.
"Hem? menurutmu?" pertanyaan Ambar sukses membuat sang pemilik butik ketar-ketir.
"aku suka gaunnya, Nyonya." ujar Olivia jujur.
Ambar mengangkat satu alisnya lalu tersenyum menatap calon menantunya.
"Aku pilih gaun yang ini." ujar Ambar kemudian kembali duduk memainkan ponselnya.
Fabian menatap datar Olivia, namun hatinya terasa berdesir.
pemilik butik begitu lega, ia menyeka peluhnya dan hampir menangis haru. Karena akhirnya Ambar cocok dengan gaun tersebut. Begitu juga Olivia, ingin rasanya ia melakukan sujud syukur.
...----------------...
Setelah melakukan fitting gaun pengantin, Ambar hendak kembali ke rumah karena masih banyak yang harus ia urus. Ia akan mengatur semuanya bersama Alan.
sementara Olivia dan Fabian menuju salah satu restoran untuk makan siang, baru kali ini ia mengajak seorang wanita makan siang bersama. Fabian tidak akan mau melakukan itu kepada wanita yang telah ia tiduri, ia berpikir wanita-wanita itu hanya untuk kesenangan nafsunya saja. tidak penting mengajak makan bersama seperti ini.
Mereka duduk saling berhadapan, Fabian tidak merasa risih sekalipun meski Olivia bukan dari kalangan terpandang.
"Kau ingin makan apa?" tanyanya masih dengan sikap yang datar.
"Apa saja," jawab Olivia yang sudah tidak bertenaga.
Fabian pun memesan makanan yang menjadi favoritnya di restoran itu. Setelah pesanan mereka di bawa oleh seorang, Fabian mengecek ponselnya karena ada beberapa email dari kantor yang masuk. Sementara Olivia, ia hanya bisa memperhatikan keadaan restoran tersebut.
Beberapa menit menunggu akhirnya hidangan pun sampai, Olivia seketika melongo dengan menu makanan yang di pesan oleh Fabian.
"ada apa?" tanya Fabian.
Olivia tersenyum getir, sekali lagi ia ingin menangis karena makanan itu hanya salad dan air putih saja. perut yang terasa keroncongan sejak tadi seketika semakin perih.
Olivia mengambil alat makan yang tergeletak di samping piringnya, ia mencobanya salad itu dengan terpaksa. Makanan itu pun masuk kedalam mulutnya, Olivia menahan sesak di dadanya.
"Aku benci salad!" makinya dalam hati.
Fabian hanya memperhatikan gadis itu, tangannya terlipat di dada. Ia juga tak menyentuh makanannya, entah apa yang sedang ia pikirkan.
Tak beberapa lama kemudian, datanglah pesanan yang sesungguhnya. Mata Olivia berbinar saat melihat steik daging setengah masak. Ia menelan ludahnya kasar, perutnya semakin keroncongan.
"Makanlah" ujar Fabian pada Olivia kemudian menyantap makanan miliknya.
Olivia pun dengan senang hati menyantapnya tanpa ragu, hatinya begitu bahagia merasakan nikmatnya hidangan yang belum ia rasakan sebelumnya.
usai makan siang bersama keduanya memutuskan kembali ke rumah, suasana rumah begitu tenang. Hanya ada keduanya, para pelayan sedang sibuk mengurus gedung yang akan menjadi tempat mereka menikah beberapa hari lagi.
"Tuan, apa kau yakin ingin menikah denganku? Kau tidak takut aku akan melarikan seluruh hartamu?" Olivia mencoba menakuti-nakuti Fabian. Namun, pria itu terlihat tidak peduli.
"kita hanya menikah, bukan terikat!" ucap Fabian.
"maksudnya?" tanya Olivia tak mengerti.
"Aku hanya menikahimu, dan kau tidak bisa memilikiku! jadi, jangan harap kau akan mendapatkan sepeser harta dariku!"
Ucapan itu sukses membuat hati Olivia seperti tertusuk duri.
"jadi maksudmu aku hanya sebagai pelampiasan nafsu mu saja begitu?" tanyanya.
"ya! Dan tidak lebih dari itu! Ini akan berlangsung hingga dua tahun lamanya, sampai masa kontrakmu selesai!" ucap Fabian.
Olivia mendengus kesal, sungguh ia tidak berpikir ini sebelumnya.
Fabian pun berlalu meninggalkan Olivia di ambang pintu utama, pria itu berjalan tanpa beban. Ia sama sekali tidak memikirkan perasaan gadis yang kini pikirannya sedang terguncang.
"jadi ini hanyalah pernikahan kontrak?" batinnya tak terima.
...----------------...
Della masih berusaha meyakinkan Kenzo bahwa ia adalah wanita baik yang akan menjadi pendampingnya. Namun, pria itu tampaknya belum menunjukkan rasa suka pada Della meski mereka sering tidur bersama.
"Ken, apa aku terlihat cantik hari ini?" tanya Della pada Kenzo yang sedang duduk di teras balkon.
Kenzo tersenyum miring dan kepalanya mengangguk pelan menatap Della yang kini memakai gaun yang begitu terbuka.
Meski Della tidak mendapatkan respon yang baik, tapi ia tidak putus asa begitu saja. ia pun duduk di atas pangkuan kekasih sahabatnya itu, Della bersikap manja sementara Kenzo terlihat datar tanpa ekspresi.
"Bisa kau turun? Aku lelah hari ini." ujar Kenzo.
Hal itu pun membuat Della sedikit kesal, tapi ia tak mau membuat Kenzo marah. Akhirnya wanita itu turun dan duduk di sampingnya.
"Mau aku pijit?" tawar Della.
"Tidak," Kenzo hanya menjawab singkat kemudian beranjak masuk ke kamar.
Della mengepalkan tangannya kuat, sudah berbagai cara untuk mendapatkan hati Kenzo. Namun, sampai sekarang ia belum bisa menggapainya.
"Apa hatinya masih tersemat nama Oliv?" gumamnya lirih.
Della begitu marah juga sedih, ia sudah menjebak temannya agar Kenzo jatuh ke dalam pelukannya. Tapi, pria itu sama sekali tidak melihatnya kecuali saat ia sedang butuh pelepasan.
"Aku seperti barang saja, dibutuhkan jika dia merasa perlu."
"ah, tidak! Aku tidak boleh putus asa, aku harus melakukan cara supaya ia mau menikahi ku!" sambungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments