episode 5

"aku sudah siap, Tuan. Ayo kita ke kandang binatang peliharaanmu." ucap Olivia saat melihat Fabian kembali masuk ke kamar.

Fabian mengusap wajahnya kasar, sekarang ada dua wanita yang akan menguras tenaga serta emosinya.

"Dia masih kenyang, besok atau lusa saja!" ucap Fabian berdalih.

Olivia kembali terlihat lesu, tidak ada lagi semangat dalam dirinya. Bahkan jika Fabian menyakitinya ia pun rela, dunia begitu kejam baginya.

Fabian melirik ke arah Olivia ada perasaan bersalah dalam hatinya saat melihat manik mata wanita muda tersebut.

"tidak usah memasang wajah sedih seperti itu! Aku tidak akan pernah melepaskan mu sampai tugasmu selesai!" hardiknya. Namun, di dalam hati Fabian tidak seperti itu.

sementara itu, Olivia tidak peduli dengan ucapan Fabian. pikirannya bercabang kemana-mana, tinggal di dalam sangkar emas bukanlah cita-citanya. Ia lebih memilih hidup sederhana dan bisa bebas kemanapun.

Pria duda itu kini duduk di samping Olivia, ia harus memikirkan cara agar Ambar tidak curiga jika dia menyimpan seorang wanita di rumah itu.

"Jika mama sampai tahu, sudah di pastikan dia akan mengamuk dan aku takut sakit jantungnya akan kambuh" Ucapnya dalam hati.

Di dalam pikiran Olivia pun berbeda, ia teringat dengan sang kekasih yang sudah tiga hari tidak ia hubungi. Olivia baru menyadari, ponselnya tidak ada bersamanya.

"Ponselku!" ucapnya panik.

Olivia pun berdiri, seketika ia bingung mencari kesana kemari membuat Fabian mengerutkan keningnya.

"Ada apa?" tanyanya.

"ponselku tidak ada, Tuan" ucapnya.

"Ck! kenapa kau baru sadar?! Apa kau teringat dengan kekasihmu?!" selidik Fabian yang sedikit kesal.

Olivia tidak menjawab, ia terlihat panik karena ponsel itu berisi nomor-nomor penting dan salah satunya nomor sang kekasih.

"percuma kau mencarinya, ponselmu sudah ku buang!" ucap Fabian tanpa beban.

Olivia melotot kearah pria duda itu, rasa kesalnya semakin menjadi-jadi.

"kenapa di buang?! hanya itu harta satunya yang kumiliki!" sergah Olivia.

Fabian sedikit terkejut melihat ekspresi marah Olivia yang begitu menyeramkan.

"seram sekali" gumamnya.

Fabian berjalan mendekati Olivia, ia tersenyum sinis sembari menatap wanita itu dengan tangan yang ia masukan kedalam saku celananya.

"selama kau di sini, kau tidak boleh memegang ponsel atau menelepon siapapun!" ucapnya dingin.

Olivia mengepalkan tangannya kuat, ingin sekali rasanya ia menampar pria itu. Namun, masih ia tahan karena tidak ingin mendapatkan masalah.

ia mengusap wajahnya kasar dan berjalan menjauh dari Fabian, Olivia tidak bisa mengekspresikan kemarahannya saat itu.

"ah ya Tuhan, bagaimana ini" gumamnya pelan.

"kenapa kau begitu frustasi? Bukannya kau hanya sebatang kara, jadi untuk apa ponsel" selidik Fabian.

Olivia tidak mau menjawab, ia lebih memilih berbaring di ranjang. Kemudian menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Olivia begitu lelah, tenaganya terkuras habis selain gagal bunuh diri ia juga lelah berdebat dengan Fabian.

"kau belum menjawab ku, Olivia!" bentak Fabian.

Wanita itu memejamkan matanya hingga masuk ke alam mimpi, membuat Fabian hanya bisa menghela nafasnya.

"aku tidak tahu jika bermain dengan seorang wanita muda akan serumit ini jadinya!"

Fabian hanya bisa mengomel, kemudian ia memutuskan untuk keluar dari kamar menuju ruang kerjanya. Tak lupa ia menghubungi Andre untuk menanyakan hal detail tentang Olivia.

***

Andre yang sedang membaca buku favoritnya seketika melemparnya begitu saja, saat ponselnya berbunyi nyaring tepat di meja samping tempat duduknya.

"Astaga!." gerutunya.

Andre mengusap wajahnya pelan, lalu meraih ponselnya ponselnya kemudian wajahnya berubah datar.

"halo, ada apa?." tanyanya.

"aku ingin bertanya, apa wanita ini (Olivia) memang suka membuat geram?" tanya Fabian.

"iya, tepatnya dia hanya ingin menyelamatkan harga dirinya." jawab Andre tenang.

"hahahaha! Wanita murahan sepertinya tidak mungkin punya harga diri, kau jangan bergurau Andre!" ucap Fabian seolah meremehkan ucapan sahabat yang memiliki kemampuan berbeda itu.

"terserah kau saja!" ucap Andre lalu mematikan ponselnya secara sepihak.

Andre yang juga memiliki kekayaan yang hampir setara dengan Fabian itu langsung membuang ponselnya ke dalam tong sampah. Bukan karena ia tidak membutuhkannya lagi, melainkan kesal karena Fabian tidak percaya dengan apa yang ia katakan.

"tuan kenapa di buang?" tanya asisten rumah tangga Andre yang tengah membersihkan meja yang berada di ruangan itu.

Andre memasang wajah malas kemudian masuk ke dalam kamar tanpa menjawab pertanyaan pelayanannya itu.

***

sementara di sisi lain, Fabian malah terdiam memikirkan ucapan Andre. ia terus menatap selimut yang menutupi tubuh Olivia. Namun, sedang asyik mengamati Gadis itu, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan cukup kuat.

Fabian terkejut bukan main, ia tersentak dan langsung berjalan hendak membuka pintu tersebut. ia juga memaki bahkan mengutuk orang yang berada di balik pintu tersebut karena sudah berani mengganggu kesenangannya.

Sesaat pintu terbuka, alangkah terkejutnya dia saat tahu sang tengah berdiri dengan melipat kedua tangannya di dada seraya menatap sang anak dengan tatapan dingin.

"Mama?" ucap Fabian seraya menetralkan irama jantungnya yang berdegup kencang.

"kau sedang apa?." tanya Ambar.

"Tidak ada, hanya duduk saja." jawab Fabian setenang mungkin.

Mata Ambar memicing, ia tidak percaya begitu saja. Wanita paruh baya itu hendak masuk ke dalam kamar sang anak. Namun, dengan cepat Fabian menghalanginya. Pria itu tak ingin Ambar mengetahui keberadaan Olivia.

"Mama, aku dengar tuan Jhony mengundang kita untuk acara makan malam, apa Mama tidak bersiap?" ucap Fabian mencoba mengalihkan perhatian sang Mama.

seketika wajah Ambar bersemu merah, ia lupa dengan tujuannya. Ambar tersenyum kala mendengar nama tuan Jhony, pria yang usianya sama dengannya itu begitu mempesona.

"astaga mama lupa, kalau begitu mama mau ke salon dulu siapa tahu tuan Jhony semakin klepek-klepek sama mama." ucap Ambar dengan rasa bahagia.

Ambar pun pergi meninggalkan sang anak, ia bersenandung kecil menuju kamarnya untuk bersiap. Sementara Fabian mengusap dadanya pelan dan kembali masuk ke dalam kamar. Pria itu tak lupa menguncinya lalu berbaring di samping Olivia yang tengah terlelap.

***

Fabian terbangun, ia melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul tiga sore. Pria itu tertidur hingga tiga jam lamanya. Namun, Olivia sudah terjaga sejak tadi. Ia tidak bisa bangkit sebab tangan Fabian memeluknya begitu erat.

"kau sudah bangun?" tanyanya yang sudah frustasi.

Fabian terkejut, ia pun bangkit dari tidurnya kemudian duduk di tepi ranjang mengamati Olivia.

Olivia duduk sambil menyandarkan kepalanya, ia membuang nafasnya panjang. Namun, pandangannya lurus kedepan. Fabian tak henti menatap wanita itu, ia merasa ada yang berbeda dengan gadis ini.

Olivia memegangi perutnya yang terasa keroncongan, wajahnya memerah saat Fabian mendengar suara perut gadis tersebut.

"kau lapar?" tanya Fabian.

Olivia hanya mengangguk sembari menunduk.

Fabian langsung menyeret Olivia keluar dari kamar membawanya ke ruang makan untuk makan siang bersama. Ia tidak berkata apapun, semuanya tampak hening.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!