episode. 16

Keesokan harinya, Fabian sudah bersiap untuk pergi ke kantor memulai harinya sebagai seorang pemimpin perusahaan. Ia merapikan kemejanya, kemudian duduk di tepi ranjang. Lalu, menyentuh pipi sang istri yang masih terlelap.

Olivia terbangun, ia membuka matanya lalu menatap datar pada Fabian.

"Ada apa?!" Tanyanya ketus.

"Hem? Kau tanya ada apa? Apa kau tidak ingat dengan tugasmu?!" Sindir pria itu.

"Cih! Aku tidak bisa berdiri karena kau menggempur ku hingga menjelang pagi! Apa kau tidak ingat itu, Tuan?!" Maki Olivia.

Fabian menahan senyumnya, bukannya marah ia malah ingin tertawa saat Olivia memakinya.

"Itu sebagai hukuman karena sudah melanggar peraturan yang sudah ku buat!" Ucap Adrian.

Olivia mendengus kesal, ia duduk bersandar menatap tajam pada Fabian.

"Peraturan? Aku baru tahu kau memiliki peraturan tak masuk akal itu!" Cibir Olivia sembari menutupi tubuhnya dengan selimut. Gadis tak memakai apapun, karena terlalu lelah sehingga tak sanggup memakai pakaiannya lagi.

"Kau istriku, Olivia!" Fabian mengingatkan.

"Istri pemuas maksudmu?" Olivia tersenyum getir dadanya terasa sesak saat mengingat kata-kata Fabian tempo hari.

Fabian melihat jam yang ada di pergelangan tangannya, lalu beralih menatap Olivia yang masih terlihat marah.

"Aku tak punya waktu untuk berdebat, pakaikan dasi ini!" Pinta Fabian.

"Tidak mau!" Olivia menolak.

"Kau tidak mau?! Apa kau lupa janjimu pada mamaku untuk melayaniku setiap waktu?" Fabian mengingatkan.

Olivia terlihat frustasi, ia turun dari ranjang dan membuka selimut yang menutupi tubuhnya lalu berjalan mendekati suaminya. Mata Fabian tidak berhenti menatap benda kenyal yang menggantung indah milik Olivia itu.

Olivia tidak peduli, ia memasangkan dasi di kerah baju suaminya dengan menekuk wajahnya. Milik Fabian kembali bangkit, ia kesulitan untuk menelan ludahnya.

"Apa kau ingin menggoda ku?" Tanyanya sembari terus menatap.

Olivia tidak menjawab ia masih cemberut, namun tangannya tetap bekerja menyimpulkan dasi itu. Fabian sudah tidak menahannya, ia memainkannya lagi hingga Olivia berteriak kesal.

"Arghhh! Kenapa kau lakukan lagi?!"

Fabian tidak menggubris teriakan itu, ia tetap pada kegiatannya.

Benar saja, Fabian melakukan penyatuan lagi. Pakaian yang telah rapi kini sudah tak berbentuk lagi. Olivia benar-benar kesal tapi hanya bisa pasrah.

...----------------...

Alan menunggu di depan pintu utama gedung pencakar langit yang menjadi kantor Fabian itu. Ia terlihat gelisah, beberapa kali ia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya.

"Ya Tuhan! Apa dia lupa kalau pagi ini ada rapat penting?" Gerutunya sembari berjalan kesana kemari menunggu kedatangan Fabian.

Tak beberapa lama, Alan melihat sebuah mobil yang ia tahu adalah milik client penting yang akan rapat dengan Fabian pagi itu. Sebelumnya, Alan harus menundanya karena Fabian tidak berada ke kantor selama beberapa hari.

Terlihat wanita cantik yang umurnya tak jauh berbeda dengan usia Fabian itu, berjalan menghampiri Alan bersama sekretarisnya. Seketika Alan terpesona, namun ia harus melupakan itu sejenak karena sadar Fabian tak kunjung datang.

"Tuan, kau dalam masalah!" Gumamnya hampir gila.

Wanita cantik yang di ketahui masih berstatus belum menikah itu, menyapa Alan dengan senyuman. Tak lupa ia mengibaskan rambutnya hingga Alan mencium aroma sampo yang wanita itu gunakan.

"Selamat pagi, Tuan Alan. Apa kabar?" Sapa wanita cantik itu.

"Selamat pagi, nona Sandra. Kabar saya baik, dan sepertinya kabar anda begitu baik, dengan wajah yang semakin cantik" jawab Alan sembari memuji.

Sandra tersipu malu, pipinya terlihat memerah karena warna kulit yang begitu putih dan mulus. Wanita itu pun mencari keberadaan Fabian yang tidak terlihat di samping Alan, ia merasa sedikit kecewa karena orang yang paling ingin ia temui itu ternyata tidak menyambutnya.

Alan mengerti dari ekspresi wanita itu, akhirnya ia terpaksa berbohong jika Fabian masih di jalan. Padahal ia belum tahu apakah bos-nya itu sudah jalan atau belum, sebab dari tadi ia tidak bisa menghubunginya.

"Tuan Fabian sebentar lagi sampai, nona. Sebaiknya anda menunggu di dalam saja. Di luar cuaca sedang tidak baik." Ucap Alan.

Sandra tersenyum, ia dan sekretarisnya pun mengikuti Alan masuk kedalam lobby utama kantor, untuk menunggu Fabian yang mungkin masih berada di kasurnya.

...----------------...

Entah mengapa hati Fabian terasa berat meninggalkan Olivia di apartemen itu. Namun, ia harus pergi ke kantor, Fabian menatap Olivia di ambang pintu.

"Apa ada yang perlu di bawa?" Tanya Olivia yang bingung melihat Fabian yang tak kunjung pergi.

"Tidak ada, hanya saja aku ingatkan jangan membuka pintu jika ada orang yang dikenal mengetuk pintu ini." Ucap Fabian.

Olivia bersemu merah, ia tersipu merasa Fabian menghawatirkan dirinya.

"Ada apa dengan wajahmu?" Tanya Fabian sembari mengerutkan keningnya bingung.

"Aku tidak menyangka kau mengkhawatirkan diriku." Ucap Olivia malu-malu.

Fabian menghela nafasnya sembari tersenyum samar, pria itu tak habis pikir pikir dengan apa yang di ucapkan sang istri.

"Sini!" Panggil Fabian agar Olivia mendekat padanya.

Olivia berjalan perlahan mendekati pria dingin itu, ia menunduk malu membuat Fabian ingin sekali menggempurnya lagi.

Tak!!

"Awww!" Olivia meringis sembari mengusap keningnya yang memerah akibat sentilan tangan Fabian. Wajah manisnya seketika berubah.

"Apa yang kau lakukan!" Gerutunya.

"Olivia, aku pinta kau jangan terlalu percaya diri! Ingat batasanmu," ucap Fabian menegaskan lagi.

Olivia terdiam, hatinya seperti tercubit mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Fabian.

Fabian pun pergi meninggalkan Olivia yang masih mematung, Olivia tersenyum getir.

"Bodohnya aku terlalu percaya diri, hahahah! Olivia, kau tak perlu lagi memikirkan sikap pria dingin yang terkadang berubah menjadi malaikat itu." Monolognya sembari menutup pintu dengan senyuman miris.

Olivia berjalan masuk kedalam kamar, tiba-tiba ia merasa sepi. Ia merindukan sang ibu yang sudah berada di tempat terindah.

...----------------...

Ambar melihat sebuah album foto di meja kerjanya yang ada di kamar, wanita itu tampak serius melihat seseorang yang berada di foto tersebut.

Sudah bertahun-tahun wanita paruh baya itu mencari keberadaan seseorang tersebut.

"Dimana sekarang kau, Julia?" Ucapnya lirih sembari meraba foto tersebut.

Ambar memejamkan matanya mengingat kejadian masa lampau, saat seorang wanita itu terpisah dari anaknya yang baru saja ia lahirkan.

Di dalam relung hati yang paling dalam, ia menyesal karena terlambat membantu Julia untuk menyelamatkan anaknya, yang diambil paksa oleh mantan suaminya.

"Maafkan aku, Julia." Ucapnya dengan airmata yang menetes.

Ambar sudah berbagai macam cara untuk bisa menemukan sahabatnya itu. Namun, hasilnya selalu nihil, berpuluh-puluh tahun ia tak pernah berputus asa untuk mencarinya. Bahkan Ambar rela bolak-balik antar benua untuk mendapatkan informasi yang ada.

"Jika kau telah tiada, datanglah ke mimpiku dan beritahu aku dimana makam mu, agar aku berhenti mencarimu. Julia, tolong jangan membuatku menyesal sepanjang hari," gumamnya dengan isakan tangis yang begitu memilukan.

Ambar menyimpan semuanya sendiri dari siapapun, dan Fabian juga tak ia beritahu. Pikirnya ini adalah masalah dirinya yang harus ia selesaikan, Ambar tidak akan meminta bantuan sang anak. Ia tak ingin merepotkan pria itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!