Hari ini di rumah kediaman Annisa dan Ikhbar sedang dipenuhi dengan keluarga besar mereka. Para tetangga juga tampak berdatangan.
Aqila, putrinya Annisa akan bertunangan dengan pria pilihannya. Hana dan Shabir juga tampak hadir di antara keluarga yang lain.
Hana memilih bertahan, setelah tahu semua alasan Shabir selama ini tak menyentuhnya. Dia bertekad akan membuat suaminya itu bisa melupakan cintanya pada Anin dan memandang dirinya.
Hana duduk di sudut ruang tamu, sambil memandang pasangan suami istri dari keluarganya. Mereka tampak sangat akrab. Berbeda dengan dirinya, yang hanya berpura-pura bahagia dengan pernikahannya.
Shabir sang suami sedang berkumpul dengan Ghibran, Ikhbar dan pria lain dari keluarga besarnya. Dari dulu, sebenarnya Hana sudah merasa terkucil, banyak keluarga mereka yang kurang bisa menerima kehadirannya. Mungkin karena dia lahir dari rahim wanita yang dianggap pelakor.
Mereka hanya menegur atau menyapa, jika ada Ghibran dan Aisha. Jelas semua karena rasa hormat pada sang abang saja. Namun, Hana masih tetap bersyukur karena dia dibesarkan oleh Aisha. Wanita itu menyayanginya seperti Anin, putri kandungnya.
Acara pertunangan telah selesai. Keluarga dan tetangga, sedang menyantap hidangan yang disediakan. Dari kejauhan Hana melihat kedatangan Anin. Dia melihat semua keluarga menyambutnya dengan senang hati.
"Terus terang aku iri padamu, Anin. Kau memiliki segalanya. Wajah cantik dariku, kepintaran mu jauh diatas aku, dan kamu memiliki kesabaran yang jauh lebih besar dariku. Memiliki orang tua lengkap yang sangat menyayangi kamu. Dan yang paling membuat aku iri, kamu juga merebut cintanya Gus Shabir," gumam Hana pada dirinya sendiri.
Tanpa bisa dia cegah, air mata jatuh membasahi pipinya. Hana menghapusnya dengan kasar.
"Katanya Tuhan itu maha adil, tapi kenapa aku diberi cobaan dari lahir dimuka bumi dengan menjadikan aku yatim piatu. Kenapa aku tidak diberi satu saja kelebihan dari Anin. Cinta pun aku berada dibawah bayangannya. Apakah ini yang namanya takdir? Namun, kenapa takdirku begini? Aku juga ingin kebahagiaan yang sempurna. Bukannya aku tidak menerima suratan takdirmu, tapi terkadang aku merasa lelah dengan diri sendiri," ucap Hana dalam hatinya.
Hana lalu melihat ke arah Anin. Tampak semua keluarga ingin mengobrol dengannya. Semua terlihat antusias mendengarkan kata-kata apa yang keluar dari bibirnya.
Hana lalu memandang ke arah suaminya. Terlihat Gus Shabir diam-diam melirik dan mencuri pandang ke arah Anin. Dadanya terasa sesak.
Aku tahu hatiku tak akan pernah sama. Tapi aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa aku baik-baik saja."
"Kau menjadi penenang bagi hatiku sekaligus jadi bagian yang membingungkan. Rasa tidak biasa dan aneh hanya dimiliki orang-orang yang gagal dan aku tak mau gagal. Aku akan berusaha merebut hatimu, walau sulit, tidak pernah ada kata-kata tidak bisa, walau harus sejuta kali mencoba dan galau. Kita berdua tahu, bahwa aku bukanlah yang kamu butuhkan. Dan hal yang paling sulit adalah ketika kita mencintai seseorang dan orang itu ternyata mencintai orang lain."
Setelah cukup lama berbincang dengan keluarga, Anin masuk ke rumah Annisa. Dia ingin mencari keberadaan Hana. Tadi papinya berkata jika aunty-nya itu ada di dalam rumah. Dengan langkah yang pasti gadis itu masuk. Saat melihat Hana, dia tersenyum mendekati, dan langsung memeluknya.
Tanpa Anin duga, Hana melerai pelukan gadis itu. Bukannya membalas memeluk seperti biasanya.
"Aunty kenapa? Tak rindu'kah denganku? Tiga bulan tak bertemu, padahal aku kangen!' ucap Anin dengan manjanya.
"Kenapa kamu pulang? Katanya tak bisa?" tanya Hana sedikit ketus. Mungkin karena hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.
"Aku mau buat surprise untuk aunty!" jawab Anin dengan senyuman.
"Surprise-mu tak lucu. Aku tak suka. Lain kali kalau pulang kamu kabari. Jika tahu kamu akan hadir, aku pasti tidak akan datang," ucap Hana.
"Candaan Aunty tak lucu," ucap Anin dengan mencubit hidung Hana pelan, dan lagi-lagi dia menepis tangan Anin. Hal itu makin membuat gadis itu heran.
"Aunty kenapa?" tanya Anin akhirnya.
Hana berdiri dari duduknya dan meninggalkan Anin tanpa bicara. Gadis itu lalu mengikuti langkah kaki sang aunty. Hingga mereka berdua berada di taman belakang. Hanya ada satu-dua orang keluarga di sana, itu juga hanya sekejap.
"Aunty, jangan diam saja. Aunty kenapa? Apa aku ada salah?" tanya Anin penasaran.
Hana menghentikan langkahnya tepat di bawah pohon rindang. Duduk di dekat bangku kayu yang ada dibawahnya. Air matanya jatuh membasahi pipi. Anin yang melihat itu jadi makin heran dan penasaran.
"Aunty, ada apa? Katakan saja! Biasanya setiap ada masalah kita selalu berbagi'kan?" tanya Anin. Dia meraih tangan Hana dan menggenggamnya.
"Apa salahku, Anin?" tanya Hana dengan suara terisak.
"Aunty tidak ada salah. Justru aku ingin tanya, apa salahku? Kenapa aunty bersikap begini?" Anin balik bertanya.
Hana menghapus air matanya. Menarik napas dalam. Dia lalu menatap Anin.
"Apa aku salah jika terlahir dari rahim seorang wanita yang di cap pelakor? Apa karena kesalahan ibuku, aku mendapatkan karma begini dahsyatnya? Aku tak pernah minta dilahirkan dari seorang ibu pelakor! Jika aku bisa memilih, pasti akan minta dilahirkan dari rahim Aisha ibumu, agar aku mendapatkan keberkahan dan keberuntungan seperti mu!" ucap Hana terbata karena menahan tangis.
Mendengar ucapan Hana, air mata Anin juga jatuh berderai. Dari dulu, saat keluarga yang lain tidak mau bermain dengan Hana, Anin lah yang selalu datang menghibur dengan mengatakan, jika Hana tak butuh saudara yang lain. Ada dirinya yang tak akan pernah meninggalkan aunty-nya. Dia begitu menyayangi wanita itu. Mungkin karena mereka dibesarkan bersama, layaknya saudara kembar.
"Aunty jangan bicara begitu. Aunty juga anaknya mami Aisha. Selama ini mami selalu berlaku adil'kan? Jika apa pun yang dibeli untukku, pasti aunty juga dibeli. Jangan dengarkan kata orang-orang itu. Aku akan selalu ada di samping Aunty, tak peduli seberapa banyak orang menjauhi," ucap Anin.
"Apa kamu memang benar-benar menyayangiku?" tanya Hana dengan suara pelan.
"Tentu saja, Aunty. Aku menyayangimu," jawab Anin.
Hana lalu berdiri dari duduknya. Tiba-tiba wanita itu berlutut dihadapan Anin, membuat gadis itu terkejut.
"Aunty, apa yang Aunty lakukan. Berdirilah. Nanti jika ada yang melihat, bisa salah sangka," ucap Anin sambil membantu Hana berdiri. Namun, wanita itu tetap saja bertahan.
"Aku akan tetap berlutut dihadapan kamu, sampai kamu mau berjanji padaku untuk mengabulkan permintaanku," ucap Hana.
Ucapan Hana makin membuat Anin terkejut. Apa yang membuat aunty-nya bersikap aneh begini? Tanya Anin dalam hatinya.
"Aunty berdirilah!" pinta Anin sekali lagi.
"Katakan kalau kau mau mengabulkan permintaanku, setelah itu aku baru berdiri," ucap Hana.
"Baiklah aku akan mengabulkan apa pun yang Aunty mau. Sekarang berdirilah!" ucap Anin.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
ꪶꫝ༄༅⃟𝐐MD𝕿𝖎𝖌𝖊𝖗⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽
kita tidak tau akan dilahirkan pad rahim siapa tapi Allah mungkin sedang menguji iman mu hana
2024-04-21
0
bibuk duo nan
brti anak dr istri kedua ayahnya Gibran ya, pantesan kok seumuran sama anin
2024-02-17
0
Neulis Saja
Hana, kamu tdk salah karena lahir dari seorang pelakor yg salah ibumu tapi mestinya kekuranganmu tutupi dgn kelebihanmu misalnya kamu seorang anak berprestasi yang namanya berprestasi tdk selalu dlm bidang akademik, apa yg ada dalam dirimu gali kemampuanmu kalau sama sekali tdk ada kamu usahakan sekolah yg tinggi sehingga org akan menghargai karena kamu berilmu apalagi sampai mendapat pekerjaan yg keren di mata org lain kukira org tak akan memandang sebelah mata dgnmu ditambah lagi kalau kamu punya penghasilan kamu tdk akan bergantung lagi dgn abangmu, sayang kamu tdk pandai memanfaatkan kasiih sayang dari abangmu dan tantemu, tapi sepertinya kamu belum terlambat utk berpikir utk masa depanmu jgn katakan kamu bodoh karena tdk ada yg bodoh tapi justru hrs berusaha dgn tekun seperti tetesan air yg jatuh ke batu yg keras tapi karena rutin jatuhnya akhirnya jadi berlubang apalagi otak manusia kalau terus2an belajar pasti akan bisa
2024-02-14
0