Seluruh keluarga berkumpul untuk makan malam, tadi Syifa sengaja masak lauk kesukaan adik kesayangannya Anin. Dia juga menginap untuk menyambut kepulangan sang adik dari rumah sakit.
Saat makan malam, Shabir yang ingin mengambil lauk dendeng balado beradu dengan Anin. Syifa memandangi dengan raut wajah penuh tanda tanya.
"Kamu suka dendeng balado juga, Shabir?" tanya Syifa dengan raut wajah keheranan.
"Iya, Mbak. Aku doyan banget," jawabnya pelan.
"Selera kamu sama dengan Anin," kata Aisha.
"Kalau Hana tidak suka pedes. Dia sukanya daging dimasak kecap," ucap Syifa lagi.
Setelah Shabir mengambil dendeng itu, barulah Anin meraihnya. Kedua orang itu tampak lahap memakannya. Mereka hampir menghabisi satu piring dendeng itu. Hana hanya menatap dalam diam. Dia paling tidak bisa makan pedas. Sekarang dia tahu sang suami doyan banget masakan pedas, sangat bertolak belakang dengan seleranya.
Setelah semua keluarga makan, Anin memilih duduk di taman belakang. Hana masuk ke kamar, dia mempersiapkan semua barang yang akan di bawa ke pondok. Besok dia dan Shabir akan ke sana. Sebagai seorang istri, wanita itu harus mengikuti kemana langkah suaminya.
Anin memandangi bintang di langit sambil termenung. Besok dia juga harus kembali ke kost. Meneruskan kuliah. Dia harus mencapai cita-citanya menjadi dokter.
Tanpa dia sadari Shabir berdiri di belakang gadis itu. Dia menarik napas berat berulang kali. Pria itu ingin jujur tentang perasaannya sebelum kembali ke pondok.
"Anin, apa aku boleh bicara?" tanya Gus Shabir.
Anin yang sedang termenung menjadi terkejut mendengar suara Gus Shabir. Dia lalu menoleh dan tersenyum.
"Aku ingin bicara sebentar," ujar Gus Shabir lagi.
"Silakan Gus. Tapi jika aku boleh meminta, kita jaga jarak saja duduknya. Nanti takut ada fitnah," jawab Anin.
Gus Shabir mengangguk tanda setuju. Dia memilih duduk di seberang Anin.
"Anin, aku mau jujur. Sebenernya aku menyukai kamu ...." Gus Shabir menghentikan ucapannya. Anin yang mendengar pengakuan Gus Shabir tampak sangat terkejut.
"Jangan becanda, Gus. Ini tidak lucu. Gus saat ini telah menjadi Oom-ku. Jika di dengar aunty Hana dia bisa salah paham dan hubunganku bisa rusak," kata Anin.
"Aku tidak becanda Anin. Sejak awal melihatmu, aku telah menyukai kamu. Saat Pak Ghibran datang melamar, aku pikir itu untukmu. Tanpa bertanya aku langsung menerima lamaran itu. Saat mengetahui dan melihat yang aku nikahi itu bukan kamu, aku sangat syok. Tapi aku tidak mungkin membatalkan, karena ijab kabul telah terucap," ujar Gus Shabir dengan berhati-hati.
Anin makin syok mendengar pengakuan dari Gus Shabir. Mulutnya terasa terkunci dan tenggorokan terasa tercekat. Dia tidak bisa berkata sepatah kata pun.
Gus Shabir juga tampak terdiam. Sepertinya sedang menata kata yang akan diucapkan. Tanpa mereka tahu ada seseorang yang bersembunyi di balik pintu mendengar semua obrolan mereka.
Beberapa saat mereka terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing. Anin masih belum membuka suara.
"Aku rasanya tak percaya dengan ucapanmu, Gus. Bagaimana mungkin kamu menikahi aunty ku, sebelum sempat bertemu dia. Seharusnya kamu berkenalan dulu. Semua ini salah kamu, Gus. Bagaimana jika aunty-ku tahu, pasti dia akan merasa sangat terluka," ucap Anin dengan terbata.
Anin tidak bisa membayangkan rasa sakit yang akan dirasakan aunty-nya ketika mengetahui suaminya menyesal telah menikah dengannya. Dan yang paling menyakitkan jika tahu orang yang dicintainya Gus Shabir adalah ponakannya sendiri.
"Aku tahu, Anin. Semua ini salahku. Seharusnya aku tidak gegabah menerima lamaran itu. Aku terlalu bahagia karena berpikir jika kamulah calon istriku. Anin, cinta itu tak bisa dipaksakan. Aku mencintai kamu, bukan Hana. Aku tahu ini pasti akan menyakiti Hana jika tahu semuanya!" jawab Gus Shabir.
Anin dan Gus Shabir kembali terdiam. Air mata Anin berderai membasahi pipi. Dia bahagia mengetahui jika ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, dia juga merasa sedih, karena merasa mengkhianati sang aunty.
"Selama ini aku selalu memperhatikanmu diam-diam, mendoakanmu setiap hari dan mencintaimu secara rahasia. Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam. Aku lebih memilih memendam perasaan, karena aku takut terluka. Tapi justru memendam yang membuat luka. Aku jadi salah dalam melangkah," ucap Gus Shabir.
"Gus Shabir, terkadang kamu harus merelakan kebahagian mu sendiri, hanya untuk melihat orang lain bahagia. Terkadang merelakan dia pergi bersama orang lain adalah cara untuk mengetahui seberapa besar dia mencintai kamu. Terkadang kita harus merelakan sesuatu hal bukan karena kita menyerah tapi mengerti bahwa ada hal yang tidak bisa dipaksakan. Pada akhirnya, seseorang yang bertahan akan memilih untuk merelakan. Sebab, bahagia tak datang hanya dari satu orang," balas Anin.
Anin berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Gus Shabir. Sebelum jauh melangkah, dia kembali membalikan badannya.
"Gus, jika kamu memang mencintaiku, lupakan aku. Satu pintaku, bahagiakan aunty ku. Mungkin cinta kita ditakdirkan hanya untuk dirasakan dan dipendam saja, bukan untuk bersatu. Ketahuilah Gus, Titik tertinggi mencintai adalah mengikhlaskan."
Setelah mengatakan itu, Anin kembali berjalan. Seseorang yang dari tadi menguping pembicaraan mereka juga secepatnya pergi dari balik pintu begitu melihat Anin berjalan.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
ꪶꫝMAK DEVI ♉
Hana pasti
2024-04-21
0
Neulis Saja
pasti Hana yg mengintip
2024-02-14
0
Ma Malikha
syediiih
2024-02-10
0