Suara gaduh yang berasal dari luar kamar membangunkan Ainsley pagi itu. Pikiran negatif mengenai pencuri masuk ke dalam apartemen membuatnya merasa takut. Apalagi Ainsley hanya seorang diri di apartemen.
Hati-hati tanpa mengeluarkan suara Ainsley bangkit dari ranjang dan mengendap-endap mendekati pintu. Sebelum keluar kamar buku tebal yang ada di atas meja diraih. Ainsley berencana menjadikan buku tersebut sebagai senjata melawan sang pencuri.
Perlahan namun pasti Ainsley menarik gagang pintu. Suara yang membangunkannya itu semakin jelas terdengar. Ainsley sudah dalam posisi mengangkat buku ke atas, bersiap-siap menghajar pencuri.
Tetapi belum sampai 2 langkah nyalinya menciut. Ketakutannya lebih besar dibandingkan keberaniannya. Suara itu berhasil meruntuhkan pertahanan.
Tidak tahan lagi akhirnya Ainsley merosot dan sambil memicingkan mata berteriak sekencang-kencangnya, berharap teriakannya bisa mendatangkan orang yang bisa membantunya.
Teriakan itu mendatangkan seseorang yang diyakininya sebagai seorang pencuri. Ainsley semakin takut dan semakin mengencangkan suaranya, lalu dengan suara yang bergetar memohon ampun agar dirinya tidak dibunuh.
Ainsley yang sedaritadi memicingkan mata tiba-tiba melotot kaget ketika dirinya ditarik dan dipeluk. Ainsley berusaha pergi tetapi pelukan begitu erat tidak membiarkannya lepas. Ainsley pun mendongak untuk melihat wajah pencuri, namun siapa sangka jika pencuri yang dibayangkan oleh Ainsley ternyata adalah Zack.
Tatapan yang seakan menusuk itu menyadarkan Ainsley bahwa sebenarnya tidak ada pencuri di apartemen. Hanya ada Zack yang berkutat di dapur membawa aroma yang membuat perutnya menanggapi.
Zack mendengus kesal melihat Ainsley yang membuatnya kelabakan tadinya. Berkali-kali memanggil nama Ainsley, tetapi panggilan itu tidak didengar. Ainsley terus berteriak dengan sangat keras, sehingga Zack terpaksa memeluknya agar teriakan tersebut berhenti.
Ting tong..
Suara teriakan Ainsley terdengar oleh penghuni Casa Felise lainnya. Wajar saja mereka mendengarnya karena Ainsley berteriak sangat kencang. Hal itu membuat Zack harus menjelaskan situasi yang terjadi pada mereka.
Beberapa orang sudah berdiri di depan apartemen. Ada yang memasang tampang kesal dan ada juga yang memasang tampang khawatir. Mewakili penghuni lainnya seorang pria bertanya apa semua baik-baik saja, karena mereka mendengar suara teriakan.
"Maafkan kami. Istriku sangat takut dengan kecoak."
Selang beberapa waktu setelah itu Zack datang menghampiri Ainsley, ingin mendengar penjelasan atas kejadian tadi. Tanpa bertanya pun Ainsley sudah tau jika ada sesuatu yang seharusnya diluruskan. Terbata-bata Ainsley mengatakan bahwa dirinya berpikir Zack bekerja hari ini.
Zack masih belum puas dengan penjelasan yang Ainsley berikan. Tatapan yang seakan menuntut penjelasan lebih itu membuat Ainsley tidak bisa mundur, akhirnya berkata bahwa apartemen sangat sepi dan dirinya merasa sedikit takut jika ada orang jahat yang datang.
"Sedikit?"
"Banyak, maaf."
Zack tidak habis pikir jika Ainsley menilai dirinya dengan sangat buruk. Sebagai pembunuh, orang jahat, bahkan sekarang adalah seorang pencuri. Siapa yang tidak kesal jika disalahpahami dengan begitu banyak anggapan negatif.
Namun rasa yang tidak nyaman di perut membuat Zack tidak ingin mengurusi masalah itu lebih jauh dan memilih untuk mendatangi dapur kembali. Zack melanjutkan masakan yang akan segera selesai itu dan mengatakan alasan mengapa dirinya tidak pergi ke kantor.
"Hari ini aku tidak pergi bekerja lebih awal. Aku harus meredakan rasa sakit karena pengaruh alkohol. Selain itu maaf atas kekacauan semalam dan kemarin sudah membentakmu."
Tiga tahun lamanya mereka tidak saling berbicara dan untuk hari ini adalah sesuatu yang sangat langka. Percakapan tidak boleh berakhir hanya dengan kata maaf. Bagi Ainsley sekarang adalah saat yang tepat untuk memberitahukan isi hatinya selama ini atau dirinya akan kehilangan kesempatan langka itu.
"Ini pertama kalinya kau berbicara panjang padaku setelah tiga tahun kita menikah. Sejujurnya aku tidak tau apa kesalahanku, sampai-sampai aku dianggap tidak ada. Apa karena pernikahan ini?"
Zack berhenti mengaduk sop yang hampir mendidih, lalu meletakkan sendok tersebut ke sebuah mangkuk di sampingnya. Wajahnya datar dan sebenarnya tidak berminat untuk berbicara lebih lanjut.
"Emily sudah seperti ayah, ibu, dan sahabat bagiku. Aku kehilangan itu semua dan sekarang apa aku harus kehilangan hidupku juga?"
Zack masih diam seribu bahasa dan masih saja mendengarkan celotehan Ainsley tanpa ada niat membalas. Dipaksa memikirkan masalah yang rumit membuatnya semakin pusing dan mual.
"Kalian masih saja bersedih setiap kali mengunjungi makam Emily. Tidakkah kalian ingin melihatnya tersenyum?"
Tidak tahan lagi akhirnya Zack mematikan kompor dan keluar dari apartemen, lalu mengatakan pada Robin yang sudah menanti bahwa dirinya mengambil cuti hari ini lantaran tidak enak badan.
Robin mengantarkan Zack ke rumah kediaman. Setelah itu Robin kembali ke kantor. Sesuai perintah yang diterima, Robin lah yang akan menggantikan Zack untuk sementara waktu.
Seberapa pun menghindar, tetap saja ucapan Ainsley berlarian di pikiran. Emily, pernikahan, hal yang dirasakan Ainsley selama dirinya tidak ada. Semua berkumpul menjadi satu dan berputar-putar di kepala.
"Buatkan aku sesuatu agar rasa tidak nyaman di perutku ini hilang." memberi perintah tanpa menoleh pada siapa berbicara, lalu berlalu pergi ke kamarnya.
Para pegawai kebingungan dengan perintah itu. Mereka mulai menerka-nerka makanan apa yang harus mereka buat agar rasa tidak nyaman di perut tuan rumah mereka hilang.
"Sepertinya tuan minum alkohol semalam. Lebih baik kalian membuatkan sop untuk meredakan rasa pengarnya." ujar Austin, seorang pria berumur yang sudah memiliki banyak pengalaman hidup.
Menganggap bahwa ucapan Austin masuk akal, mereka yang bertugas memasak di rumah itu langsung membuat sop seperti yang Austin sarankan.
***
Ainsley duduk sambil menonton film. Meskipun televisi menyala, namun pikirannya masih melayang pada kejadian tadi. Ainsley menyesal sudah membuat kesalahan besar yang hanya akan membuat Zack marah.
"Mungkin jika dia pulang nanti, aku akan diminta menandatangani surat perceraian." berbicara lesu.
Seketika Ainsley duduk tegak saat menyadari ide cemerlang dalam penyesalannya. Jika dipikir-pikir lagi kejadian tadi bukanlah sesuatu yang buruk karena jika bercerai, Ainsley akan hidup normal kembali.
Kruyuk..
Senyuman yang menghiasi wajah tiba-tiba hilang setelah mendengar gemuruh di perutnya. Diam-diam Ainsley mendekati kompor, yang mana hidangan yang dibuat oleh Zack masih hangat di sana.
"Aku akan menghirup aromanya saja untuk menunda rasa laparku."
Dua menit kemudian Ainsley menggelengkan kepala sambil berkata, "Tidak bisa. Sayang sekali jika sop ini hanya dilihat dan dicium aromanya saja. Aku akan mencicipinya sedikit."
Sop dituangkan ke dalam mangkuk. Baru suapan pertama Ainsley sudah dibuat tidak bisa berkata-kata, tidak mengira jika sop itu akan sangat enak. Tanpa sadar Ainsley telah menandaskan semuanya.
"Kenapa aku menghabiskannya?! Bagaimana jika pria tua pulang tiba-tiba?!" panik sendiri memikirkan bagaimana cara membuat semuanya seperti sedia kala.
Di tengah kepanikan Ainsley teringat alasan sop itu dibuat lantaran Zack ingin meredakan rasa sakit akibat pengaruh alkohol. Sekilas Ainsley juga menebak-nebak apakah alasan Zack meminum alkohol adalah karena merindukan Emily.
Untuk menebus rasa sesalnya, akhirnya Ainsley menggantinya dengan sop yang dibelinya di luar. Lalu mendatangi Hughes Property untuk memberikannya melalui perantara Robin, agar hubungannya dengan Zack tidak diketahui oleh publik.
"Ada yang bisa saya bantu?" memandang aneh.
"Hmm.. Apa Robin ada?" menatap gelisah sekeliling, berharap tidak bertemu dengan Zack.
"Robin?" wanita yang berdiri di meja resepsionis balik bertanya.
"Sekretaris di sini." jawabnya sesingkat mungkin.
"Oh!! Ya, beliau ada. Tunggu sebentar akan saya panggilkan. Ngomong-ngomong anda siapa, ya?" mengangkat telepon untuk menghubungi seseorang.
"A.. O.. Saya.."
"Anda pasti istrinya! Baiklah. Akan segera saya sampaikan. Sementara itu nyonya Robin bisa menunggu di sana." menunjuk sebuah sofa yang tampak nyaman untuk diduduki.
Ainsley ingin menjelaskan kepada mereka bahwa dirinya bukanlah nyonya Robin, namun karena statusnya tidak boleh diketahui Ainsley terpaksa mengurungkan niat. Lagi pula hal tersebut bukanlah masalah besar selama penyamarannya tidak terungkap.
Tidak lama setelah itu Robin muncul dengan langkah yang tergesa-gesa. Robin menghampiri resepsionis menanyakan di mana orang yang mencarinya. Resepsionis menunjuk sebuah sofa yang diduduki oleh Ainsley.
Robin kelihatan bingung melihat seseorang memakai jaket dan masker. Sudah jelas kalau orang itu bukanlah istrinya. Setelah menimbang-nimbang dan membandingkan baru lah Robin sadar jika orang itu adalah Ainsley.
"Nyo.."
"Ssst.." melihat ke arah resepsionis yang terlihat penasaran padanya dan Robin.
Ainsley membawa Robin ke sebuah kafe dan mereka duduk di sana untuk berbincang. Namun baru saja Robin akan memanggil dengan sebutan nyonya, lagi-lagi Ainsley menghentikan dan menggelengkan kepala tidak setuju dengan sebutan itu.
"Aku tidak nyaman kau memanggilku begitu. Panggil namaku saja. Itu lebih baik."
Robin berdiri dan membungkuk hormat. Di depan orang banyak Robin meminta maaf karena tidak bisa mengabulkan permintaan tersebut. Baginya Zack adalah seseorang yang harus dilayani dengan kesungguhan hati, begitu pula dengan istri orang yang mempekerjakannya.
"Baiklah. Baiklah. Ayo cepat duduk." lebih tidak nyaman lagi dengan orang-orang yang melihat ke arahnya.
Pada akhirnya Ainsley meminta Robin untuk memanggilnya dengan sebutan nona. Meskipun butuh waktu lama untuk membujuk Robin agar setuju.
Setelah menyelesaikan masalah panggilan, Ainsley pun menyampaikan tujuan yang sesungguhnya pada Robin. Ainsley menyodorkan sebuah bingkisan ke hadapan Robin.
"No-nona tidak perlu melakukan ini untuk saya."
"Ini untuk tuan Zack Hughes itu. Aku ingin kau memberikan ini padanya."
"Ah! Begitu.." sudah salah paham.
"Apa dia ada di kantor?" penasaran.
"Tidak. Hari ini tuan mengambil cuti karena tidak enak badan. Tuan sekarang ada di rumah kediaman."
Ainsley teringat akan rumah besar yang pernah dikunjunginya saat kematian Emily. Rumah tersebut lebih luas dibandingkan apartemen yang ditempatinya sekarang. Sebuah pertanyaan tiba-tiba terlintas di benak mengapa Zack memilih untuk tinggal di apartemen ketimbang di rumah itu.
"Kalau begitu saya akan memberikannya pada tuan." undur diri.
"Ah! Baiklah."
Robin langsung meluncur ke tempat Zack berada. Robin berusaha sampai secepat mungkin agar sop tidak dingin dan masih terasa enak saat dimakan. Untuk turun dari mobil pun Robin tergesa-gesa, hingga akhirnya sampai di hadapan Zack.
Zack mengelap mulut dengan serbet, lalu membuka bingkisan itu. Satu porsi penuh berisi sop yang masih hangat. Zack tidak terkejut atau pun senang. Justru raut wajahnya kebingungan karena Robin begitu perhatian membawakan makanan untuknya.
"Kau sangat perhatian padaku, tetapi aku tidak bisa menerimanya karena aku baru saja menghabiskan sop." melirik mangkuk kosong di depannya.
"Bukan saya, tuan. Ini sop yang diberikan oleh nona Ainsley. Tadi nona datang ke kantor dan meminta saya untuk memberikan sop ini pada tuan."
Alisnya mengerut menatap sop yang sama sekali berbeda dengan yang ada di apartemen, kemudian berkata, "Aku penasaran apa yang dia lakukan pada sop yang aku buat."
Zack meraih sendok kembali dan melahap sop itu. Meski sudah kenyang tetapi Zack tetap memakannya dengan dalih bahwa dirinya tidak ingin makanan terbuang sia-sia.
***
"Lexa!!"
"Kau sudah datang?" berbicara dengan nada datar
"Ya!! Lewis Cooper di sini sekarang!!"
Berbanding terbalik dengan Lewis yang sangat bersemangat, justru teman-temannya tidak begitu. Mereka tidak bersemangat melihat orang yang selama 3 tahun tidak mereka jumpai.
"Oh! Come on, guys! Aku keasyikan dengan perjalanan panjangku dan sekarang aku pulang karena merindukan kalian."
*Ayolah teman-teman.
Tidak dapat menahan air mata kerinduan, Lexa pun membenamkan wajahnya dalam pelukan Lewis. Kemudian Lewis membalas pelukan itu dan mengusap kepala Lexa sambil tertawa lebar.
Tidak sampai di situ, satu persatu temannya yang lain ikut memberikan pelukan. Sehingga mereka kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh bersama. Mereka tetap terawa walau sudah terjatuh.
"Selain kalian, aku juga merindukan restoranku." membantu Lexa berdiri.
"Kau memang harus mengunjungi restoranmu." berjalan keluar dan menghampiri mobil Lewis.
"Apa sesuatu terjadi selama aku pergi?" duduk di kursi kemudi dan menyalakan mobil.
"Tidak ada masalah. Hanya saja kau kehilangan salah satu pegawaimu."
Sesampainya di restoran, Lexa turun dan masuk ke restoran lebih dulu. Lexa membiarkan Lewis melakukan kegiatan yang selalu dilakukan jika datang ke restoran yaitu mengobservasi restoran. Lewis akan menjadi tamu di restorannya sendiri.
Lewis ingat dengan pegawai yang melayaninya sekarang. Pegawai yang selalu membuat ulah karena terlambat dan tidak hadir bekerja. Akan tetapi Lewis sangat membutuhkan pegawai yang selalu tersenyum dan ceria seperti Juni.
"Anda punya rekomendasi makan siang hari ini?"
Lewis tampak bingung karena Juni tidak memberi respon terhadap pertanyaannya. Lewis pun menjetikkan jari untuk menyadarkan Juni yang kini mematung dengan mulut mengangga.
"Ah, ya! Saya merekomendasikan pollo al limone sebagai makan siang hari ini." tersenyum dan berbicara dengan ramah.
*Ayam lemon, hidangan dari negara China.
Sebuah pilihan yang sangat bagus karena ayam yang diberi saus lemon akan sangat segar untuk disantap sebagai menu makan siang. Lewis tersenyum puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Juni.
Beberapa saat setelah memesan, hidangan makanan yang ditunggu-tunggu datang. Bukan pegawai yang mengantarkannya, melainkan seseorang yang diangkat menjadi manajer restoran. Bersungut-sungut sang manajer mengatakan bahwa pesanan itu dirampas dari pelayan lain, karena mereka berebutan mengantarkannya pada Lewis.
Di saat yang bersamaan Lexa muncul dan mengapit leher Lewis seperti seorang pegulat yang ingin meruntuhkan lawan. Lewis yang menerima serangan itu berusaha untuk lepas. Lewis memukul-mukul lengan Lexa dengan ekspresi seperti sudah kalah. Manajer yang melihat hanya tertawa melihat aksi kekanakan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
al - one ' 17
lexa lewis siapanya neh
2021-03-22
1
IKA 🌹SSC🌷💋plf
si Lewis pwmilik restoran tempat Ainsley bekerja apa dia adik tiri dari Zack kah???
2020-11-30
3
ANI dfa W⃠🍓ˢˢᶜ🌴
iya itu adik tiri zack deh kayakya si lewis 🤔🤔🤔
2020-11-29
1