Emily mondar-mandir di hadapan Ainsley yang sedang sibuk memainkan ponsel. Dia bingung kapan waktu yang baik untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya sejak tadi. "Ainsley," panggilnya membuat tatapan mata mereka bertemu. "Kalau aku menikah, apa yang akan kau lakukan?" Tanyanya dengan nada canggung.
Ainsley tergelak. "Pertanyaan mendadak apa itu? Tentu saja aku akan sangat senang dan akan menyelamatimu." Memainkan ponsel ditangannya kembali. Suasana yang menjadi hening memunculkan sebuah pertanyaan dan menariknya untuk mengarahkan tatapan kembali pada Emily yang masih berdiam diri di tempat yang sama. "Kau akan menikah?" Sebuah anggukan didapatkan dan seketika membuat dadanya bergejolak senang. "Siapa pria beruntung itu?"
"Dia atasanku, pemilik Hughes Property."
"Kau sungguh beruntung. Aku harus bertemu dengannya sebelum kau menerima lamarannya."
"Aku sudah menerimanya."
Raut wajah Ainsley berubah, yang tadinya bahagia menjadi kecewa setelah mendengar kabar berikutnya dari Emily. Kini bukan senang, melainkan gejolak kemarahan di dada. "Mengapa kau sangat terburu-buru?! Kita tidak tau dia adalah pria yang baik atau tidak. Kau seharusnya lebih teliti akan hal itu."
Emily tersudutkan oleh nada tinggi Ainsley yang selama ini tidak pernah didapatkan. Emosinya jadi terpancing dan tidak sengaja juga meninggikan suara. Dia tentu saja menentang keras ketidaksetujuan Ainsley. "Dia pria yang sangat baik. Aku sudah bekerja dengannya lebih dari empat tahun. Tidakkah kau lihat semua yang kita dapatkan selama ini?"
"Itu waktu yang singkat. Pokoknya aku tidak setuju!"
Hari itu adalah pertengkaran besar pertama mereka selama menjadi saudara. Untuk pertama kalinya pula mereka tidak bertegur sapa sebagai orang yang tinggal bersama dalam satu atap. Mereka memiliki alasan masing-masing dan mereka larut dalam pendapat mereka masing-masing pula.
***
Keesokan harinya Zack mendatangi rumah Emily. Seperti janji yang sudah mereka sepakati sebelumnya, dia yang akan menjemput Emily untuk nantinya bersama-sama mengunjungi rumah keluarganya. Sementara menunggu Emily selesai bersiap-siap, dia mengamati setiap sudut ruangan.
Rumah itu sangat sederhana yang mana hanya memiliki satu kamar, satu kamar mandi, dan ruang santai yang terhubung dengan dapur. Namun, rumah yang tidak begitu luas itu begitu nyaman digunakan. Untuk penghuni yang hanya berjumlah dua orang, rumah tersebut tidaklah buruk.
"Kau tinggal berdua dengan adikmu?" Menghampiri meja makan berukuran mini dan dua kursi yang terdapat di sana.
"Ya." Sengaja mengeraskan suara agar bisa terdengar karena mereka di dalam ruangan yang berbeda.
"Kau sudah mengatakan padanya soal kita?" Duduk sambil menjungkat-jungkitkan kursi.
"Ada sedikit masalah." Berusaha memasang ritsleting di punggung.
"Adikmu tidak menyetujuinya?"
"Adikku memang orang yang seperti itu. Nanti dia juga akan menyerah dengan sendirinya."
Zack beralih ke perabotan yang menurutnya sangat unik, yaitu meja kecil yang terletak di sudut ruangan. Zack menyentuh meja itu tanpa mengganggu dua vas bunga yang mana berbeda jenis tanamannya yaitu lily dan tulip.
"Sepertinya kalian sangat akrab. Ngomong-ngomong siapa nama adikmu?" Deringan ponsel menghentikan percakapan mereka. Zack merogoh sakunya dan segera mengangkat panggilan tersebut. Di seberang sana terdengar suara lembut seorang wanita. "Sudah sampai di mana? Ibu khawatir karena seharusnya kalian sudah datang setengah jam yang lalu."
"Kami sebentar lagi akan berangkat. Wanita sangat lama sekali berdandan."
"Ibu mengerti." Cekikikan seperti memahami betul akan hal itu. "Kami semua sudah berkumpul menunggu kalian. Hati-hati di jalan."
"Baiklah." Ucap Zack kemudian mengakhiri panggilan.
Tidak lama setelah telepon diputus, Emily muncul dan tampil menggunakan pakaian yang berbeda dari biasanya. Tidak seperti pakaian resmi yang dikenakan di kantor, sekarang Emily berdandan dengan tema yang jauh dari kata kesibukan perusahaan.
"Ayo, kita pergi." Ajak Emily tersenyum lebar.
***
Setibanya di tujuan mereka disambut meriah oleh seluruh penghuni rumah terutama oleh Aaron, ayahnya Zack. Alasan sambutan hangat itu adalah karena bisnis mereka pernah memiliki kerja sama yang baik dengan perusahaan ayahnya Emily. Maka dari itu setelah mengetahui siapa nama calon yang akan dibawa, Aaron sangat menanti kedatangan mereka.
"Ini kabar yang sangat baik!! Kita harus melaksanakan pernikahan kalian secepatnya!!" Aaron kemudian terbatuk-batuk lantaran terlalu bersemangat.
"Sayang, jangan terlalu berlebihan dengan kebahagiaanmu. Penyakitmu akan kambuh nantinya." Vivienne yang mana adalah istrinya Aaron menenangkan.
"Ini calon kakak iparmu. Apa kau setuju?" Tanya Aaron pada anaknya yang baru saja datang menghampiri.
"Aku tidak yakin dia akan betah hidup bersama dengan pria ini." Ujar pria yang mana adalah adik tiri Zack.
"Benar sekali!!" Terbahak.
Adik tiri Zack memperkenalkan diri pada Emily, lalu mereka berbincang akrab bersama anggota keluarga lainnya. Sedangkan Zack memilih untuk tidak ikut dan membiarkan Emily berbaur. Dia berlalu pergi menuju taman yang ada di belakang rumah.
"Bagaimana usaha restoranmu?"
"Kau punya restoran?" Tanya Emily ketika mendengar pertanyaan Aaron.
"Kak Emily harus coba menu yang tersaji di restoranku."
"Emily, anak ini sangat berbakat." Aaron mengalihkan tatapan dari Emily kepada anak kebanggannya itu. "Apa kau sudah mengunjungi restoranmu?"
"Belum. Aku akan berkunjung nanti setelah tahun-tahun berikutnya." Tertawa lebar.
"Akhir-akhir ini kau jadi anak yang pemalas." Ucap Aaron kemudian tertawa disusul tawa penghuni lain.
Sementara Zack memandangi taman yang dulu menjadi tempatnya mengenal wajah bahagia seseorang yang sangat dirindukan. Kenangan lama kembali teringat setiap kali melihat taman di rumah itu. Di sana dia pernah melihat Chester dan anak perempuan itu berkejaran.
"Tuan, apa tuan sedang sakit?" Tanya Chester bingung melihat Zack melamun begitu lama.
"Hah?! Tidak!" Melepaskan tatapannya dari wajah anak perempuan di samping Chester.
"Tuan tidak berhenti tersenyum sedaritadi. Apa saya perlu memanggil dokter untuk tuan?"
"Bagaimana bisa orang tersenyum dianggap sakit?!"
Itu adalah kenangan di saat mereka makan di satu meja yang sama. Dia tanpa sadar memperhatikan anak perempuan yang duduk di samping Chester begitu lama hingga mengundang pertanyaan yang menggelitik perut jika dia mengingatnya kembali.
Diam-diam Zack sering memperhatikan putrinya Chester. Meski tidak memiliki kemampuan menggambar namun dia sangat ingin menuangkan segala ekspresi wajah anak perempuan itu ke dalam helaian buku gambar miliknya. Walaupun hasilnya tidak memuaskan, dia tetap melakukan hal yang sama berulang kali.
Zack mengendap-endap mencari tempat bersembunyi agar tidak ketahuan, lalu duduk di balik pilar sembari menggambar anak perempuan tersebut. Tangannya sibuk mengayunkan pensil yang ada dalam genggaman. Kesenangan itu membuat dia tanpa sadar bersenandung.
Beberapa lama kemudian dia tersenyum sambil menatap hasil karya yang sudah siap. Ditambah dengan gambar yang sekarang, bukunya sudah terisi penuh. Satu buku gambar penuh akan objek yang sama. Segala bentuk eskpresi wajah anak itu sudah menjadi koleksi kesehariannya. Kemudian dia memutuskan untuk mengambil buku baru ke kamar.
Namun, dia harus berhenti ketika kepalanya terbentur cukup keras. "Aduh!"
Ternyata anak perempuan itu tadinya sedang berlari akan masuk ke dalam rumah. Mereka sama-sama memegangi bagian kepala yang terbentur. Sangat sakit namun hanya dia yang meringis, sedangkan anak perempuan itu tidak. Dia segera memungut buku yang terjatuh agar gambarnya tidak ketahuan.
Setelah itu mereka saling menatap sebentar sebelum anak perempuan itu menunduk sebagai bentuk permintaan maaf dan berlari pergi meninggalkannya. Sekali lagi Zack dibuat terpesona karena bisa menatap dari jarak dekat. Dia bisa melihat jelas bagaimana indahnya mata anak perempuan itu sekaligus rupa yang sangat cantik.
Esok harinya pun tetap sama, dia menanti kedatangan Chester. Kali ini dia berdandan rapi layaknya orang yang akan mendatangi sebuah acara resmi. Di dalam hati tekadnya sudah bulat untuk berbicara dengan anak perempuan itu hari ini. Dia mengambil buku gambar yang disimpan di dalam sebuah map yang mana di dalamnya terdapat pula kumpulan lembaran nilai. Dari buku gambar itu dia memilih gambar yang paling bagus, lalu memisahkan dari tempatnya dengan sangat hati-hati. Dia berencana untuk memberikannya pada anak perempuan itu.
Suara deruan mobil mengundangnya untuk segera turun dari kamar. Mobil berhenti di parkiran rumah. Dari jauh dia tersenyum menanti mereka yang ada di dalamnya turun dari mobil. Dia menunggu lama sampai akhirnya Chester berada di hadapannya. Senyuman mengendur dan berubah menjadi kebingungan.
"Kau datang sendirian? Mana putrimu?"
"Tuan! Tuan!" Seorang pelayan tiba-tiba berlari ke arah mereka.
Zack dan Chester saling melemparkan tatapan sebelum menatap bingung pelayan yang baru saja datang. Mereka bertanya-tanya kenapa pelayan itu datang tergesa-gesa.
"Tuan datang! Tuan besar sudah pulang!"
Mata terbuka lebar ketika mendengar kabar bahwa orang yang sangat dirindukan akhirnya pulang. Zack sudah menanti lama untuk pertemuan itu dan hari ini adalah saat yang dinantikan. Kabar gembira itu membawanya untuk berlari secepatnya agar bisa menemui sang ayah.
Berita tersebut bukan kebohongan ternyata. Aaron memang baru saja datang memasuki pekarangan rumah. Lantas Zack langsung berlari dan melompat ke dalam pelukan Aaron. Mereka mencurahkan segala rasa kerinduan melalui pelukan. Dua tahun dipisahkan oleh jarak dan waktu telah mereka lalui.
Beberapa saat setelah mencurahkan rasa kerinduan, Aaron mengalihkan pandangan ke arah lain. Di sampingnya ada seorang wanita dan seorang anak laki-laki yang usianya berada di bawah usia putranya. Zack diturunkan dari pelukan dan dikenalkan pada dua orang tersebut. "Zack, kenalkan. Dia akan menjadi adikmu dan kau juga harus terbiasa memanggil wanita di sampingnya dengan sebutan ibu."
Bukannya membalas jabatan tangan dari anak laki-laki itu, sebaliknya Zack menepisnya. Perbuatan tidak sopan itu membuatnya jadi dimarahi. Padahal dia tidak pernah dimarahi sebelumnya oleh sang ayah. Dia segera menjauhi mereka dan berlari ke kamar mengambil map yang selama ini disimpan rapi dalam lemari.
Kedatangan Aaron yang membawa orang asing membuat kertas nilai dalam tiga buah map itu tidak lagi berharga. Padahal dia selalu menanti kedatangan ayahnya dan berharap bisa memamerkan kertas nilai yang sengaja dikumpulkan. Dia juga belajar dengan giat untuk mendapatkan nilai sempurna. Sayangnya hari ini kemarahan membuatnya harus membakar semuanya bersama kepercayaan yang selama ini diberikan ketika tidak ada kabar yang dia terima selama ayahnya pergi.
"Sial!" Umpatnya teringat akan hal penting yang terlupakan.
Bergegas dia berlari mengambil air dan menyirami api yang melalap tumpukan kertas, lalu mencari buku gambar di tengah-tengah debu hitam yang melekat di tangan. Harapannya sirna mengetahui tidak ada gambar yang bisa diselamatkan. Dengan sangat kesal kertas yang sudah menghitam itu diinjak dan ditendang dengan sangat kasar.
Sebuah sentuhan lembut di tangan menyadarkan Zack dari lamunan. Di sampingnya kini sudah berdiri Emily yang memamerkan senyuman tipis. Tangannya yang mengepal kuat digenggam erat oleh Emily. Dia hampir lupa kalau sebentar lagi semua kenangan itu harus dilupakan. Kepalan tangan menjadi longgar dan jemarinya disisipkan di sela jemari Emily. Dia menggenggam tangan Emily dan membalas senyuman itu.
***
Pertemuan itu mendapat keputusan di mana pernikahan akan dilangsungkan bulan depan. Hari yang sibuk semakin dirasakan oleh mereka. Menggantikan kesibukan Zack yang mengurus dua bisnis seorang diri, Emily juga sibuk mempersiapkan pernikahan dengan tangannya sendiri dibantu orang-orang yang berpengalaman.
Di sela kesibukan dia teringat akan pertengkarannya dengan Ainsley. Sudah sangat lama mereka tidak saling menyapa, bahkan ketika pernikahannya semakin dekat. Rasa rindu pada adiknya itu semakin besar. Dia berpikir sebagai kakak harusnya dia bersikap tenang menghadapi adiknya. Penyesalan mulai muncul menghantui diri untuk segera memperbaiki pertengkaran mereka.
Di tempat yang berbeda Ainsley baru saja pulang bekerja. Baru sampai di rumah tubuhnya dibaringkan lemah. Dia mengingat kembali pertengkarannya dengan Emily. Ketakutannya yang terlalu tinggi telah menjauhkannya dari Emily. Padahal dia hanya tidak ingin jika Emily hidup bersama orang yang salah.
Jika diingat lagi sejak Emily bekerja di perusahaan besar itu permasalahan tentang biaya hidup tidak lagi mereka dapatkan. Emily juga selalu pulang dengan wajah ceria di mana menandakan bahwa Emily sangat senang bekerja di sana. Apa dia terlalu berpikir berlebihan dengan menyangkutpautkan rasa takutnya dengan kehidupan Emily?
***
Di dalam mimpi dia terbangun di sebuah padang rumput yang sangat luas. Di sana dia bertemu dengan kedua orangtua angkatnya. Tangisan haru langsung jatuh karena akhirnya dia bisa memeluk sosok yang dirindukan selama ini. Dia mengungkapkan kebahagiaannya bisa bertemu dengan orang baik seperti mereka. Meminta maaf karena telah berbuat nakal dan juga mengatakan kalau dia menyayangi orangtuanya.
Di tengah rindu yang belum habis, datang sosok lain dari belakang punggungnya. Dia ditarik keluar dari dekapan yang menghangatkan diri. Diseret menuju sebuah tempat yang sangat gelap. Entah itu ada di mana, dia tidak tau namun ketakutannya semakin besar dan napasnya terasa sangat sempit.
Dia menoleh ke belakang namun tidak ada siapa-siapa di sana. Kini dia berdiri seorang diri tanpa cahaya yang menyinari. Hanya ada kegelapan yang mengelilingi. Dia tidak tau harus membawa langkahnya kemana dan tidak tau bagaimana harus keluar menyelamatkan diri. Di saat kebingungan menyertai, tiba-tiba bunyi gesekan besi terdengar memenuhi tempat itu. Semakin lama bunyi itu semakin mendekat dan membuatnya berteriak sangat kencang.
Dia membelalakkan mata dan mengatur napasnya yang berantakan. Setelah itu dia duduk dan menenangkan diri. Ternyata apa yang dialaminya tadi hanya mimpi dan dia tau alasan kenapa mimpi itu ada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Tiny Adʝα💞ˡᵘᶜᵃⁱᵐ 🍆
ntar lnjut lg baca RL dlu wkwkwk
2020-12-21
1
ANI dfa W⃠🍓ˢˢᶜ🌴
aq sampai sini kak renko 😁😁😁 bagus 👍
2020-11-29
1
maura shi
sedih bgt zack berperang hati&pikirannya
tenang zack,emily juga baik dia akan membawa mu ke gadis masa lalu mu,itu pun kalo km masih ingat wajahnya ^,^
2020-11-22
2