Ainsley menghela napas panjang sambil menghampiri sofa dan berbaring di sana. Baginya hari ini terasa sangat panjang dan melelahkan. Apalagi ketika pulang ke rumah tidak ada lagi Emily yang menyambut kedatangannya. Perlahan matanya terpejam, mengistirahatkan dirinya sejenak dari rasa kesepian yang melingkupi diri.
Hari semakin gelap dan sunyi. Ainsley berlari sekuat tenaga menyusuri jalanan yang tidak ada habisnya. Ainsley berlari dari kejaran tangan yang mencoba menggapainya. Rasa letih membuat langkahnya semakin lambat dan akhirnya jatuh tersungkur ke tanah. Di saat membalikkan badan, di saat itu pula dirinya berhasil digapai.
Ainsley terbangun dari mimpi buruknya lagi. Segera setelah itu Ainsley menyalakan lampu untuk menerangi ruangan yang gelap. Kemudian memutar kepala ke kiri dan ke kanan memastikan bahwa tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Setelah bisa bernapas lega baru lah Ainsley pergi ke kamar mandi untuk membersihkan keringat di tubuhnya.
Selepas itu Ainsley memungut tas yang terjatuh di lantai dan menggantungnya di belakang pintu kamar. Tidak lupa Ainsley mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Sambil berjalan layar ponsel pun dihidupkan. Ada 5 panggilan tidak terjawab dan sebuah pesan dari Emily yang menanyakan perihal ujian yang dijalaninya. Tanpa pikir panjang Ainsley balik menghubungi Emily.
"Halo? Kakak?"
"Emily sudah tidur. Hubungi kembali besok."
Dari seberang sana terdengar suara seorang pria. Secepatnya Ainsley mematikan sambungan telepon. Ainsley tidak terpikir jika sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menelepon Emily yang sudah memiliki seorang suami.
"Apa aku mengganggu mereka? Oh, tidak! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Pastilah aku sangat menganggu mereka di jam seperti ini." berbicara sendiri.
***
Dalam pikirannya Zack membanding-bandingkan suara yang baru saja didengar dengan suara perempuan masa kecilnya. Zack sangat yakin bahwa pemilik suara itu adalah orang yang sama, tetapi baginya hal tersebut tidaklah masuk akal karena anak perempuan yang dikenal olehnya tidak memiliki seorang kakak.
"Mungkin hanya perasaanku saja." mengusap rambut Emily.
Keesokan paginya Zack bangun lebih awal, disusul oleh Emily yang bangun setelahnya. Mereka bersiap untuk berangkat ke tempat kerja bersama. Menghampiri Emily yang sibuk merapikan pakaian, Zack memberikan dasinya pada Emily.
"Kau anak kecil yang manja." meraih dasi itu dan mengalungkannya di leher Zack.
"Sudah aku katakan untuk tidak menyebutku begitu." menggenggam pergelangan tangan Emily.
Zack melayangkan sebuah kecupan dan melingkarkan tangannya dipinggang Emily. Setelah itu bukan lagi sebuah kecupan yang diberikan, melainkan ciuman yang mendesak Emily untuk pasrah menerimanya.
Emily meronta meminta pergulatan tersebut untuk segera dihentikan, akan tetapi permintaannya sama sekali tidak didengar. Tubuhnya dilempar ke atas ranjang dan dipaksa untuk melihat tatapan amarah suaminya.
"Sudah lama aku menunggumu, tetapi kau masih saja belum siap. Apa kau menikah denganku karena terpaksa?!"
"Tidak, Zack." berusaha bangkit.
"Kau kira aku bodoh?! Tidak satu kali kau membawa surat kerja sama dengan perusahaan ayahmu ke hadapanku. Aku diam selama ini menunggu agar kau yang mengatakannya sendiri padaku. Sebenarnya apa yang kau pikirkan?! Kenapa kau bermain-main denganku?!" membalikkan badan karena tidak ingin melihat tangisan Emily.
"Bukan begitu, Zack." memeluk suaminya dari belakang.
"Aku berusaha menjadi suami yang baik untukmu selama ini. Tapi apa yang aku dapatkan? Hubungan kita semakin jauh dan kau selalu pergi diam-diam di belakangku. Memangnya pergi kemana sampai aku sendiri tidak boleh mengetahuinya?!"
Zack melepaskan pelukan Emily dan beralih mencengkram kedua pundak wanita itu dan berkata, "Atau jangan-jangan kau berselingkuh di belakangku?!"
"Cukup, Zack! Aku tidak seburuk itu!" melepaskan diri dan berlari keluar apartemen.
Zack yang masih berada di puncak amarah, segera menyusul dan menarik lengan Emily untuk menghentikan langkah yang semakin menjauh dari apartemen mereka. Tatapannya tidak berubah, tetap dipenuhi api kemarahan.
"Kau tidak ingin menjelaskannya padaku?!"
"Benar. Aku berselingkuh di belakangmu!" berbohong karena tidak tahan lagi dengan pertengkaran itu.
"Jaga mulutmu!" mengangkat tangan hendak menampar Emily.
Tamparan yang hampir melayang di pipi Emily itu membuat Zack diliputi oleh penyesalan. Zack sendiri tidak habis pikir jika dirinya berniat menampar seorang wanita. Terlebih wanita itu adalah istrinya sendiri. Pada akhirnya Zack melepaskan Emily begitu saja.
***
Ketika masih tertidur pulas, Ainsley dibangunkan oleh getaran ponsel. Tidak hanya satu kali, getaran itu harus didengarkan berkali-kali karena dirinya tidak berniat mengangkat telepon dari siapa pun di pagi buta.
"Ainsley!! Aku lulus!!" terpaksa mengangkat telepon.
Seketika ponsel dijauhkan dari telinga. Ainsley tidak sanggup mendengar suara Juni yang melengking. Bahkan tanpa menempelkan ponsel ke telinga saja sudah bisa didengar apa yang Juni katakan. Meletakkan ponsel yang berjarak 1 meter darinya, mereka pun berbicara.
"Kau nyaris saja membuat gendang telingaku pecah."
"Ups! Maaf! Aku sangat gembira pagi ini! Bagaimana denganmu? Kau juga lulus, bukan?"
"Aku masih mengantuk, Juni. Nanti aku hubungi lagi." panggilan berakhir.
Berniat untuk tidur kembali, namun karena telepon dari Juni membuatnya tidak bisa memicingkan mata. Akhirnya Ainsley memutuskan untuk bangun dan berangkat kerja lebih awal.
Di tempat kerja pun Ainsley sama sekali tidak bersemangat lantaran terus memikirkan bagaimana hasil ujiannya. Setiap kali memeriksa ponsel tidak ada berita baik. Juni saja sudah mendapatkan kabar kelulusan, sedangkan Ainsley sudah sore begini masih belum mendapat kabar apa pun.
Dari tampilannya makanan itu kelihatan sangat enak.
Ainsley meletakkan menu makanan ke atas nampan. Pesanan itu akan disajikan pada pelanggan restoran. Ainsley menghidangkan makanan tersebut dengan cara yang sudah diajarkan ketika menjalani masa percobaan. Tidak lupa sebuah senyuman diantarkan pula pada para pelanggan.
"Wah, kelihatannya sangat enak!" ujar seorang pelanggan wanita.
"Apa ada hal lain yang bisa saya bantu?" tersenyum.
"Tidak. Terima kasih." jawab pria yang duduk bersama wanita tersebut.
"Kalau begitu selamat menikmati, tuan dan nyonya." undur diri.
Restoran tempat Ainsley bekerja tidak begitu besar, namun terkenal di berbagai kalangan. Menu yang disajikan selalu menggugah selera pelanggan yang datang. Tidak kalah enaknya dengan makanan restoran mewah kelas atas. Begitu kata para pelanggan yang Ainsley temui kebanyakan. Ainsley penasaran siapa orang hebat dibalik berdirinya restoran itu.
Walaupun Ainsley sudah lama bekerja di sana dan bisa dengan mudahnya mencoba menu makanan yang tersaji, akan tetapi Ainsley tidak pernah mencicipinya sekalipun karena harga yang mahal untuk kantongnya. Bagi Ainsley lebih baik menabungkan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Bagaimana bisa dia menjadi pegawai teladan? Apa bagusnya dia? Bahkan aku lebih baik dibandingkan dengannya." seorang pegawai berbisik ketika Ainsley baru saja melewati mereka.
"Mungkin dia merayu pak manajer. Ukuran yang pantas untuk wanita buangan sepertinya." pegawai lainnya tertawa puas.
Hinaan itu bukan yang pertama lagi Ainsley dengar. Di tempat kerja lamanya, semua hal itu sudah didapatkannya lebih dulu. Sedikit banyak Ainsley sudah terbiasa menelan pil pahit tersebut. Meski masih menyesakkan dada namun Ainsley memilih untuk tetap bertahan.
Jam kerja pun usai. Ainsley mengantri ke kamar mandi untuk mengganti pakaian kerja yang masih dikenakan. Sesudah itu mengambil perlengkapan yang disimpan tadinya di dalam loker, lalu menguncinya kembali.
Baru saja akan melangkah pergi tiba-tiba seseorang datang menghalangi. Kakinya dicegat oleh juluran kaki yang membentang di depannya. Sebuah name tag disodorkan padanya. Ainsley langsung mengambil benda itu dan menoleh pada orang yang berbaik hati mengembalikannya. Seorang wanita berwajah menakutkan sedang menatapnya sekarang.
"Kau menjatuhkannya saat terburu-buru keluar dari toilet."
Ainsley yang sudah lebih dulu takut pada wanita itu lekas melangkahi kaki yang menahan langkahnya dan pergi meninggalkan restoran. Ketakutan itu bukan tanpa alasan. Ainsley pernah tidak sengaja mendengar pegawai yang sering bergosip mengatakan, bahwa di restoran ada seorang wanita yang sangat menyeramkan bernama Lexa.
Selain itu mereka yang bergosip berkata bahwa wanita bertato itu pernah dipenjara karena terlibat kasus kriminalitas. Hal tersebut membuatnya takut pada Lexa, namun di sisi lain Ainsley berpikir bahwa Lexa bukanlah orang yang seperti digosipkan. Buktinya name tag yang tidak sengaja terjatuh olehnya kembali melalui tangan Lexa.
Di tengah pemikirannya Ainsley teringat akan telepon semalam. Ainsley pun beralih pada ponsel di dalam sakunya. Ada notifikasi panggilan tidak terjawab dari Juni dan Emily. Sebuah pesan lain juga menjadi salah satu dari deretan itu. Ainsley lebih dulu membuka pesan tersebut.
Alangkah terkejutnya Ainsley melihat namanya berada di dalam pesan. Ainsley dinyatakan lulus seleksi masuk perguruan tinggi. Matanya berlinang meneteskan air mata bahagia. Rasa lelah selama ini terbayar sudah. Langsung Ainsley menghubungi Emily dan meminta untuk bertemu saat itu juga.
Ainsley dan Emily sepakat bertemu di depan gedung Hughes Property. Baru sampai di sana Ainsley tidak berhenti berdecak kagum. Ainsley begitu takjub memandangi tempat kerja Emily, begitu besar dan luas seperti hotel berbintang.
Tidak perlu menunggu lama akhirnya orang yang ditunggu muncul dari dalam gedung besar itu. Mereka saling memeluk dengan sangat erat. Sudah lama mereka tidak bertemu dan mereka sangat merindukan satu sama lain.
Mereka pun mencari tempat duduk yang nyaman untuk berbincang. Pilihan mereka jatuh pada sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari tempat Emily bekerja. Pertanyaan yang sedari kemarin tidak mendapatkan jawaban langsung dilontarkan oleh Emily.
"Maafkan aku."
Ainsley memasang raut wajah sedih. Begitu pun Emily yang melihat tanggapan Ainsley berpikir bahwa kabar buruk sedang menimpa mereka. Emily menyentuh tangan Ainsley dan mengusap-usapnya.
Emily berusaha memberikan harapan baru dan semangat pada Ainsley untuk lulus di tahun berikutnya atau mencoba mendaftar di tempat lain. Emily juga mengatakan bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang bisa merenggut impian seseorang. Tidak ada yang salah dengan kegagalan karena Ainsley sudah bekerja keras dengan sangat baik.
"Maafkan aku karena aku lulus!!" tidak bisa menahan tawa lagi, akhirnya membocorkan berita kelulusannya.
"Kau usil sekali! Aku akan membalasmu nanti!"
Diusili Ainsley membuat Emily sangat kesal. Lantas Emily memukul-mukul pelan punggung Ainsley. Sore itu berlalu dengan perbincangan yang membuat mereka tidak berhenti tertawa. Senda gurau yang mereka miliki membuat rasa rindu jadi terobati.
"Bagaimana harimu sebagai nyonya Hughes?"
"Sangat bahagia. Aku harap kau juga merasakannya bersamaku."
"Sepertinya tuan Hughes memanjakanmu dengan sangat baik." tertawa lebar.
Ainsley memandang heran wajah Emily yang berubah murung. Bahkan candaannya tidak lagi membuat Emily tertawa. Dahinya mengernyit menyelidiki hal apa yang membuat Emily sampai begitu murung.
"Ada apa? Kau sedang ada masalah dengan suamimu?"
"Tidak." tersadar kembali.
"Oh, Emily Anderson! Kita sudah bersama sejak kecil. Aku tau betul sifatmu."
"Aku rasa ini bukan saat yang tepat untuk membicarakannya, Ley. Lusa nanti ayo makan malam bersama. Aku akan menceritakannya padamu."
"Baiklah. Kalau menurutmu itu yang terbaik. Aku akan menemuimu lusa."
Waktu pertemuan mereka sayang sekali harus berakhir. Mereka sudah berbincang sangat lama di kafe. Kini sudah saatnya mereka pulang ke rumah masing-masing. Tujuan yang sama, namun arah yang berbeda.
Emily yang tidak menemukan Zack di Casa Felise, akhirnya menghubungi teman baik suaminya yaitu Sam dan menanyakan di mana keberadaan Zack. Awalnya Sam menggerutu kesal, namun setelah itu Sam bersedia mengatakan di mana lokasi Zack sekarang.
Emily pun menuju lokasi yang Sam sebutkan. Bermodalkan peta dari internet dan alamat yang Sam berikan, Emily mengemudikan mobil ke lokasi tersebut.
Emily tiba di sebuah rumah berukuran cukup besar dan luas. Rumah itu terlihat sangat nyaman untuk ditempati. Semua perabotan begitu sederhana, namun tetap terkesan mewah. Selera yang tidak perlu diragukan lagi bagi pemilik Hughes Property itu sendiri.
Setelah mengatakan siapa dirinya dan untuk apa datang ke tempat itu, pelayan rumah mengantarkan Emily menuju teras. Di sana Zack tengah berdiri menghadap ke arah taman.
"Zack, akhirnya aku menemukanmu."
Zack menoleh ke arah Emily yang kini sedang menatap taman seperti yang dilakukannya sedaritadi. Sikap yang seolah tidak terjadi apa-apa itu membuat Zack memilih untuk melupakan kejadian tadi pagi.
"Aku mengetahuinya dari Sam. Kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau kau memiliki rumah senyaman ini? Kenapa kita tinggal di apartemen dan tidak tinggal di rumah ini saja?"
"Kalau kau menyukainya, kita bisa tinggal di sini mulai sekarang."
"Aku setuju! Ah, ya! Tadi aku bertemu dengan adikku. Lusa aku mengundangnya makan malam bersama kita. Apakah boleh?"
Tidak ada jawaban untuk pertanyaan itu. Zack mengusap lembut pipi Emily dan menatap mata yang menyimpan sejuta kesedihan, yang mana tidak pernah diperlihatkan. Kata maaf pun terucap dari mulut atas kejadian tadi pagi.
"Semuanya sudah berlalu, Zack." menyentuh tangan yang memeluk pipinya.
"Katakan padaku sambutan seperti apa yang akan kita berikan untuk adikmu?"
"Sebuah makanan rumahan dengan aku, kau, dan adikku di meja makan."
Zack mengecup Emily yang selalu memonyongkan bibir ketika sedang berpikir. Emily tersipu malu dan menutupi salah tingkahnya dengan memeluk Zack. Emily berbicara tanpa berani mendongak melihat pria yang dipeluknya.
"Baiklah. Aku akan kembali lusa sebelum acara dimulai."
"Kau akan pergi?"
"Kau melupakan tugasmu sebagai seorang sekretaris. Memangnya apa yang kau kerjakan sampai melupakan jadwalku?" mendengus kesal.
"Maafkan aku, Zack."
"Beruntung kau adalah istriku. Aku tidak menyuruh orang untuk membuntuti hal yang menjadi privasimu."
"Terima kasih, Zack." memeluk dengan erat.
"Aku akan mengurusnya sendiri. Kau tidak perlu ikut. Sekretarisku hanya perlu mempersiapkan penyambutanku dan juga adikmu. Aku tidak akan menerima penyambutan yang mengecewakan."
"Baiklah, suamiku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
ANI dfa W⃠🍓ˢˢᶜ🌴
kapan ketemu ainsley nya?
2020-11-29
1
maura shi
emily-zack sama2 terjebak dlm perasaannya
ainsley yg masih bocah santuy wae iih gemes q
2020-11-22
3
IKA 🌹SSC🌷💋plf
akan kah rahasia Emily yg sllu menghindar dari Zack terkuak nanti d acara malam itu dan apa yg akan terjadi??????? huuft kok aq tegang yaaaach
2020-11-22
2