Pernikahan Yang Tak Diinginkan
..."Tak harus sedarah untuk menjadi saudara."...
...***...
Matahari bersinar cerah dalam pilu yang selalu melingkupi sebuah makam. Batu nisan masih lembap karena hujan yang tadinya mendera. Pepohonan menjatuhkan tetesan air yang menyentuh setiap helaian daunnya.
Dua pasang kaki menapaki tanah yang becek menghadap batu nisan. Dari ujung kaki sampai ujung kepala pakaian serba hitam menghiasi tubuh mereka. Hari itu adalah peringatan kematian seseorang. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, seikat bunga Lily diletakkan di bawah batu nisan yang bertuliskan nama ‘Emily Anderson’.
Ainsley masih ingat dengan jelas saat pertama kali bertemu dengan Emily. Waktu itu dia masih berusia 7 tahun. Pertemuan mereka terjalin di sebuah panti asuhan yang mana keluarga bermarga Anderson ingin mengadopsi seorang anak dari panti asuhan tersebut.
Dia tidak ingin menjadi anak yang dipilih untuk diadopsi. Oleh karena itu dia memilih untuk bersembunyi di dalam lemari pakaian. Alasannya ialah karena dia memiliki kenangan buruk saat bertemu dengan orang yang pernah mengadopsinya.
Di dalam kurungan kegelapan, sebuah senyuman menggantikannya dengan cahaya. Uluran tangan yang seakan menawarkan kehangatan itu membuatnya tanpa sadar keluar dari kegelapan yang selama ini mengikuti. Senyuman tulus itu berasal dari wajah Emily, anak tunggal dari keluarga Anderson.
Di usia itu pula Ainsley resmi menjadi anggota keluarga Anderson, pemilik salah satu perusahaan jasa. Masa lalu kelam yang dialaminya tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk menjadikan Ainsley sebagai anak bungsu di keluarga tersebut.
Di rumah baru itu Ainsley menemukan kebahagiaan yang selama ini tidak pernah didapatkan. Dia disayangi layaknya anak kandung sendiri dan diberikan pendidikan yang sama seperti Emily. Keutuhan keluarga itu berhasil membuat dia memiliki hari-hari yang sangat bahagia.
...***...
"Emily, bangun! Kau ingin terlambat ke sekolah? Bangunkan adikmu! Kita harus segera berangkat,” perintah sang ibu dengan teriakan yang sudah biasa didengar oleh seluruh penghuni rumah.
Emily menguap sembari menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Menghampiri ranjang adiknya yang mana masih berada di ruangan yang sama dengannya, lalu melompat ke atas tubuh yang masih terbalut selimut dan menggelitikinya.
Di sela tawa yang sudah memenuhi diri, Ainsley memohon agar Emily menghentikan gelitikan itu, "Hentikan! Baiklah! Aku bangun! Aku mohon, hentikan!"
Mata yang sudah terbuka lebar membuat Ainsley tidak lagi digelitiki. Dia berusaha mengatur napas yang seperti sedang dikejar-kejar oleh penagih hutang. Saat mengambil handuk yang menggantung di belakang pintu, dia mencuri kesempatan membalas keusilan Emily dengan hal yang serupa. Setelah itu dia berlari keluar kamar secepat mungkin.
Sang ibu yang menyaksikan keusilan mereka tidak bisa menahan tawa. Begitu pun sang ayah yang baru saja terlibat dalam keusilan kedua anaknya. Tubuhnya kerap dijadikan sebagai tempat persembunyian kala dua makhluk kecil itu berkejaran. Kebahagiaan selalu merebak di antara mereka semua.
Di perjalanan menuju sekolah, tingkah lucu mereka kembali terjadi. Kali ini bukan lagi di dalam rumah, melainkan di dalam mobil yang dikendarai oleh sang ayah ketika hendak mengantar anak-anaknya ke sekolah.
"Hari ini kalian pulang dengan bus sekolah ya, karena ibu dan ayah harus pergi ke luar kota. Kami akan kembali besok pagi. Nanti ibu akan mengabari kalian."
"Yes!!" Ainsley dan Emily yang duduk di bangku penumpang serentak bersuara.
Sang ibu mengernyitkan alis dan menggelengkan kepala memandang tingkah laku anak-anaknya. Sedangkan sang ayah yang sedaritadi menyetir mobil hanya bisa tersenyum geli.
"Ibu tidak akan membawakan oleh-oleh jika kalian nakal selama kami pergi."
Ancaman itu seperti aba-aba yang mengharuskan kedua makhluk kecil itu duduk dengan manis tanpa mengeluarkan bantahan sedikit pun.
"Kami tidak akan nakal selama ibu dan ayah pergi. Jadi aku ingin dibawakan mainan mobil-mobilan."
"Kau itu anak perempuan. Mainannya boneka, bukannya mobil-mobilan," ucap Emily bersungut-sungut.
"Tapi aku menginginkannya," Ainsley memasang tampang cemberut.
Emily menyerah dan membiarkan adiknya meminta mainan mobil-mobilan karena bukan hal yang baru lagi jika Ainsley menginginkan mainan anak laki-laki. Kamar mereka pun dipenuhi oleh mainan yang bertolak belakang dari anak perempuan seharusnya.
"Ibu akan membawakannya untuk putri kecil ibu. Tapi syaratnya kalian tidak boleh nakal, ya!"
Ainsley mengangguk mantap. Matanya berbinar cerah tidak sabar menantikan mainan yang akan didapatkan setelah orangtuanya pulang nanti.
"Jaga adikmu, Emily."
"Siap, komandan!" Emily meniru gerakan tangan petugas keamanan sekolah.
Lantas semuanya tertawa karena respons Emily terhadap perintah sang ayah yang tidak pernah diduga sebelumnya.
***
Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Emily mondar-mandir di depan Ainsley. Jika biasanya di jam tersebut adalah jadwal mereka untuk tidur malam namun kali ini dia ingin melakukan sesuatu yang berbeda.
"Bagaimana kalau kita menonton TV sambil makan camilan?"
"Ibu akan marah jika tahu. Kita sudah berjanji pada ibu untuk tidak berbuat nakal," ucap Ainsley masih berselonjor santai di atas ranjang.
"Ayolah, Ley! Hanya TV dan beberapa camilan saja," bujuk Emily sambil mengguncang-guncang tubuh adiknya.
"Ibu tidak membolehkan kita menonton TV pada malam hari. Kata ibu di jam seperti ini hanya orang dewasa yang boleh menyalakan TV."
"Tidakkah kau penasaran kenapa ibu bilang begitu pada kita?"
Dalam keadaan telentang Ainsley menghela napas sambil melipatkan tangan di dada, "Kau terlalu cepat untuk dewasa, Mily."
"Tenang saja! Ibu tidak akan tahu jika kita tidak memberitahu. Aku tidak akan meninggalkan jejak sedikit pun."
Setelah berpikir panjang akhirnya Ainsley menyetujui ajakan Emily. Selain belum mengantuk, dia juga tidak tahu harus melakukan apa jika ditinggal sendirian di kamar.
Camilan disediakan di hadapan mereka. Sebuah remote televisi yang bebas untuk digunakan juga tersedia di atas meja. Tayangan berpindah dari satu saluran ke saluran lainnya. Mereka memilih film yang menurut mereka terlihat menarik untuk ditonton.
Tontonan yang berlangsung hingga larut malam itu mengantarkan mereka pada mimpi indah. Mereka terlelap di atas sofa dengan televisi masih menyala dan sampah camilan berserakan di lantai.
...***...
Pagi harinya suara deringan telepon membangunkan Ainsley lebih dulu. Saat membuka mata dia teringat pada ibunya yang berkata akan menghubungi mereka sebelum pulang ke rumah. Bergegas dia menggapai gagang telepon dan mengangkatnya.
"Halo? Ibu?" mengucek mata.
"Apakah ini Emily Anderson?" suara orang asing dari seberang sana.
"Bukan. Ini Ainsley Anderson, adiknya Emily Anderson."
Emily ikut terbangun dan dengan spontan memungut satu persatu sampah camilan di lantai. Membersihkan kenakalan yang mereka tinggalkan semalam. Berjaga-jaga jikalau orangtuanya sudah hampir sampai.
Ainsley melirik Emily yang kini sedang sibuk bersih-bersih. Kemudian sembari mengangguk dia mengatakan bahwa Emily ada bersamanya sekarang. Pembicaraan melalui telepon pun berlanjut.
Suara formal seorang pria itu seperti berusaha menenangkannya dan yang terjadi setelah itu kabar mengejutkan terdengar. Ainsley meneteskan air mata disusul dengan memanggil nama kedua orangtuanya berulang kali.
Emily yang mendengar suara tangis seketika menjatuhkan sampah camilan begitu saja, lalu berlari mengambil alih telepon dan menempelkannya ke telinga. Pada orang asing di seberang sana dia bertanya mengapa adiknya menangis dan jawaban yang sama didapatkan. Ekspresinya berubah sama seperti ekspresi adiknya.
Sebuah kecelakaan telah merenggut nyawa orangtua mereka dalam perjalanan pulang. Mobil yang harusnya sampai di rumah pada pagi hari, menabrak mobil besar yang terparkir di pinggir jalan. Kelelahan adalah penyebab utama dari tragedi itu.
Dijemput oleh polisi setempat, mereka datang ke pemakaman. Di sana Ainsley disodorkan sebuah kotak berukuran mini oleh polisi. Kotak itu dibungkus cantik dengan kertas kado. Di dalamnya ada sebuah mainan mobil-mobilan. Mainan itu membuat dia teringat akan percakapan yang terjadi di dalam mobil pagi kemarin.
"Ainsley sudah berbuat nakal, Bu. Ainsley tidak bisa menerima ini. Kembali ayah, kembali ibu," ucapnya sambil menangis tersedu.
Di samping itu Emily juga menangis di sudut ruangan. Sambil memeluk lutut dia memanggil-manggil nama ayah dan ibunya. Sosok ceria yang selama ini diperlihatkan pada semua orang, akhirnya menampakkan kesedihan di baliknya. Hari ini Emily tidak tegar. Hari ini Emily adalah anak yang cengeng.
Ainsley merangkul tangisan kakaknya, menggantikan dirinya yang selalu dirangkul ketika menangis. Dia menepuk-nepuk punggung Emily berusaha menenangkan kesedihan. Sesekali tangan diusap ke pipinya menghapus air mata yang juga mengalir.
Usia yang masih belia membuat mereka harus tinggal bersama paman dan bibi. Di rumah itu hidup mereka tidak berjalan mulus seperti yang dibayangkan. Mereka menghadapi berbagai macam rintangan di sana.
Setiap hari mereka diperlakukan seperti orang rendahan. Mereka dipaksa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah. Mulai dari membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, hingga memasak. Selain itu mereka tidak dibiarkan menyantap makanan yang mereka buat sendiri. Untuk mengisi kekosongan perut mereka hanya disuguhkan makanan berupa roti.
Tetapi perlakuan paman dan bibi terhadap mereka akan jauh berbeda ketika orang lain datang berkunjung. Contohnya saja seperti teman baik dari kedua orangtua mereka. Kasih sayang yang dibuat-buat diperlihatkan dan penjilatan juga terjadi. Belum sampai di situ, siasat dimainkan untuk mengalihkan kepemilikan perusahaan yang tadinya diwariskan untuk Emily.
Mereka tidak bisa membocorkan sifat asli paman dan bibi karena hal itu hanya akan membuat perlakuan yang didapatkan menjadi bertambah buruk. Untuk sekarang yang bisa mereka lakukan hanya menunggu waktu agar bisa pergi dari rumah bagaikan penjara itu.
Sejak perusahaan direbut, orang yang harusnya mengasuh mereka menjadi jarang pulang ke rumah. Jika pulang pun hanya singgah sekedar meninggalkan menu yang sama setiap harinya untuk mereka santap, beberapa potong roti.
Ketika hanya ada Ainsley di rumah, kalimat yang berisikan hinaan sering dilontarkan padanya. Bahkan kebanyakan adalah sesuatu yang tidak benar-benar dipahami anak seusianya. Jika paman atau bibinya pulang, dia akan dikatai sebagai anak yang tidak jelas asal-usulnya, penipu, pembuat onar, bahkan dalam segala masalah yang sama sekali tidak di mengerti oleh anak seusianya. Dia selalu dijadikan kambing hitam.
Gedoran pintu yang terdengar tidak sabar itu membuat Ainsley harus segera membukanya. Meninggalkan kain pel tergeletak di lantai, dengan langkah cepat dia menghampiri pintu.
Dia terkejut mengetahui pamannya adalah orang yang menggedor pintu. Bau menusuk tercium dari arah pamannya. Dia tidak tahan untuk tidak menutup hidung. Sungguh hal yang mengejutkan karena sudah dua bulan lamanya dan sekarang pamannya pulang ke rumah.
Melihat sang paman berjalan sempoyongan mau tidak mau membuatnya harus membantu. Dia melingkarkan tangan ke pinggang pamannya dan menuntunnya menuju sofa. Di sofa itu dia menyandarkan pamannya, kemudian dia mengambil botol minuman yang sedaritadi berada dalam genggaman pamannya. Bau yang sama tercium dari botol itu.
Botol tersebut jatuh ketika dia hendak meletakkannya di atas meja dan di saat yang sama pula matanya melebar. Sebuah pelukan yang membuat bulu kuduknya berdiri didapatkan dari orang yang diduduki. Bukan cuma pelukan, bahkan kini pamannya juga mendaratkan ciuman di lehernya. Tidak tahan dengan sikap sang paman yang menurutnya sangat aneh, dia segera melompat dari pelukan itu.
Dia berlari sekuat tenaga agar bisa mencapai kamar. Teriakan tidak berhenti keluar dari mulutnya. Sayangnya langkah kecil itu berhasil dikejar oleh orang yang sangat ingin dihindari. Dia terjatuh saat sedang menaiki tangga. Tubuhnya ditangkap oleh sang paman. Bajunya dirobek secara paksa sehingga membuat bagian bahu kanannya terbuka lebar. Dia berusaha menutupinya dengan tangan dan menolak setiap kali pamannya mencoba membuka bagian yang lain.
Di luar sana Emily yang baru saja pulang dari kerja paruh waktu, bergegas masuk saat mendengar suara gaduh. Sampai di dalam rumah dia terkejut menyaksikan pamannya tengah membuka paksa baju adiknya. Dia mencari-cari sesuatu untuk menghentikan pamannya dan alhasil sebuah pot bunga dilayangkan ke kepala sang paman. Hantaman yang kuat itu menjatuhkan sang paman. Segera setelah itu dia membawa adiknya masuk ke dalam kamar dan mengunci diri mereka di sana.
Emily mengusap air mata yang membasahi pipi adiknya, lalu dengan suara yang bergetar berkata, "Maafkan aku tidak bisa menjagamu. Nanti setelah aku berumur dua puluh tahun, aku akan membawamu pergi dari sini dan menata kembali hidup kita. Aku harap kau bersabar sebentar lagi, adikku."
Ainsley menganggukkan kepala dalam tangis. Tangannya balik mengusap air mata yang mengalir di pipi kakaknya. Suara isak tangis merebak di ruangan yang mana hanya ada mereka saja di dalamnya.
Semenjak kejadian itu setelah sekolah usai, Ainsley selalu menyusul ke tempat kerja Emily. Dia akan duduk di sudut ruangan sambil memperhatikan Emily yang sibuk bekerja. Terkadang juga mengisi waktu kosong mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Sedangkan Emily akan datang bekerja sepulang kuliah. Beralihnya kepemilikan perusahaan membuat pembayaran pendidikan terhenti, sehingga dia harus bekerja keras agar tetap bisa membayar pendidikannya dan juga Ainsley.
Emily menggeleng melihat adiknya tertidur pulas bersama buku yang sudah tidak lagi berada di pangkuan. Satu persatu buku dan alat tulis dimasukkan ke dalam tas. Dia menyandang tas yang disandarkan di dinding itu di depan tubuhnya, lalu menggendong Ainsley di belakang punggungnya.
Tidak ada kesedihan yang menemani mereka selama perjalanan pulang di malam hari yang senyap. Hanya ada senyuman yang terpancar di wajah mereka.
"Terima kasih, Ley. Sudah mau menjadi adikku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Kheira Luna
Renkoo aku balik lagi kangen pria tua😍
2022-07-22
1
iis_lintang95
tetiba kangen ainsly sm zack, alhasil baca ulang lage.🤩
2021-11-30
1
Seelmy Saleem
nyimak dulu thor baru mampir
2021-11-19
1