"Selamat, Zack! Kau berhasil memenangkan tender. Untuk merayakannya bagaimana kalau kita makan siang bersama?" Samuel memberikan pelukan selamat atas hasil kerja yang memuaskan.
"Kalau begitu saya akan mengurus jadwal anda hari ini." Ucap Emily hendak pergi.
"Sekretaris kita akan pergi kemana? Kau juga harus merayakannya bersama kami karena ini semua tidak akan berjalan lancar kalau bukan karena kerja kerasmu. Benar bukan, Zack?"
Selama ini mereka sudah bekerja keras untuk memajukan perusahaan. Dibantu oleh Emily pekerjaan pun semakin lebih ringan dibandingkan harus sendirian mengelola dua bisnis sekaligus. Sedikit perayaan atas keberhasilan yang dicapai, seharusnya makan siang bersama tidak ada salahnya.
"Kau sudah berusaha yang terbaik. Kita akan beristirahat sejenak sebelum kembali bekerja."
Ucapan yang mustahil untuk Emily dengar mengurungkan niatnya untuk pergi. Jika selama ini dia selalu dibuat kesal oleh tingkah kekanakan dan kata-kata yang tidak bersahabat dari atasannya, hari ini kalimat yang begitu pengertian didapatkan olehnya.
"Kalau begitu saya akan merepotkan kali ini."
Mereka makan siang di restoran berkelas yang letaknya tidak jauh dari perusahaan. Menu yang berbeda-beda tersuguh di hadapan mereka masing-masing. Suatu kesenangan bagi Samuel dan Emily karena semuanya dibayar oleh atasan mereka. Meskipun sudah menjadi pemeran utama dari jamuan makan siang namun Zack tidak diajak berbicara sama sekali. Dia hanya menjadi pajangan di antara kedua orang yang begitu asyik mengobrol.
"Ternyata kau memiliki seorang adik? Apa dia sudah memiliki kekasih?"
"Entahlah. Sepertinya belum." Ucap Emily sambil tertawa kecil.
"Kau memiliki fotonya? Aku sangat penasaran. Kakaknya saja sudah cantik, apalagi adiknya."
Zack memperhatikan raut wajah Emily yang sedikit berubah. Pertanyaan yang sedaritadi dijawab dengan lancar, untuk kali ini butuh waktu lama mendengarnya. Dia berpikir mungkin Emily tidak nyaman dengan sikap Samuel.
"Hentikan sikap sok akrabmu itu. Kau membuatnya tidak nyaman."
"Sejak kapan kau memperhatikan kenyamanan seseorang?"
Tadinya Emily sedikit terpikir oleh kata-kata Samuel yang mana mengatakan bahwa dia dan Ainsley memiliki kecantikan yang serupa sebagai saudara. Padahal kenyataannya mereka bukan saudara kandung. Hal itu mengingatkannya pada kedua orangtua. Sayangnya dia tidak membiarkan ingatan menyedihkan itu berlarut. "Terima kasih sudah memperhatikan saya." Mengambil ponsel dari dalam tas, lalu membuka galeri foto dan mencari foto Ainsley agar bisa diperlihatkan.
Samuel melebarkan mata ketika melihat gambar yang ada di ponsel itu. "Cantik sekali! Apa aku bisa mendapatkan nomornya?"
Zack bangkit dari duduknya. "Kalian bisa lanjut mengobrol. Aku akan kembali bekerja." Dia tidak ingin menjadi tokoh yang hanya duduk memperhatikan orang berbicara. Hal itu hanya membuang-buang waktu berharganya saja.
Berbeda dengan Emily yang diam memandangi Zack berlalu pergi, Samuel tersenyum puas. "Kau harus mendapatkannya."
Emily mencerna perkataan itu namun tetap saja dia tidak mengerti. "Apa?"
Samuel berhenti melamun dan menatap Emily sambil tersenyum. "Aku berpikir untuk mendapatkan makan malam yang enak hari ini."
***
Setibanya di ruang kerja, Zack membuka laci meja. Di sanalah dia menempatkan potret anak perempuan yang digambar. Biasanya dia akan memandanginya ketika sedang rindu atau ketika kesedihan mengusik hari-harinya.
Gambar itu membuatnya terbayang kembali bagaimana pertemuan mereka. Saat itu dia bertanya-tanya siapakah gerangan anak perempuan yang ada di belakang Chester. Anak perempuan itu begitu pemalu sampai-sampai tidak membalas jabatan tangan darinya. Betapa dia sangat merindukan pertemuan itu.
Saat dia sedang asyik menikmati bayangan anak perempuan itu tiba-tiba tamu yang tidak diundang muncul. Dia segera memasukkan kertas gambar kembali ke tempat semula, lalu beralih pada pekerjaan yang ada di meja.
Samuel yang telah kembali dari makan siang mendatangi Zack kembali. "Hey, temanku tercinta. Aku datang kesini secara sukarela ingin membantu urusan percintaanmu. Soal seperti ini aku adalah pakarnya."
"Hentikan omong kosongmu."
"Ayolah, Zack. Kau harus membuka hatimu untuk wanita lain. Memangnya kalau kau menemukannya, wanita masa kecilmu itu akan menerimamu?"
"Kenapa tidak? Aku tampan dan juga kaya."
"Itulah omong kosong sebenarnya. Kau belum resmi mewarisi perusahaan ini. Hanya modal ketampanan tidak akan cukup untuk gadis zaman sekarang. Apa yang kurang dari Emily? Dia adalah wanita spektakuler. Menganggapnya sebatas teman kerja hanya akan membuatmu rugi. Lagi pula ayahmu juga menginginkan seorang cucu, bukan? Apa kau ingin menghabiskan sisa hidupmu untuk mencarinya? Ini sudah hitungan tahun dan kau masih belum menemukannya."
"Kelihatannya aku benar-benar harus melenyapkanmu."
Sepertinya cara itu tidak berhasil, tetapi setidaknya akan membuat Zack berpikir ulang mempertahankan keras kepalanya. "Baiklah. Aku akan pergi, tapi kau harus ingat apa yang aku katakan." Samuel pun keluar dari ruangan.
Benar saja karena setelah perginya Samuel, ucapan itu masih terngiang di telinga. Zack sebenarnya juga tidak tau bagaimana arti dirinya bagi anak perempuan yang dicari. Bahkan mengobrol dengannya saja dia tidak pernah. Apalagi jika tiba-tiba bertemu dan mengikatnya dalam sebuah pernikahan.
Sudah lama dia mencari namun masih tidak menemukannya. Apakah dia akan selalu terus diliputi kenangan masa lalu? Bagaimana kalau anak perempuan itu sudah menikah dan menjalani hidup dengan pria lain? Bagaimana kalau hanya dia saja yang menyukai, sedangkan anak perempuan itu tidak?
Selain itu bagaimana sebenarnya perasaan yang dia miliki pada anak perempuan itu? Apakah murni rasa cinta atau sekedar menyukai di masa kecil saja? Haruskah dia mundur sebagai pria asing yang tidak mungkin bisa menggapai apa yang diimpikan?
Tok tok tok..
Ketukan pintu yang sudah terbuka celahnya itu menampakkan sosok Emily. "Sebentar lagi anda harus menemui klien."
Zack menganggukan kepala dan segera bangkit untuk selanjutnya keluar dari ruangan. Dengan Emily yang mengendarai mobil, mereka menuju tempat di mana akan bertemu klien.
Di perjalanan Zack melirik Emily yang sedang fokus berkendara. Dia mengingat empat tahun yang dilalui selama Emily bekerja dengannya. Wanita di sampingnya itu tidak berbohong saat melakukan wawancara. Emily memang orang yang jujur dan pekerja keras. Keluhan tidak pernah keluar dari sosok Emily yang selalu tersenyum ramah pada setiap orang.
"Apa ada yang salah di wajah saya?" Emily menyadari tatapan yang tidak berhenti mengarah padanya.
"Apa kau sudah memiliki kekasih?"
Emily terkejut saat ditanyai secara mendadak. Apalagi pertanyaan itu keluar dari mulut atasannya yang dikenal cuek. Padahal selama ini mereka tidak memiliki kesempatan untuk berbicara selain bisnis. Sebaliknya sekarang mereka membicarakan hal yang bersifat pribadi. "Ke-kenapa tiba-tiba anda menanyakannya?"
"Kalau tidak ada, apa kau mau menikah denganku?" Mungkin dengan keputusannya yang sekarang bisa mengeluarkannya dari bayangan masa lalu. Memperbaruinya dengan cinta yang baru dan menurutnya Emily adalah orang yang tepat.
Tin tin..
Lampu merah berganti hijau. Beberapa mobil mengantri untuk melanjutkan perjalanan. Mereka membunyikan klakson agar mobil di depan mereka cepat bergerak namun tetap saja mobil itu bergeming.
"Kau harus menjalankan mobilnya." Berusaha membangunkan kesadaran Emily.
Emily yang baru pulih kesadarannya langsung bergerak. Dia mengemudi kembali namun perintah untuk menepikan mobil mengharuskannya menghadapi situasi mencengangkan kembali. Tampaknya lamaran itu tidak main-main.
"I-ini bukan bercanda?" Mencari-cari sesuatu di dalam mobil itu. "Hanya ada kamera dashboard saja. Apakah itu juga bisa merekam seseorang? Apakah ini sebuah jebakan? T-tapi sekarang bukan hari special."
"Apa aku sangat payah melamar seseorang sampai terlihat seperti sedang bercanda?"
Emily semakin melebarkan mata. "B-bukan begitu." Memperhatikan bagaimana ekspresi yang sedang serius itu kini. Rasanya tidak mungkin jika Zack memiliki perasaan padanya karena sikap yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada.
Saat pertemuan dengan klien berlangsung mereka berusaha tidak banyak berinteraksi. Untuk berbicara hanya sepentingnya saja karena canggung setelah lamaran tadi. Sampai di perjalanan pulang pun mereka masih diam seribu bahasa. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.
Emily yang mana kemudi telah dialihkan, turun dari mobil ketika sudah tiba di depan rumah. Sebagai sekretaris pribadi dan seorang wanita, dia memiliki tempat istimewa yang tidak mengharuskan untuk mengantarkan atasan. Selain Zack yang selalu mengedepankan harga diri sebagai seorang pria, diantarkan pulang oleh seorang wanita bukan sesuatu yang dia sukai.
"Tunggu sebentar." Ucap Emily saat jendela mobil akan dinaikkan. "Tentang lamaran," wajahnya bersemu merah jika mengingat kejadian tadi. Ditambah perasaan senang yang lahir dari ketidakpercayaan. "Saya akan memikirkannya."
Zack tersenyum tipis sembari menggangguk pelan, lalu mobil dilajukan kembali. Senyuman mengendur saat dia keraguan akan keputusannya muncul. Jadi ini adalah akhir dari cerita cinta yang dia miliki? Dia sungguh pria yang sangat payah.
Di samping itu, dia terpikirkan lamaran mendadak tadi. Apakah dia terlalu buru-buru mengambil tindakan? Mungkin Emily menganggapnya sebagai pria yang hanya melakukan semua kegiatan dengan tegas, termasuk melamar. Bagaimana bisa dia melamar seorang wanita di tengah kemacetan?
"Apakah aku harus menemui Sam?"
***
Zack tiba di sebuah bar, tempat di mana Samuel biasanya menghabiskan waktu. Ada banyak orang di dalam bar, baik wanita maupun pria. Mereka menari menikmati musik yang entakannya bisa membuat kepala siapa saja menjadi pusing. Hanya mereka yang ahli bisa berlama-lama berada di sana.
Dia menatap sekeliling mencari keberadaan Samuel. Tampak orang yang dicari tengah duduk bersama para wanita. Sama dengannya yang juga menjadi pusat perhatian seperti ada banyak zombi yang ingin melahapnya. Dengan cepat dia menyingkir sebelum wanita-wanita yang menatap bergerak mendekati.
Menyadari siapa yang datang, Samuel langsung bangkit. "Ini sungguh kabar gembira untukku." Tertawa lebar melihat temannya datang tanpa diminta. Biasanya sangat sulit membawa Zack pergi ke bar bersamanya, tetapi apa yang dilihat hari ini membuatnya sangat senang.
Zack yang sama sekali tidak bisa mendengar apa yang sedang Samuel bicarakan menjadi frustasi. Seperti apa pun Samuel berkomat-kamit, dia tetap tidak mengerti. Lampu yang berkelap-kelip juga menambah tingkat kefrustrasiannya. Rasanya dia ingin membeli bar itu dan menutupnya segera.
Samuel membisikkan sesuatu ke telinga wanita yang ada di sebelahnya. "Bawa dia ke ruangan kedap suara." Setelah itu pipinya dikecup sebelum wanita itu beranjak mendekati Zack dan menuntunnya pergi menuju ruangan yang disebutkan tadi.
Zack mengernyitkan dahi menatap Samuel sambil ditarik lengannya. Dia bertanya-tanya apa yang sedang direncanakan hingga dia harus menuruti keinginan Samuel. Jawaban yang didapat hanya sebuah anggukan yang memintanya untuk menurut kali ini. Terpaksa dia menuruti kemana arah wanita berpakaian minim itu membawanya.
Di ruangan kedap suara, wanita itu langsung membanting Zack sebagai dorongan agar pintu tertutup. Kemudian melingkarkan tangan di lehernya. Tidak sampai di situ saja, bahkan kini wajah wanita itu mendekati wajahnya sehingga membuat napasnya terasa sampai ke kulit.
"Kau sangat tampan. Apa aku bisa meminta nomormu? Biar nanti kita bisa saling menghubungi." Ucapnya dengan nada sensual yang khas.
Zack berusaha melepaskan rangkulan. Sangat sulit baginya untuk lepas karena wanita itu sama sekali tidak membiarkannya pergi. Alhasil mereka terduduk di sofa bersama dengan posisi wanita itu yang menindihnya.
"Baru saja aku tinggalkan, kau sudah berselingkuh di belakangku. Lepaskan tanganmu darinya. Aku akan mengirimkan uang tambahan untukmu. Jadi pergilah cari mangsa lain." Di ambang pintu Samuel berdiri sambil melipat kedua tangan.
Zack bangkit dan berusaha kembali menyingkirkan wanita yang menempel seperti perangko itu namun sebaliknya dia dipeluk dengan sangat erat setelah itu.
"Aku lebih memilih menghabiskan waktu bersama temanmu ini, Sam. Dia sangat tampan."
"Dia adalah pacarku." Pada akhirnya Samuel harus memeluk tubuh Zack agar teman wanitanya bisa pergi meninggalkan mereka berdua.
Seketika pelukan erat itu terlepas dan dengan raut wajah cemberut, wanita itu pergi meninggalkan mereka. Dia berpikir pantas saja begitu tampan, ternyata pria tampan yang ingin dimilikinya tidak seperti pria yang ada dalam bayangan.
"Kau mencariku?" Samuel yang masih memeluk di belakang berbisik lembut di telinga Zack.
"Lepaskan!" Zack menjauhkan tangan Samuel, lalu mengibaskan jasnya. Tidak ingin membuang waktu lebih lama dia langsung menjelaskan maksud kedatangannya. "Aku tidak tau bagaimana cara mendapatkan hati Emily. Untuk itu aku datang menemuimu."
"Semudah itu melepaskan cinta pertamamu? Lagi pula apa kau seahli itu untuk menumbuhkan perasaan dengan begitu cepat? Kau tidak menjadikan Emily sebagai pelarian, bukan?"
"Aku harus menjalani kenyataan mulai dari sekarang. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan agar Emily mau menikah denganku?"
Samuel mengangkat sebelah alisnya. Sebuah rencana yang sangat menarik sudah ada di dalam benaknya. Terlebih keberadaan Zack yang sangat langka di bar bersamanya sekarang, sangat disayangkan jika hanya memberi jawaban singkat saja. "Kau ingin menikmati malam ini agar tau bagaimana wanita? Aku akan meminta seorang wanita untuk menghiburmu."
Zack menghela napas panjang. Ternyata waktunya telah terbuang percuma datang menemui Samuel. Baginya yang menginginkan jawaban segera, menginjakkan kaki di bar itu adalah sebuah kesiaan. "Kau melupakan satu hal, Sam. Aku bisa membeli bar ini dan wanita-wanita milikmu itu. Untuk tidur dengan mereka pun aku tidak membutuhkan bantuan apa pun darimu."
Samuel menggelengkan kepala sambil tersenyum sinis. "Dalam keadaan membutuhkan bantuan, kau tidak berhenti bersikap sombong."
Zack mendekat dan mengusap pelan pundak Samuel yang mana kemejanya sedikit kusut. "Kau harus lebih menjaga dirimu agar aku tidak mengirimmu ke tempat yang jauh."
Samuel membuka mata lebar-lebar. "Jangan lakukan itu, Zack! Aku tidak ingin kembali ke Edinburgh. Perjalanannya sangat panjang. Cukup satu kali aku merasakannya." Merengek mengikuti Zack sepanjang jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Tiny Adʝα💞ˡᵘᶜᵃⁱᵐ 🍆
seru ini semangattttt 💪
2020-12-21
1
AqUu Lia
Anshley gw bilang mah
2020-12-07
2
ANI dfa W⃠🍓ˢˢᶜ🌴
lanjuuuuut
2020-11-29
1