HAPPY READING MAN-TEMAN 🤗.
Shinta mengetuk pintu dosen yang bernama Vano itu dan masuk setelah di izinkan.
"Permisi Pak, ada apa Bapak panggil Saya ke sini yah?" tanya Shinta sopan.
Vano yang tadi nya sedang sibuk dengan kertas dan bolpoin di tangan nya itu pun menghentikan aktivitas nya dan melepas kaca mata baca nya lalu menautkan jari-jari nya sembari menopang dagu menatap Shinta.
"Kamu tau apa salah Kamu?" tanya Bank langsung.
Shinta menggaruk tengkuknya nya yang tak gatal itu sambil berfikir. "Salah, iya Aku ngelamun", gumam Shinta dalam hati.
"Di tanya diam saja!" seru Vano mengagetkan Shinta.
"Iya Pak! Saya minta maaf karena Saya melamun." Shinta menjawab dengan malas sembari menggerutu dalam hati.
"Kamu itu! Kalau masalah pribadi jangan di bawa ke kelas Saya!" peringat Vano.
"Kok Bapak tau kalau masalah pribadi?" Shinta bertanya dengan polos nya.
"Tau lah, siapa yang menangis di bawah pohon sore-sore kayak orang putus cinta?" sambung Vano tersenyum miring meledek.
Shinta menggigit bibir dalam nya karena tebakan nya benar. Entah memang dia tau atau tidak, tapi memang benar adanya. Vano yang melihat Shinta berubah sendu pun jadi kikuk karena merasa bersalah.
"Maaf,"ucap Vano menyesal. Shinta hanya diam dan menunduk. "Sudahlah, Kamu boleh pergi. Dan lain kali jangan ulangi lagi kesalahan Kamu ini. Karena Saya tidak pernah suka sama orang yang menyepelekan Saya!" peringat Vano.
Niat hati akan memberikan Shinta hukuman tidak jadi karena air muka Shinta yang berubah menjadi sendu. Shinta keluar dari ruangan Vano setelah mengucapkan permisi dan permintaan maaf.
💢💢💢💢
Di bangku taman Shinta duduk termenung, seperti biasanya sudah seminggu ini dia seperti itu. Dia terlonjak kaget saat ada seseorang yang yang duduk di sampingnya secara tiba-tiba dan menatapnya serius.
"Kamu kenapa sih menghindar dari aku?" tanya Ameera.
Sinta bungkam tak ingin menjawab, lagi pula dia tentunya sudah tahu apa yang membuat dirinya menjauh, bisa dibilang dia ingin menenangkan diri untuk bertemu dengan nya dan berteman kembali seperti sedia kala seakan tak terjadi apa-apa.
Tapi rasa nya begitu susah untuk dia melawan ego nya itu. Entah harus apa dia lakukan sekarang, dia hanya ingin terbebas dari rasa yang tak bisa dia miliki.
"Katakan pada Aku jika Aku salah Shin?" desak Ameera.
Kini mata nya mulai berkaca-kaca. Shinta memalingkan wajah nya tak ingin melihat mata Ameera. Rasa nya dia tak kuat jika melihat sahabat nya itu harus menangis.
Tapi, respon dari Shinta berbeda tanggapan untuk Ameera. Ameera pikir Shinta begitu marah hingga gadis yang di depan nya itu harus memalingkan wajah nya.
"Hiks!" tangis Ameera dalam diam. Shinta menoleh melihat pipi Ameera yang sudah basah oleh air mata.
Shinta jadi kelabakan. "Aduh, jangan nangis dong! Oke, oke! Aku minta maaf. Bukan maksud Aku mau mendiami Kamu. Tapi Aku masih belum siap untuk menghadapi Kamu. Aku hanya ingin menenangkan diri Aku sendiri kok!" terang Shinta menjelaskan.
Ameera berhenti menangis dan menatap Shinta masih dengan sesegukan nya. "Benar?" tanya Ameera dan di angguki oleh Shinta.
"Jangan diami Aku lagi. Aku nggak mau persahabatan Kita renggang hanya karena hal ini." Ucap Ameera.
Shinta mengangguk. "Aku tau, maka nya Aku ingin menenangkan diri biar nggak meluapkan emosi sama Kamu. Tapi malah Kamu begitu!" kesal Shinta sembari memanyunkan bibirnya lucu membuat Ameera terkekeh.
"Makan yuk?" ajak Ameera dan menyengir.
"Astaga Ameera!" seru Shinta. Dia memang tau jika Ameera ada kebiasaan unik, yaitu, makan setelah menangis. Shinta begitu gemas, namun dia sangat menyayangi satu-satunya sahabat nya itu.
Menurut Ameera. Makan setelah menangis itu bisa membuat mood- nya kembali seperti semula. Entah lah, itu hanya sebuah kebiasaan. Tapi mungkin benar.
Mereka tertawa bersama seakan semua hal yang terjadi belakangan ini tak terjadi sama sekali. Shinta bisa tau, jika diri nya memang tidak bisa benci ataupun menghindar dari Ameera. Ameera adalah sahabat nya, dan sampai kapanpun dia akan selalu yang utama bukan yang lain nya.
Hati nya sedikit lega melihat senyum sahabat nya itu, meski tidak bisa lupa untuk cinta pertama nya, melihat senyuman bahkan tawa dari sang sahabat, dia rasa cukup bisa mengobati rasa kecewa nya meski harus butuh waktu.
Dia mengharapkan seseorang yang dapat mengubur rasa tersebut. Rasa yang tak bisa dia hilangkan sendiri. Dia butuh itu, tapi entah siapa yang bisa dia tidak tau. Hanya waktu yang akan menjawab dari pertanyaan nya itu.
Mereka memasuki sebuah restoran yang ada di dekat taman itu, dan memesan makanan yang hendak mereka makan.
Selang tak lama setelah di pesan. Mereka saling menikmati apa yang di pesan.
💢💢💢💢
"Apa semua belum selesai? Lanjutkan nanti saja. Nanti bunda Kamu mengomel sama Ayah kalau putra nya tak pulang-pulang." Kata Aditya yang baru saja masuk ke ruangan Bian.
Lelaki paruh baya itu menghampiri sang putra yang sedang sibuk dengan kertas-kertas penting yang ada di hadapannya itu. Bahkan dia tak menoleh pada ayah nya yang sedang berbicara dengan nya.
"Ayah pulang saja dulu. Nanti Aku nyusul. Sebentar juga pulang, kalau di tunda sampai rumah bakalan di protes sama bunda. Dan jika sampai besok, akan lebih banyak lagi pekerjaan nya." Sahut Bian yang masih dengan posisi yang sama.
Aditya menghembuskan nafas berat. "Maafin Ayah yah, Ayah buat Kamu kesulitan." Ucap Aditya.
Seketika Bian menghentikan kegiatan nya setelah mendengar perkataan ayah nya. Dia mendongak. "Kenapa Ayah meminta maaf? Ini kewajiban Bian buat membantu Ayah. Lagi pula Bian sudah nyaman kok sama pekerjaan ini, bahkan sekarang sudah semakin ringan." Sahut Bian tersenyum.
"Jangan membohongi diri Kamu sendiri Nak, jika Kamu sudah tak mau, bilang saja sama Ayah. Ayah jadi menyesal karena meminta Kamu membantu Ayah." Kata Aditya murung.
"Ayah tenang saja, putra Ayah ini strong tau. Nggak akan kalah sama masalah seperti ini." Sahut Bian terkekeh.
Aditya tersenyum dan menepuk pundak sang putra. "Terimakasih Nak!" sahut nya. Bian tersenyum lebar.
"Maka nya cepat cari istri, biar ada yang lebih memperhatikan Kamu." Kat Aditya berujung ledekan.
Bian yang semula tersenyum jadi cemberut. "Mulai deh orang tua!" kesal Bian. Aditya terkekeh.
"Ayah tunggu sampai selesai yah." Tawar nya.
"Nggak usah, nanti bunda nungguin. Lagipula Bian kan bawa motor. Nanti Bian bakalan pulang sejam lagi," tolak Bian.
Aditya mengangguk. "Baiklah, nanti jangan sampai kemaleman. Oke!" peringat Aditya.
"Siap komandan!" seru Bian menyahuti bak seorang tentara.
Aditya keluar dari ruangan itu. Bian menatap kepergian Aditya dengan menghembuskan nafas berat. "Kerja-kerja! Semangat Bian!" seru Bian menyemangati diri nya sendiri.
SALAM HANGAT DARI AUTHOR KECE 😍.
LIKE PUISI AUTHOR DI BANNER DEPAN YAH MAN-TEMAN 😁. TERIMAKASIH SEBELUMNYA.
KASIH LOVE DULU 😂
❤️❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Fitriani
lanjut thor...
2020-08-21
1