Bab 13 Bucin

Saat kutersadar, kulihat Pandu meletakkan kepalanya di sisiku, dia terlelap sementara tangannya menggenggam jemariku.

Aku sangat terharu sekaligus bersyukur, disaat paling terpuruk sekali pun , Allah siapkan bahu kokoh untukku bersandar, tangan kuat untuk menarikku dari keterpurukan. Hati lembut yang mencintai dengan sabar.

Aku teringat Vino dan pelan berusaha beranjak duduk, agar Pandu tidak terkejut.

"Sayang, kamu sudah sadar?" Pandu terbangun dan membantuku turun dari tempat tidur RS.

"Iya, aku mau ketemu  Vino." Air mataku mulai menggenang.

Pandu menangkup wajahku dan menatap mataku dengan intens.

"Sayang, kamu harus kuat, demi Vino, demi dirimu sendiri. Ada Allah, ada Ibu, Tante Neneng, ada aku juga, terserah kamu anggap aku sahabat, kekasih atau apa pun itu. Aku akan tetap berada kokoh di sisimu untuk melalui semua ini."

Pandu memelukku erat. Aku tak mampu menahan rasa perih ini. Menangis di dada kokoh lelaki tulus ini membuat perasaanku sedikit ringan.

"Ayo sayang, kita ke ruangan Vino, tapi kamu harus janji, jangan menangis di depan Vino."

Aku mengangguk pelan

Pandu membersihkan air mataku dengan sapu tangannya.

Ya Tuhan, salahkah bila hati ini mulai bergetar dan hangat terhadap pria ini.

Aku merasa sangat dicintai oleh pria di sampingku yang kini terus menggenggam jemariku sambil menyusuri lorong Rumah Sakit.

Vino tertidur lelap, ibu tersenyum melihatku datang.

"Dia mencari Om Pandu sampai tertidur."

Tante Neneng membelai kepala Vino. Ku ciumi putraku dengan rasa hati yang hancur berkeping, namun air mataku kutahan sekuat tenaga.

Vino terbangun, mata bulatnya yang jernih menatap wajahku.

"Mama, Papa Pandu mana, Vino kangen." ucapnya dengan suara cadel khas balita.

Aku terkejut, sejak kapan Vino menyebut Pandu dengan sebutan itu. Aku tak pernah tahu. Karena kadang Pandu bisa menemui Vino saat aku ke pasar dengan Tante Neneng di hari libur.

Pandu mendekat dan mencium pipi Vino. Senyum Vino mengembang.

"Papa, main jagoan super lagi ya Pa, Vino jadi Batman."

Pandu mengangguk. Dan keduanya asik sendiri seperti obrolan umum seorang bocah cadel dengan Papa kandungnya, pemandangan yang tak pernah kulihat saat dengan Mas Prabu.. Padahal Vino anak yang sangat pendiam, tapi dengan Pandu dia banyak bicara. Hatiku terasa membuncah oleh haru.

*****************

"Prabu sudah kamu kabari Tih, bagaimanapun dia ayah kandungnya."

Ibu menyelimuti Vino yang terlelap. Ini hari ke empat Vino di RS.

"Sudah Bu, tapi dia sedang di luar kota, Ibu mungkin datang dengan Mbak Lisna. Nanti siang."

Pintu terkuak, Pandu dan Bu Lestari masuk.

Pandu langsung mencium kening Vino. Bu Lestari menyalami Ibu dan Tante Neneng. Mereka berkenalan dan mulai berbicara akrab. Bu Lestari memang sosok hamble.

Kedatangan mereka juga mengabarkan kalau Prabu dan Ibunya mencabut tuntutan, Ketika kutanya kenapa bisa  mereka mencabut tuntutan, Bu Lestari hanya tersenyum.

"Nyali mereka menciut tiba-tiba."

seloroh Bu Lestari. Dan tanpa dijelaskan pun aku faham. Aku melihat sendiri saat mantan Ibu Mertuaku menarik Mas Prabu keluar ruangan setelah melihat siapa Ibunya Pandu. 

Saat Ibu Lestari hendak pulang,

Aku mengantar sampai di depan ruang rawat.

"Ratih, kami harus kuat ya, ibu faham perasaanmu saat ini, tetap kuat, karena Vino butuh ibunya lebih dari siapapun."

Bu Lestari menepuk pundak ku.

"Terima kasih Bu, semua kebaikan ibu ngga akan Ratih lupakan." sahutku haru.

Bu Lestari tersenyum kemudian mendekatkan bibirnya ke telingaku.

"Ratih, balas kasih sayang ibu dengan mencintai Putra Ibu ya, buat dia bahagia."

Dia menatapku tersenyum.

Aku merasa seperti dihargai lebih dari apa pun.

Tanpa ku sadari, aku mengangguk dan membalas senyum beliau. Sementara Pandu asik menerima telepon di gawainya. Dia mematikan gawainya dan mendekati ibu Lestari dan aku.

"Pandu kamu temani Ratih saja ya, Ibu mau ada meeting dengan klien dari China, di Sheraton. Ada sopir yang jemput ibu." Bu Lestari mengedipkan sebelah Mata padaku. Aku tertawa. Sementara Pandu mengangguk mengiyakan kata-kata Bu Lestari

"Iya Mamaku sayang. Hati-hati ya, dan jangan lupa habari  cintamu , nanti cemburu lagi." Pandu mencium punggung tangan Bu Lestari dan aku juga mengikuti. Wanita cantik itu berlalu.

Pandu hendak masuk ruang rawat Vino ketika kutarik tangannya. Dia menahan langkahnya dan menatapku penuh tanya.

"Kenapa sayang?" tanyanya lembut.

"Aku akan coba membuka hatiku buat kamu, tapi aku ngga janji untuk bisa membahagiakan kamu."

Pandu maju dengan cepat ke arahku lebih rapat. Dia mengangkat daguku lembut dengan telunjuknya.

"Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku sayang, dengan kamu bahagia, sudah pasti aku sangat bahagia. Terima kasih untuk memberiku kesempatan."

Pandu hendak mencium bibirku dengan menunduk, tapi aku menghindar dengan menahan dadanya.

"Jangan Du, ini Rumah Sakit." ucapku malu. Pandu tertawa ringan sembari membusai rambutku lembut.

"Dimana boleh sayang?" godanya dengan wajah jenaka. Aku tertawa.

Kami berdua masuk dan meminta Ibu dan Tante Neneng pulang. Karena sudah sedari siang bergantian berjaga. Malam giliran kami berdua.

"Ratih, Pandu, ada baiknya kalian segera halalkan hubungan kalian, menghindari fitnah, kalian selalu berduaan.'

Pandu mengangguk sangat cepat dengan senyum sumringah

"Siap Ibu, Pandu akan segera menikahi Ratih."

Aku mencubit pinggangnya. Pandu terkekeh dan membalas dengan merangkul pundakku.

Ibu dan Tante Neneng pulang naik Taxi. Dan malam ini aku dan Pandu berjaga berdua di ruang rawat. Namun Pandu memintaku tidur di sofa, sementara dia menjaga Vino.

Dari sofa aku melihat keduanya benar-benar seperti ayah dan putranya. Bahkan ketika Vino ingin buang air kecil dia lebih Memilih dengan Pandu daripada denganku.

Rasanya tidak ada alasan bagiku menolak Pandu hadir dalam hidup ini. Tak ada alasan untukku menutup diri darinya. Bukan hanya aku yang butuh Pandu, Vino pun begitu.

Ketika pagi menjelang, Tante Neneng dengan baby sitter datang menggantikan kami.

Vino berpesan dengan celoteh lembutnya.

"Papa sama Mama pulang dulu tapi nanti sore balik lagi ya."

Pandu mengangguk sembari menciumi Vino dengan penuh sayang.

Kami berjalan menyusuri koridor RS. Pandu meraih jemariku dan menggandengku.

"Kita sarapan dulu ya, kan udah mandi di RS, tinggal ganti pakaian langsung ke CNTV."

Aku mengangguk pelan. Rasa yang menjalar di jemariku hingga ke hati ini terasa hangat dan nyaman.

Pandu mengantuk dan menguap beberapa kali. Ku ambil alih setirnya dan Pandu tertidur lelap di kursi penumpang.

Aku membawa Pandu pulang ke rumah. Pengen sarapan buatanku sendiri.

Pandu heran ketika ku bangunkan di pekarangan rumahku. Namun dia sangat antusias dan gembira masuk ke dalam. Ada Ibu yang sedang duduk di teras.

Ibu bilang ngga ada sarapan karena tadi pagi merek makan nasi uduk, tapi bibi ART sudah belanja bahan makanan sangat banyak. Aku yang memang hoby memasak segera meluncur ke dapur. Bibi cuma kuminta bantu-bantu untuk mencuci sayur dan memotongnya.

Pandu duduk di meja memperhatikan kesibukanku, sesekali kulihat dia mengangkat gawainya untuk urusan pekerjaan.

Sarapan sudah siap. Soup tangkar dan beberapa menu olahan daging telah siap, begitupun masakan khusus untuk Ibu.

Pandu berdecak kagum. Dia sangat lahap sampai Ibu tertawa melihatnya.

Selesai sarapan kami berangkat kerja, Pandu selalu membawa beberapa pakaian di dalam mobilnya. Dan hari ini dia meminta beberapa stel pakaianku juga standby di mobilnya. Aku benar-benar merasa sangat diperhatikan hingga hal-hal kecil seperti sepatu yang nyaman di kakiku pun dia mampu memilihkan di rak sepatuku. Aku menatapnya lembut di dalam mobil yang melaju kencang menuju CNTV.

"Pandu ..." panggilku.

"Hemz? Kenapa sayang?"

Panggilan sayang itu tak pernah lepas dari bibirnya.

"Terima kasih karena memberikan bahumu dan pelukanmu untuk wanita sepertiku."

Pandu tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Wanita sepertiku? Memangnya kamu seperti apa sayang? Kamu wanita luar biasa bagiku, kamu berharga, jangan pernah memandang dirimu kurang hanya karena mantan suamimu merendahkanmu. Kamu bukan wanita yang bisa kutemui di sembarang waktu dan tempat, kamu jodoh yang Allah siapkan buat aku."

Pandu menangkup wajahku.

"Kamu berharga bagiku dan Vino sayang. Aku yang berterima kasih karena mengijinkan aku untuk hadir diantara kalian, memberi ruang terindah di hatimu."

Air mataku menetes.

"Jangan menangis sayang."

Pandu mencium keningku dengan penuh kelembutan.

"Terima kasih untuk telah hadir di hidupku Pandu."

ucapku haru.

"Terima kasih untuk membuka hatimu untukku Ratih sayang."

Dan kami berpelukan di dalam mobil, di pinggir jalan.

Setelah menyadari waktu hampir telat kami pun segera bergegas menuju CNTV.

Kami berdua berlarian menuju ruangan masing-masing. Beberapa rekan kerja sempat tertawa melihat aku dan Pandu berlari ke arah berbeda namun tidak melepaskan genggaman tangan.

"Bucin sejati kalian."

seloroh pak Satpam geli.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Danendra Faiz

Danendra Faiz

❤️❤️❤️

2021-08-07

0

Tri Widayanti

Tri Widayanti

Bikin meleleh,

2020-11-06

2

Ita Yanti Linda Lestari

Ita Yanti Linda Lestari

kena banget ceritanya....nangissss thorrrr

2020-10-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!