Episode 3 Penghianatan

Episode 3 Penghianatan

Langkah kaki ku terhalang rasa minder melihat begitu modisnya  mereka yang mencoba peruntungan di dunia broadcasting. Aku melamar menjadi Editor. Keahlian lain di bidang Broadcaster sebenarnya bisa kujajal. Namun entah kenapa perasaanku lebih berat ingin mencoba sebagai Editor, mungkin karena pengalaman yang aku kuasai adalah di bidang ini.

Ragu aku menapaki tangga masuk menuju ruang wawancara. Nampaknya sainganku terlihat segar dan masih muda berkilau. Mereka berjalan penuh percaya diri dan ceria.

Ku lihat sekilas penampilanku sendiri, terlihat sangat sederhana dan terkesan ketinggalan zaman. Maklum pakaian ini kubeli saat aku masih gadis dulu. Sedangkan pakaian setelah menikah tak ada yang pas untuk keperluan wawancara, ada dua gaun yang dibelikan mertuaku, keduanya terlihat selera orang tua. Tapi aku mencoba tetap percaya diri dengan penampilan sederhanaku.

Ketika beberapa tahapan wawancara berhasil kulalui, aku beristirahat di pojok ruang tunggu menanti tahapan berikutnya.

Seorang yang di nametagnya

Tertulis Pandu Prayoga dengan jabatan Program Director menghampiriku.

"Dik, season wawancara terakhir di dalam itu ada penata gaya, dia bisa langsung ill feel kalo liat calon karyawati di TV ini memiliki standar penampilan kelewat sederhana. Kamu bisa langsung kena diskualivikasi oleh dia."

"Maaf Mas cuma ini pakaian terbaik saya." sahutku sedikit tergugu.

Rasa percaya diriku langsung terjun bebas ke dasar jurang.

"Sayang banget dik, padahal bakat dan kemampuan kamu sangat luar biasa menurut penilaianku," ucapnya terlihat tulus.

Dan dengan kesederhanaan, aku tetap melalui wawancaraku dengan lancar, tanpa memperdulikan keadaanku yang tampak sangat ketinggalan zaman.

Hasil wawancara akan dikabari melalui telepon dan email. Aku sudah merasa was-was, Aku tidak yakin akan lulus karena Harumi penata gaya itu mengerutkan kening ketika aku masuk.

Aku pasrah andai ini memang rejeki aku, maka segalanya akan dimudahkan.

########*

Ku jemput Vino di rumah mertuaku. Aku membawa Vino pulang, di ruang tamu aku bertemu dengan kakak iparku, kakak pertama Mas Prabu.

"Tih Tih, kamu ini ngga bersyukur ya punya suami mapan malah pergi nyari kerja kalo mbak suami berduit gitu pasti ku ajak ke salon, nge-mall dan pastinya beli baju yang keren. Pasti kamu ngga pandai nyimpan duit Tih."

Aku hanya tersenyum kecut. Ingin aku berujar bahwa bukan aku ngga bisa nyimpan duit tapi  duit nya yang mau disimpan itu duit yang mana?

"Oh ya Tih, wanita juga harus pandai merawat kewanitaan, biar suami ngga perlu cari di luaran, jangan sampai kamu lalai tentang itu."

Aku terpaku bisu, bingung dan speakless dengan ucapan mbak Lisna.

"Maksud Mbak? saya ..."

"Prabu pernah curhat ke Ibu kalau kamu ngga bisa dinasehatin untuk jamuan, jadinya dia merasa sangat tidak nyaman berhubungan dengan kamu. Tih, jangan lalai, banyak pelakor di luaran Lo Tih.kamu ngga mau 'kan kalau suamimu selingkuh?"

Aku tergugu, betapa mengenaskan harga diriku sebagai seorang istri. Aibku tak lagi dijaga suamiku.Bahkan rahasia di dalam kamarku tak lagi hanya menjadi rahasia suami istri. Tanpa menjawab semua ucapan Mbak Lisna aku berlalu dengan hati tak lagi berbentuk.

Perihnya merambat perlahan menembus jantungku. Namun aku tak akan menjadi hancur oleh rasa sakit ini.

Aku tak akan menyalahkan siapapun atas keadaanku, mungkin benar aku bukan istri yang baik dan memuaskan, namun diriku hanyalah wanita biasa yang tetap butuh dilindungi dan dihargai. Kedua hal itu tak lagi kuterima dari suamiku.

Aku menunggu suamiku selesai mandi, dan ketika dia terlihat sudah rapi duduk di ruang tengah, aku menghampiri.

"Mas? Ratih mau bicara." ucapku pelan sembari duduk di depannya. Dia acuh dan hanya menatapku sekilas selanjutnya matanya tertuju pada gawainya.

"Kalau cuma mau ngomong tentang uang bulanan, tolong pergi aja Tih, aku ..."

"Kenapa Mas tega membicarakan urusan ranjang kita dengan ibu dan kakakmu, kenapa Mas?"

Aku menatap sosok lelaki tinggi tegap dengan wajah cukup tampan itu dengan sedih.

Dia mengalihkan perhatiannya dari gawainya dan tersenyum.

"Kamu malu Tih? Kalau malu makanya berubah, rawat dirimu, aku hanya ingin Ibu menasehati kamu, agar kamu ..."

"Kamu mempermalukan aku Mas." sahutku lirih, air mata mulai menetes menahan luka teramat dalam.

Mas Prabu menatapku tajam.

"Lebay kamu Tih! Aku udah sering nasehatin kamu, tapi kamunya bebal, jangan salahin aku kalau melibatkan Ibu."

Dia berdiri hendak meninggalkan aku, tanpa perduli air mataku.

"Kamu masih mencintaiku atau tidak Mas?"

Aku mencoba bersabar dan berharap masih ada alasan bagiku memaafkannya.

Mas Prabu hanya diam.

"Menurut mu?"

Ditanya balik begitu aku terdiam.

"Tih, cinta itu udah hampa diantara kita, saat ini yang kurasakan hanya kewajiban yang mengikat kita, aku merasa hubungan kita flat dan aku benar-benar bosan."

Kata-kata Mas Prabu sangat menusuk hati ini, tapi setidaknya aku tahu, apa yang harus kulakukan.

Aku hanya diam terpaku, tak mampu berkata apapun lagi.

Sepeninggal Mas Prabu yang beranjak pindah duduk di teras,  gawaiku berbunyi, dari nomer tak ku kenal.

"Selamat Ratih Prameswari? Ini dari PT.Cipta Nusantara Televisi, kami mau mengabarkan secara langsung bahwa kamu diterima bekerja di perusahan kami sebagai editor. Lusa kamu boleh mulai bekerja."

Aku hanya bersorak bahagia di dalam hati, tak ingin aku mengatakan apa pun tentang pekerjaan itu pada Mas Prabu, karena dia pasti akan menghina lagi dengan berbagai cara. Aku menghampirinya ke teras, hanya untuk melihat reaksi dia atas permintaan yang akan aku katakan.

"Mas, sore ini aku mau ke dokter ya, buat konsultasi kondisiku yang kamu selalu keluhkan, tapi aku butuh uang Mas, ke dokter itu butuh uang tidak sedikit. Paling ngga ke praktek paling murah 100rb."

Mas Prabu menatapku sekilas. Dia mengambil dompetnya dan membuka dompet yang penuh uang 100rb an.

"Uangku ada, tapi pas buat bayarin uang kuliahnya Diah aja Ratih, kamu minta ibu aja ya, gaji bulan ini udah ku transfer ke ibu.

Aku diam dan tiba-tiba Mas Prabu berlari masuk ke dalam rumah, sepertinya kebelet ke WC, aku tertegun melihat android terbaru miliknya yang digeletakkan begitu saja di meja teras, android dengan kisaran harga hampir 20jt an.

Sebuah notif chat masuk, aku membaca notif itu dengan gugup.

"Mas, makasih ya sayang udah transfer buat aku, masyaallah 5jt buat kamu sedikit, buat aku banyak banget."

Nafasku seketika sesak, kemarahan ku memuncak. Ketika Mas Prabu muncul dia merebut gawainya dari tanganku. Aku menatapnya tajam.

"Lima juta buat selingkuhan kamu begitu mudah kamu berikan Mas, untuk istrimu hanya buat berobat kamu minta aku ngemis sama ibumu, kamu dzalim terhadap istrimu Mas!"

Mas Prabu menatapku nanar.

"Wajar dong, Sinta bisa memuaskan aku, nah kamu?"

"Kamu berzina Mas?"

"Maaf ya Ratih, aku tidak berzina lagi, seminggu lalu aku sudah menikahi Sinta secara siri. Kamu jangan protes, kamu sebagai istri ngga becus dalam segala hal."

"Sejak kapan kamu selingkuh Mas." tanyaku terbata.

"Sejak setahun lalu, puas?"

Ucapan Mas Prabu bagaikan petir yang menyambar telingaku.

Aku terduduk di bangku teras tanpa mampu berkata apa pun lagi.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

move on saja Ratih.. tinggalkan suami seperti itu

2023-07-26

0

Lie Nara

Lie Nara

sumpah nyesek banget 😭😭😭😭

2021-09-13

0

Arjuna

Arjuna

punya suami dan mertua kaya gitu..
tenggelamkan!!

2021-08-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!