Episode 9 Maaf Aku Bukan Milikmu lagi

Setelah makan siang berakhir kami saling berjabat tangan, dan Sutradara muda berbakat itu memberikan kartu namanya kepadaku. Dia juga memintaku menyimpan nomer WA miliknya.

Aku dan Pandu  segera meninggalkan restoran,

Mas Prabu mengejar ku hingga ke parkiran, aku meminta Pandu untuk menungguku sebentar. Pandu menyandarkan punggungnya pada mobil sembari menyilangkan kedua tangannya bersedekap di dada. Dia mengawasi aku dan Mas Prabu dengan tatapan tajam.

Mas Prabu menarik tanganku namun kutepiskan.

"Tih, Mas mau bicara serius sama kamu, bisa ikut Mas sebentar?"

Aku menepiskan perlahan tangannya dan tersenyum tipis.

"Aku sedang bekerja Mas rekanku menunggu, kalau mau bicara sekarang di sini saja atau via telepon."

Mas Prabu menggeleng.

"Tih maafin Mas ya, please Ratih, kita rujuk lagi ya, kita baru talak satu Tih masih bisa rujuk, ingat Vino Tih, dia pasti membutuhkan aku sebagai ayahnya."

Aku tertawa geli sambil menatap tajam wajah lelaki di hadapanku.

"Kamu membuatku geli Mas, kemana saja kamu selama ini? tak sekali pun batang hidungmu muncul di depan anakmu, tiba-tiba bicara tentang rasa kasihan, dimana rasa itu saat kami masih bersamamu, dan asal kamu tahu Mas ..."

Belum selesai ucapanku

Mas Prabu meringsek hendak memelukku, namun sebuah tangan kokoh menarikku.

"Maaf ya, saya ngga kenal sama anda, tapi wanita yang sedang anda goda ini calon istri saya!"

Pandu menggenggam tanganku dan berdiri diantara aku dan Mas Prabu.

"Oh, hebat kamu ya, belum setengah tahun bercerai kamu sudah ..."

"Kenapa, apa yang salah kalau saya menikahi Ratih?"

Wajah Mas Prabu terlihat kelabu, matanya tajam menatap kepadaku.

"Salah! Karena aku masih mencintainya!" gusar suara Mas Prabu setengah bergetar.

"Ratih, mas mohon kita bicara, kamu pasti masih mencintai Mas kan? Aku ayah dari anakmu Tih dan lelaki yang baru kamu kenal ini rasanya ngga mungkin kamu menyukainya secepat ini, aku tahu sifat dan karaktermu Tih."

Mas Prabu hendak merebut tanganku dari genggaman Pandu.

"Maaf Mas, kamu salah aku mencintai Mas Pandu lebih dari apa pun, kamu lupa atau amnesia? Kamu bilang tidak ada cinta lagi di hati kamu buat aku, hubungan kita flat! Ingat? Kenapa sekarang ngomong cinta? Oh karena sekarang aku cantik, bersih, terawat? Astaga Prabu Wibisono, andai aku jadi kamu, aku memilih menghilang selamanya dari pada mengemis cinta dari perempuan yang kamu hina dan campakkan! jangan pernah menggangguku lagi, Ayo Mas kita pulang."

Wajah Mas Prabu tersaput kabut, matanya terlihat memerah.

Pandu mengangguk sembari merangkul pinggangku dan dengan mesra menatap wajahku.

"Ayo sayang." ucapnya pelan.

Ketika  mobil kami mulai meninggalkan parkiran hotel, ku lihat Mas Prabu mengikuti kami.

Pandu terlihat sangat kesal, wajahnya yang biasanya selalu tenang dan dingin tiba-tiba terlihat bersemu merah.

"Dia harus kita buat menyerah Tih." gumamnya, tampak sekali wajah itu terlihat sangat kesal.

"Maksudmu apa Du?" tanyaku.

"Aku lebih senang bila mulai sekarang kami panggil aku Mas atau Aa juga boleh."

Pandu meminggirkan mobil ke arah taman yang indah, bunga bermekaran berwarna-warni. Di bukanya pintu mobil, di bawanya aku turun dan tak lepas jemariku digenggamnya. Saat tiba di pojok taman, dia menarik pinggangku dengan satu tangannya dan tangan yang lain menyusup di belakang leherku.

"Arah jam 12 ada mantan suamimu, kalau kamu mau dia segera melepaskan kamu, pejamkan matamu dan tolong maafkan apa yang akan ku lakukan padamu Ratih."

Tanpa kusadari, aku memejamkan mataku dan sedetik kemudian aku merasakan lembutnya bibir Pandu menyentuh bibirku, tubuhku terasa terbakar hebat. Lelaki ini melakukannya dengan penuh perasaan. Aku merasa sangat sulit untuk bernafas, kaki ini terasa goyah tak mampu menopang badanku karena gugup dan gemetar.

Beberapa saat kemudian dia melepaskan ciumannya. Aku tertunduk lemah di bahunya.

"Maaf Tih, aku melakukan ini bukan karena Prabu mantan suamimu, aku benar-benar tulus mencintaimu." bisiknya dengan suara bergetar. Aku terpana mendengar ucapannya.

Sepintas aku melihat Mas Prabu meninggalkan taman dan masuk ke mobilnya. Dan beberapa menit kemudian sebuah notif masuk di gawaiku.

"Aku ngga nyangka kamu secepat itu melupakan aku Tih, sungguh aku masih sangat mencintai kamu, dan kamu harus tahu, aku akan berjuang mendapatkan hatimu kembali."

Aku terduduk di bangku taman.

Pandu menatapku lekat. Wajahnya sangat dekat pada wajahku, aku merasa jengah dan mundur.

"Mas, maaf tapi aku mohon, jangan ulangi hal itu lagi, aku belum bisa membuka hatiku untuk pria mana pun, aku trauma pada pernikahan dan pada hubungan dengan Pria. Buang perasaan sukamu padaku."

Pandu menarikku kearahnya.

"Lihat aku Ratih, di mata ini juga terukir luka teramat dalam pada wanita, tapi melihatmu pertama kali, aku berusaha keras untuk mengikis lukaku, aku mohon, perlahan buka hatimu, mari saling menyembuhkan satu sama lain."

Pandu menangkup wajahku dengan kedua telapak tangannya yang kokoh.

Mataku tiba-tiba berair, aku menangis. Perasaan dicintai ini pernah kurasakan, namun hanya sebentar, begitu masuk masa pernikahan cinta itu pudar dan aku disakiti tiada ampun.

Aku menggeleng pelan sembari memupus air mataku dengan punggung tangan.

"Antar aku pulang Mas."

Pandu mengangguk dan di genggamnya tanganku hingga masuk mobil.

Dia terus menatap wajahku, sesekali tangannya menyentuh jemariku. Mobil meluncur laju meninggalkan taman bunga itu.

Tubuhku masih gemetar. Sebuah rasa yang telah lama tak lagi bisa ku rasakan di jantungku.

Namun aku tak yakin ini cinta, mungkin saja hanya karena sentuhan intim pria dan wanita dewasa.

Karena selama berteman dan dekat dengan Pandu aku tak pernah merasakan apa pun. Aku hanya menganggapnya seorang yang baik dan selalu ada untukku. Aku menganggapnya tak lebih dari sekedar sahabat.

Ketika baru sampai di rumah, aku langsung mandi dan bersembunyi di kamarku

Rasa terbakar tubuhku oleh ciuman mesra lelaki yang selama ini hanya kuanggap sahabat itu mulai hilang.

Aku sangat yakin, aku tak akan mungkin membuka hatiku pada Pandu. Apalagi Mas Prabu. Aku ingin sendiri sebelum aku benar-benar yakin tentang hati ini.

Aku tidak siap merasakan sakit penghianatan lagi, aku tak mau menua dalam luka tak terperi. Aku ingin menjadi Ratih yang kuat dan mandiri.

Luka pernikahan itu terlalu dalam menggurat hati dan jiwa ini. Semoga Pandu mengerti ketika aku menolaknya esok pagi. Dia meminta jawabanku esok pagi di atap gedung TV. Aku sudah bertekad hanya menganggapnya teman tidak lebih.

Aku menatap jauh kearah gedung-gedung di seberang gedung CNTV, aku dan Pandu duduk sembari menyeruput kopi instan yang kami seduh sendiri.

Lama hanya hening membungkus raguku, namun akhirnya ku beranikan diri berbicara.

"Mas, aku minta maaf ya, aku sungguh ngga bisa membalas perasaan kamu terhadapku. Aku ..."

Pandu mengangguk dan tersenyum, dia beralih jongkok di hadapan aku yang duduk di bangku. Angin di atas gedung meniup dan mengibarkan rambutnya.

"It's oke Ratih, jangan merasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan seseorang yang mencintai kamu. Kamu berhak bahagia dengan cara yang kamu suka. Tapi ingat Tih, saat kamu butuh bahu untuk menangis, saat kamu butuh lengan untuk di genggam, aku akan selalu ada buat kamu." ucap Pandu dengan mata teduhnya.

Aku terdiam, dia begitu tulus dan tidak memaksa. Aku mengucap terima kasih padanya. Dan Pandu berjanji akan tetap menjadi sahabatku, tak akan memaksakan  kehendaknya padaku. Aku terharu dan terus mengucap maaf padanya.

Setelah hari penolakanku pada Pandu, hubungan kerja kami kembali seperti biasa. Namun terasa seperti ada jarak diantara kami berdua. Tidak semudah sebelum dia menciumku.

Hari ini aku melihat Mitha, pembaca berita pagi berbicara serius dengan sahabatnya sembari menatap Pandu yang sedang menyuap makanannya di meja kantin sendirian. Semua orang tahu putri pemilik saham terbesar di TV ini menyukai Program Director yang pendiam dan cuek itu. Namun pandu selalu menjaga jarak dan menghindar.

Dan hari ini Mitha membawa makanannya menuju ke arah meja Pandu. Dan sekilas Pandu menatapku yang duduk sambil menyeruput es jeruk di hadapanku. Dia tersenyum pada Mitha. Hal yang tidak pernah di lakukan ya selama ini.

Aku tersenyum melihat itu. Aku berdo'a semoga Pandu berjodoh dengan gadis cantik itu. Mereka sepadan.

Sebuah notif masuk di gawaiku

"Ratih, aku mau ketemu Vino nanti sore, bawa dia ke rumah ibu."

Aku tertegun sejenak. Perasaanku sangat tidak nyaman. Mas Prabu bisa melakukan apa saja saat dia menginginkan sesuatu. Aku bergidik.

***************

Terpopuler

Comments

Ilan Irliana

Ilan Irliana

di tiap novel pst ada kt arah jam 9 lah jam 12 lah...itu mksud'y apa gt..aq kurang faham ato aq kurang healing x y...hihi

2023-07-02

0

Latifah Icen Putri

Latifah Icen Putri

wih pesona janda mn tahan !

2021-06-15

0

Adam Nadira

Adam Nadira

iiiihh kepo luh prabu

2021-01-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!