Ditikung Adikku
Aku menghempaskan tubuhku ke atas ranjang melepas letih dan penat setelah seharian bekerja pada salon kecantikan milik Mey temanku.
Kejadian 2 minggu lalu masih mengganggu Ingatanku.
Malam ini di mana Mas Bagas sudah menuduh Aku Selingkuh tanpa bukti yang akurat.
Entah kenapa ia dengan yakinnya menuduh aku berselingkuh dengan pria lain.
Jelas-jelas siang itu banyak pekerjaan yang aku kerjakan di salon Mey.
Namun Mas Bagas tidak sedikitpun mempercayai kata-kataku.
Sudah hampir 2 minggu beliau tidak pulang ke rumah ini.
Aku kecewa karena Mas Bagas lebih mempercayai perkataan orang lain ketimbang perkataanku.
walaupun aku paham dengan pernikahanku yang baru seumur jagung. tahun kemarin kami melangsungkan pernikahan.
Tapi bayi di janinku masih usia 2 bulan .
"TOK TOK TOK"
Aku menoleh ke arah pintu.
Terdengar suara ketukan dari arah ruang tamu"siapa tamu malam-malam gini?" Gumamku perlahan.
"TOK TOK TOK"
"Sebentar" Aku langsung melangkah keluar kamar, menuju pintu ruang tamu.
"Kak!!!TOK TOK TOK"
rupanya suara Mirna, adikku yang nomor satu.Karena kami hanya 3 Saudara.
Aku paling besar, dan Adik bungsu Aku, Erin yang kini masih nonton televisi.
Pintu pun terbuka, disusul Mirna menyelundup masuk dengan aroma minuman yang kurang sedap.
Aku melihat jam dinding pukul 22.50.
"Dari mana kamu mir?"
" biasalah Kak, ngumpul teman", aromanya memang tidak aku sukai minuman beralkohol.
"Kok sampai jam segini?" tanya aku sambil duduk di kursi ruang tamu, yang mana Erin sedang duduk nonton di lantai.
"Ya, memang kenapa sama jam segini?masih bagus aku pulang" Jawab Mirna langsung masuk ke kamarnya.
Aku geleng-geleng kepala melihat Mirna jalannya terhuyung dan menutup pintunya.
Aku melihat Erin yang serius dengan acara televisinya.
"Kamu nggak tidur Rin?"
"Iya Kak sebentar lagi aku tidur"
Erin bangun dari duduknya mematikan televisi dan membisikan telingaku.
"Kak, besok kalau Kak Mirna enggak ada di rumah aku mau bicara"
Aku bingung,kenapa harus nunggu Mirna tidak di rumah.
"Kenapa nggak bicara sekarang saja sih?"
Erin langsung menempelkan telunjuknya ke bibirnya.
"Huuuuust...Besok saja kak, ya sudah, aku tidur dulu"
Erin pun memasuki kamarnya.
Begitu juga aku masuk ke kamarku.
Sambil ku buka lemari mencari uang makan aku Seminggu, yang aku letakkan di bawah pakaian.
Aku cari laci paling atas tidak ada.
Aku cari lagi di bawahnya tetap tidak ada.
Aku bongkar ke laci paling bawah tetap tidak ku temui.
Uang yang aku ingat aku letakkan di laci nomor 2.
kemana ya? aku lupa taruh? tapi di mana ya? Apa ada maling? tidak mungkin.
Pintu kamar selalu dalam keadaan terkunci.
Mungkin Aku yang sembrono. Sembarangan letak.
"Ya sudah, semoga besok dapat rezeki lagi di salon" gumamku berusaha untuk memejamkan mata.
Namun otakku berlari ke sana kemari.
ucapan Erin tadi mengganggu pikiranku.
Meninggalkan jejak pertanyaan di hati aku.
"Ada apa sebenarnya dengan Mirna? apa yang ingin disampaikan dengan Erin?Kenapa kok mau bicara saja harus menunggu Mirna tidak ada di rumah?
"Drrrrt Drrrrt Drrrrrt"
Tiba-tiba benda pipi di dalam Tasku bergetar.
Aku buka tas dan mengambilnya.
Aku lihat ada satu pesan wa.
Ternyata dari Mas Bagas.
"mau apa dia?mau menuduhku lagi ?"
Aku bukan wanita yang suka tempat hiburan.
Apalagi bersama laki-laki yang bukan suamiku.
"El..Mas akan cari tahu kebenarannya.Apakah kamu benar-benar bersama lelaki lain di tempat hiburan atau tidak.akan Mas selidiki, dan besok Mas pulang"
Aku menghela nafasku.
Untuk apa dia kembali ke sini lagi? kalau hanya percaya dengan yang bukan istrinya.
Kenapa Mas Bagas lebih percaya orang lain daripada aku?
padahal kita sudah satu dengan tumbuhnya buah di rahimku.
"Aaaaah aku tidak peduli dia mau pulang atau tidak"
Tanpa kubalas chat Mas Bagas,aku tertidur.
Sengaja Pagi ini aku bangun lebih awal.
Selesai mandi aku langsung ke meja makan.
Di sana sudah terlihat Erin sedang menikmati setakap rotinya.
Dan setakap lagi sudah terhidang untuk sarapanku.
Erin memang selalu mengutamakan aku daripada Mirna.
karena Mirna tidak pernah bangun pagi. "Erin, kamu mau bicara apa sih? Kakak penasaran loh"
kembali aku bertanya kepada Erin, yang masih asik dengan rotinya
"nanti saja Kak" jawab Erin agak cuek.
"Rin, kamu masih ada uang jajan?" tanya aku pelan, karena uang makan seminggu aku lupa letakkan di mana.
"santai saja kak, masih ada kok uang jajan Erin,kemarin Mama juga kasih Erin jajan kok"
"Mama datang kemari?" tanya aku bingung, kenapa Erin tidak memberitahu ke aku kalau mama datang.
Erin kelihatan menyembunyikan kegugupannya.
"Aaaaam ...To..tidak Kak,maksud Erin,Mama transfer uang jajan ke Erin"
"Oh gitu toh,Ya sudahlah, Kakak berangkat dulu ya, jangan nakal." Aku cubit pipinya.
Aku pun menuju teras, dan... starter kendaraan roda dua untuk menuju ke tempat kerja yang di miliki temanku sebuah salon kecantikan.
walau tidak ternama, namun cukup ramai pengunjungnya.
hanya memakan waktu 15 menit dari rumah ke salon ini.
" Hai, El?" seperti biasa, Mey menyapaku, yang kubalas dengan senyum.
" El, ditungguin, noh"
bibir Mey maju sesenti ke depan, sambil melirik seorang pria setengah baya, yang memang sudah menjadi langgananku seminggu sekali.
Entah itu untuk digunting rambutnya, creambath, atau hanya masker wajah.
" Oh, Om, Irfan? yuk, sini Om." dengan cepat aku siapkan kursi untuk customerku.
"mau diapain, Om?" tanyaku dengan senyum.
Karena aku memang berharap Om Irfan menjadi langganan tetapku.
Selain orangnya ramah, juga cukup besar tips yang ia berikan.
Walau dengan usia di kepala lima,tapi tidak menjadikan Om Irfan terlihat tua, ia masih tampak bugar.
Dengan senyum yang tidak membuat bosan orang melihatnya.
Om Irfan sudah menjadi langganan tetap Aku, sejak beberapa bulan lalu.
Dia pernah bercerita, kalau dirinya adalah duda anak satu.
Dengan pekerjaan yang cukup menjanjikan di suatu perusahaan.
Setiap uang kembalian yang dia berikan, setara dengan uang makan aku selama 2 minggu.
"Aaaaah... lumayan, ada Om Irfan, untuk menggantikan uang makan aku yang hilang, kemarin, kuman ku, sembari senyum" Gumam hatiku.
"Cie... cie." ada yang senyum-senyum sendiri"
Ledek Mei dengan tawanya yang konyol, membuat pipiku berubah warna menjadi merah.
"Om, mau di creambath ya?" Tanyaku lagi.
"Iya El, di creambath saja." Jawab Om Irfan dengan senyum.
Dan matanya menatapku tajam.
Namun terlihat sendu.
Entah apa yang tersimpan di sana.
Dengan semangat menggebu, aku siapkan peralatan dan streamer untuk memulai creambath.
Dengan pijatan pijatan di kepalanya, membuat Om Irfan terantuk-antuk seolah mengantuk.
hanya 30 menit aku memijatnya pertanda selesai.
Seperti biasa Ia melakukan pembayaran dan memberi tips yang cukup besar menurutku.
"Bisa untuk uang makan seminggu"gumamku dengan senyum tipis
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments