Pria tampan ala Korea itu datang kembali ke salon Mey.
" Hai Mbak"
"Halo Indra,mau diapakan rambutnya ?"Sapa Eli.
"Cuma mau di creambath aja Mbak."
"Oh iya,Kelihatannya sudah mau lahiran nih" canda Indra.
"iya, sudah 8 bulan, sudah persiapan"Eli tertawa sambil membawa Cream untuk creambath rambut Indra.
"Mau pakai alpukat atau ginseng?"
"Ginseng juga boleh" jawab Indra.
Setelah Eli mencuci dan membilas rambut Indra
langsung dipersilakan duduk di kursi kerajaannya untuk dilayani Eli.
Pijatan demi pijatan jari jemari Eli membuat Indra terbuai dengan rasa relaksasi di kepalanya.
Membuat pikirannya melamun kalau jari yang memijatnya adalah istrinya. Memijatnya dengan lembut,menciumnya,memeluknya,dan mengangkatnya ke atas ranjang.
Tiba-tiba matanya berkejap-kejap.
"Aaah..rupanya cuma ilusi."
Gumam hatinya.
"Aku menyukainya, namun dia sudah bersuami ,Tapi apa salahnya kalau aku sebatas menyukainya? Aku nge fans banget dengan wanita ini"
Eli masih dengan pijatannya, yang membuat lama-kelamaan Indra tertidur dengan relaksasi yang dirasakannya.
Dan terbangun kala Elis selesai dalam tugasnya. Eli tertawa melihat mata merahnya Indra,karena keasikan tidur.
"Rupanya Ada yang menikmati."
" Iya Mbak,abis enak banget pijatannya"
"Bisa saja kamu Dra"
Eli kembali tertawa.
"Mbak, ini kartu nama aku, kalau mbak membutuhkan pertolongan medis, Aku siap membantu"
Indra menyerahkan kartu namanya.
Eli membaca tulisan di kartu nama itu.
Dokter Indra Sanusi, SP.P.D.
"Kamu seorang Dokter? Wow,"
Eli terkejut.
"Boleh dibilang seperti itu Mbak"
"Terima kasih ya Dok, kartu namanya" Eli tersenyum
"Eh eh eh.... Jangan panggil aku Dokter, panggil nama saja"
"iya-iya..."
Eli melanjutkan tawanya.
"Ya sudah, aku balik dulu"
Indra memberi uang tips seperti biasanya dengan beberapa lembar ratusan ribu.
**
𝐃𝐞𝐰𝐢 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐞𝐧𝐠𝐮𝐤 𝐌𝐢𝐫𝐧𝐚 𝐤𝐞𝐦𝐛𝐚𝐥𝐢
""saudari Mirna, ada yang membesuk Anda"
Polwan tinggi semampai membuka kunci gembok pintu sel.
Mirna pun keluar menemui tamunya.
"Ibu? Ngapain Ibu datang lagi?"
"Ibu mau bawakan makanan buat kamu Mirna"
Dewi membuka kotak Tupperware, memberikan kepada Mirna.
"Makanlah Nak"
Mirna melahapnya,karena makanan sel tidak cocok untuknya.
Jarang-jarang Mirna merasakan makanan enak yang dibawa dari luar tahanan.
Mirna memakan masakan Dewi hingga habis.
"Enak nggak masakan ibu?"
"Enak banget Bu, Ibu masak sendiri?"
"Iya, Ibu masak sendiri"
"Ibu pintar masak dong?" tanya Mirna.
"Ibu memang hobi kalau masak.Andai saja, anak Ibu mau nerima ibu sebagai anaknya, ibu senang banget"
"maksudnya Ibu?"
"Ibu tidak tahu, apa, anak Ibu, mau terima ibu atau tidak"
"Memangnya anak Ibu di mana?"
"Di sini" jawab Dewi"
"Lah? anak ibu di penjara juga"
"Anak Ibu di sini Mirna, sama ibu sekarang"
"Maksud ibu?" tanya Mirna masih tidak mengerti.
"Anak ibu itu kamu Mirna" Dewi meneteskan air matanya.
Mirna tersontak kaget,dengan mata membeliak lebar.
"Ibu, jangan ngaco, Ibu berlebihan, Mama, aku itu Mama Anom, Bukannya ibu,"
"Ibu tidak bohong Mir, Ibu berani Sumpah"
Tiba-tiba Di belakang Dewi sudah berdiri Pak Karsa dan Bu Anom.
"Benar Mirna, ibumu yang sebenarnya adalah ibu ini, dia bernama Dewi, pernah bekerja di rumah Papa Mama sebagai pembantu rumah tangga" jelas Pak Karsa.
Mirna semakin terkejut.
"Jadi Papa selingkuh dengan pembantu?"
tapi papa dan mama Mirna tertawa.
"papamu bukan selingkuh Mirna"
"Habis apa?"
Mirna masih penasaran.
Akhirnya Bu Anom menceritakan 22 tahun yang lalu, di mana Dewi menyerahkan seorang bayi ke rumahnya.
Bu Anom bercerita, sampai selesai di lanjut cerita De𝐰𝐢.
Hal itu membuat Mirna menangis, patah hati, karena dia merasa dirinya anak haram.
Anak gado-gado.
"Kenapa nasibku sebegitu Malangnya"
"Papa Mama bohong" teriak Mirna masih tidak percaya.
"Mir, Papa tidak bohong, kalau kamu tidak percaya,kamu berdua ibumu, cek DNA, karena sudah sepantasnya kamu tahu hal ini, kamu sudah dewasa"
"Tidak Pa..Mirna tidak percaya,Papa Mama jahat, sudah bikin cerita palsu"
Mirna menangis dan berlari ke dalam sel.
Dewi Pun Menangis.
sebagai ibu yang tidak diakui anaknya.
"kamu yang sabar dew, kita ikuti saja, Ke mana arahnya." Bu Anom mengusap pundak Dewi yang masih menangis.
**
Irfan mengangkat ponselnya di atas meja kantor.
"ternyata Riko." 𝐠𝐮𝐦𝐚𝐦𝐧𝐲𝐚
"Halo Pak Riko"
"Selamat siang Pak Irfan. Bagaimana kabarnya."
" baik Pak, Bapak sendiri bagaimana kabarnya?"
"Seperti yang anda ketahui, saya hidup seorang diri, oh iya, saya ingin meminta bantuan pada bapak"
"bantuan apa Pak?" tanya Irfan sambil memindahkan gagang telepon ke telinga kiri.
" Bapak kan tahu sendiri, Saya tidak diberikan anak pada istri 𝐬𝐚𝐲𝐚"
" lantas Bapak mau punya anak? Bapak sudah dapat calon istri yang bisa diberikan anak begitu?"
" oh bukan, bukan, itu begini Pak, Saya menginginkan bayinya Mirna, dengan begitu dia akan merasakan tersiksa, karena saya masih menyimpan sakit di hati saya Pak"
"Oh begitu, Bapak serius?" tanya Irfan tidak percaya.
" Iya Pak, saya minta orangnya Bapak mencari tahu di mana keberadaan bayi Mirna, saya akan merawat bayi Mirna hingga dewasa, dengan begitu, saya ada yang menemani untuk hari tua ke depannya"
"baik kalau begitu saya akan usahakan ya pak"
"Baik Pak Irvan,Terima kasih banyak"
Riko menutup gagang teleponnya.
"hahaha, bagus kau Mirna, Kamu memang tidak pantas mempunyai anak, karena anakmu nanti pasti malu mempunyai Ibu bekas Napi"
**
Bagas menggendong bayinya Mirna.
"TOK TOK TOK "
"siapa?" Bu Anom membuka pintunya.
"Hai, rupanya, kalian..tumben, kalian datang kemari"
"Iya Ma, Bagas ngajak aku kesini.mau lihat bayi Mirna katanya."
"Ya sudah, ayo masuk"
Mereka pun masuk langsung menuju ranjang bayi.
"Hmmm cantiknya"
Bagas mengusap pipi bayi yang tertidur di atas box bayi.
"Iya, cantik sekali, kira-kira seperti siapa ya?" gumam Eli.
"Ya seperti Mamanya lah, masa seperti aku" jawab Bagas tertawa.
walau hatinya masih bertanya-tanya, Apakah benar ini anaknya atau anak yang lain, tapi tidak mungkin Mirna bohong dengan berani bersumpah dan cek DNA.
"Mah..sudah diberi nama belum?" tanya Eli.
"Sudah...namanya Tasya.
"Ooooh nama yang bagus, tapi kenapa tanda lahirnya semakin kelihatan, nyata ya Mah"
Eli memegang tangannya yang mempunyai tanda lahir berwarna hitam setengah coklat.
" Yaitu berarti rezeki" jawab Bu Anom tertawa.
"Ma, Bagas boleh gendong nggak?" tanya Bagas.
"Iya boleh, tapi hati-hati."
lalu Bagas mengangkat tubuh kecil itu ke lengannya menggendong dengan hati-hati.
"Aaah Anakku."gumam hati Bagas.
""Seandainya kamu terlahir dari rahim istriku, Elly, aku benar-benar bahagia"
Bagas mencium lembut Pipi bayi bernama Tasya, lalu mendekatkan ke perut Eli.
"ini adikmu, kelak, kalau kalian dewasa, jangan berantem, jangan rebutan, hehehe" Eli ikut tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments