Ternyata selama ini aku sangat membutuhkan nya, jiwaku yang kosong dan hampa, hidupku yang tak menentu arahnya kemana, kekuatanku selama ini hanya pada anak lelakiku yang hampir saja aku buang.
Terimakasih sudah kembali dan menghangatkan jiwaku lagi, tapi maaf aku belum bisa mengakui itu semua.
Selamat datang Daddy nya anak ku, peluk aku dan jangan pernah tinggalkan aku lagi, aku manusia paling munafik di dunia ini, gengsiku terlalu tinggi.
"Sudah pelukanya kenapa lama sekali", padahal hatinya meronta minta jangan di lepaskan aku pun sangat merindukanmu.
"Belum puas", Han mengecup bahu Yuna yang terhalang oleh baju kaosnya.
"Darren kemana?".
"Biarkan dia asik memilih main nan kesukaan nya sayang, anak kita akan aman bersama Don dan ketiga anak buahku, Darren nama yang bagus pintar sekali kamu memilih nama untuknya".
"Lepas dia belum selesai makan, anak itu harus sekolah sebentar lagi dan saya harus kerja".
"Berhenti bekerja aku akan mencukupi kebutuhan kamu dan Darren".
"Tidak bisa seperti itu warga disini sangat membutuhkan bantuan saya, bagaimana desa ini mau maju gedung sekolah sangat jauh fasilitas kesehatan tidak ada".
"Suami kamu sendiri yang akan membuat gedungnya, aku yang akan mendirikan bangun nan itu".
"Tunggu maksud anda apa?".
"Aku bukan orang asing sayang aku suami kamu", kenapa nada bicara di antara mereka haru ada anda dan saya.
"Tunggu orang tadi pak Doni", Yuna melirik ke arah Han yang sejak tadi iya hindari tatapan mata dari laki laki itu.
"Ya dia asisten peribadiku, jangan kaget sayang aku menemukan kamu dan Darren berkat dia".
Pantas saja minggu lalu laki laki itu terus menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, ternyata dia mata mata Han si peria pemarah dan menyebalkan ini.
"Ahhh sakit Yuna kenapa mencubitku", dengan cepat Han membuka bajunya, bekas luka yang baru setengah sembuh itu kini mengeluarkan darah kembali, Yuna mencubitnya pas kena bekas luka di tabrak orang minggu kemarin.
Hah Yuna langsung memalingkan wajahnya, "Hih kenapa membuka baju?".
"Lihat luka ku berdarah kembali", Han meringis merasakan lumayan pedih perutnya.
"Kenapa bisa berdarah seperti itu?", dengan cepat mengambil kotak segala obat yang Yuna punya, rasa bersalah dan khawatir nya tidak bisa iya sembunyikan.
"Pelan pelan sayang kenapa kamu ini dendam sekali denganku padahal aku sudah minta maaf berkali kali".
"Kenapa berisik sekali sudah tua harusnya sedikit bisa menahan rasa sakit"
"Baiklah bu dokter", gemas dengan bibir Yuna yang sejak tadi ingin sekali iya sentuh.
Cup, berhasil walau pun sekilas "Sorry ini terlalu gemas", mengusap bibir Yuna dengan ibu jarinya.
Yuna mematung merasakan benda kenyal yang tadi menghampiri nya.
Namun beberapa detik kemudian Yuna tersadar lagi, "Kenapa bisa luka seperti ini?", mukanya dibuat tidak panik sebisa mungkin.
"Kecelakaan minggu lalu pas mau kesini", jawab jujur Han.
"Sudah tua teledor, seperti anak kecil saja tidak bisa berhati hati.
Han tersenyum tidak marah sedikitpun di bilang tua di bilang teledor diomelin, malah mengelus pipi Yuna yang sedang fokus membersihkan dan mengobati luka Han.
Sampai selesai mengobati luka yang ada di perut Han, Yuna tidak lepas dari pandangan laki laki itu.
"Ngapain liatin terus, colok matanya nih", sebenarnya sudah di tahap salah tingkah.
"Ternyata semakin ngomel semakin cantik", niat Han mencium Yuna kembali, tidak kuat melihat bibir wanita ini yang terus mengomelinya.
"Mama aku mau sekolah, Juan sudah berangkat di anterin pakde tadi".
Ya Allah Yuna sampai lupa anaknya tadi makan belum habis tapi sekarang sudah waktunya berangkat sekolah.
"Biar aku yang buka pintunya", Han beranjak dari sopa kecil tetap mengambil kesempatan mencium pipi Yuna.
"Ck kenapa selalu ngambil kesempatan teru", refleks tangan Yuna melayang memukul tangan Han.
"Hai boy mau sekolah ya, ayo Daddy antar sayang suka mainan yang mana tadi?", meskipun perutnya sakit Han tahan demi bisa menggendong Darren buah hatinya yang di rindukan selama ini.
"Suka semuanya tapi mama suka marah ini waktunya sekolah dulu mainan nanti pulang sekolah sebelum tidur siang".
"Anak pintar nurut sama mama", mencium lama kening Darren, love you nak Daddy sangat sangat menyayangimu.
"Jangan di gendong Darren sudah besar, bukannya perutmu sedang sakit.
"Gak apa apa ma", mengelus bahu Yuna lembut dan tersenyum.
Deg,,,,,,,dada Yuna bergemuruh jantung nya terasa mau copot, apa tadi ma katanya bisa bisa pertahananku cepat roboh, kenapa si menyebalkan ini sekarang bisa manis sekali perlakuannya.
Ahhh Yuna langsung beranjak mengambil tas sekolah dan tas bekalnya, Han langsung menggandeng Yuna.
"Kalian tunggu disini saya akan mengantarkan anak saya sekolah", bangga sekali sekarang sudah bisa menyebut anak saya di hadapan anak buah nya.
Don dan ketiga orang itu mengangguk, biarkan bos nya bahagia dan tidak marah marah terus.
"Darren mau dimana?, depan pangku mama ya", bertanya tapi memaksa.
"Gak usah nanya kalau maksa", Yuna langsung duduk memangku Darren.
"Kemana jalan nya sayang tunjukan aku tidak tau jalan di sini", tangan satunya menggenggam tangan Yuna tidak mau lepas, baru saja menghidupkan mesin mobil para tetangga yang penasaran langsung keluar berjejer di depan rumah masing masing.
"Wah Daddy kaya artis ya ma di lihatin terus", ucap Darren.
"Bilang Daddy sekali lagi boy, Daddy akan kasih hadiah yang banyak buat Darren", tidak perduli dengan orang otang yang berjejer.
"Hadiah apa Daddy?", binar bahagia dari anak itu terpancar, terbukti sekarang menjadi bawel tidak seperti biasanya.
Yuna melamun seberpengaruh itu kedatangan Han untuk Darren anak nya, Yuna kira Darren sudah bahagia hidup berdua dengan nya selama ini ternyata salah.
Mencium kepala Darren lama tidak terasa air matanya lolos, Han melirik Yuna meneteskan air mata, langsung mengelus pipi wanita itu dengan lembut.
"Belok gak sayang?, maaf Daddy tidak tau jalan".
"Iya belok kesitu terus sekolahnya ada di ujung sana nanti", Darren yang memberi arahan jalan, karena Yuna masih terdiam dan sesekali menghapus air matanya.
"Wih pintar banget kamu ya, karena sudah pintar ngasih tau jalan, pulang sekolah Daddy kasih hadiah lagi".
"Aku mau yang mobil robot biru itu boleh gak?", menunjuk mainan yang ada di belakang tadi dirinya pilih pilih.
"Boleh itu semua buat Darren".
"Wah kan ma benar mimpi itu benar aku punya mainan banyak banget kita gak harus kepasar lagi".
Yuna dan Darren saling lirik, "Iya sayang", saut Yuna sambil membenarkan pakaian Darren karena mereka sebentar lagi sampai ke sekolah.
Sampai ke depan sekolah Han langsung cepat keluar demi membukakan pintu untuk anak istrinya.
"Jangan terlalu di manja", melihat Han yang sudah menggendong Darren turun dari mobil.
"Gak apa apa hari ini doang ya boleh?".
"Renn sareng saha?", ucap salah satu temannya yang melihat Darren di gendong orang lain mereka baru melihatnya.
"Daddy ayena tos uih ti luar negri, Jaya mana?, hayu asup", anak bule bisa bahasa sunda dengan pasih.
"Jaya tacan dongkap", ucapnya, Darren mengangguk paham.
Han yang tidak mengerti hanya menggeleng, bicara apa anak nya ini, berbeda dengan Yuna, nah bisa kan aku kerjain nanti ngomongnya bahasa sunda aja biar ni bule gak paham hahaha.
"Pinter nya kupingkeun bu guru di kelas na", Yuna mencium Darren sebelum masuk ke jalaman sekolahnya..
"Iya ma", Darren melambaikan tangan senyum anak itu mengembang pertamakali di antar kedua orangtuanya sekolah.
"Good boy sayang nanti Daddy jemput lagi ya".
"Iya Daddy Darren sekolah dulu", pamitnya langsung bergandengan dengan sahabatnya.
"Neng Yuna sareng saha mani kasep pisan eta pameget teh?".
"Ehh bu Hasna kenalken bapakna Darren".
"Eleh gusti mani kasep pisan pantesan si eneng embung kena pak guru sing horeng gaduh nu kasep cida bule".
"Hahaha ibu ini bisa aja, mari bu Yuna rek ka bale desa nya".
"Muhun gelis sok mangga".
"Sayang kalian bicara apa?", Han merangkul pinggang Yuna.
"Jangan begini, ini desa bukan jakarta apalagi luar negri yang bisa se enak nya",menyingkirkan tangan Han dari pinggangnya.
"Banyak banget larangannya", masa hanya merangkul pinggang istri saja tidak boleh, batin Han.
"Kalau gak suka pulang sana", ketus Yuna.
"Ehhh nggak sayang maaf ayo masuk mobil lagi", menarik tangan Yuna mendudukan kembali di samping kursi kemudi.
"Repot banget pakai mobil segala biasanya juga jalan kaki kalau gak naik motor", gerutunya.
Han memilih diam takut salah lagi kalau dirinya menyauti ucapan Yuna, sabar lo mau ngambil hatinya kan jadi harus perbanyak sabar.
.
.
.
.
.
.
.
TBC...................
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments