Sementara itu, di rumah Vano, malam itu sepulang dari restoran, lebih tepatnya jam 18.00 wib, Vano sudah sampai di rumah. Memang sengaja ia pulang awal, karena akan menghadiri acara Keke.
"Sayank, sudah siap belum...?" tanya Vano yang membenarkan posisi arlojinya. Dengan pakaian jas warna Krem muda ia tampat tampan dan gagah sekali walau usianya kepala empat.
"Sudah..." jawab Nindy agak cemberut. Ia memakai dres warna senada dengan Vano dengan panjang menutupi seluruh kakinya. Rambut yang ia gerai dan memakai hiasan permata di rambutnya, menambah cantik dan anggun sekali. Lebih sempurna lagi, ia memakai heels dan juga handbag.
"Cantiknya nyonya Vano ini, tak salah dulu aku ngejar-ngejar dia..." puji Vano dan di balas dengusan oleh Nindy.
"Heeeemmm, kok gitu sih di puji suaminya, senyum atuh neng Nindy, jangan sewot, tar geulis nya ilang..." kata Vano lalu terkekeh sendiri.
"Aaahh, ayo..." ajak Nindy.
"Idiiiihh, gak sabaran amat nyonya satu ini." ledek Vano. Namun Nindy malah manyun dan sedikit melotot ke arah Vano. Axel dan juga Zia yang melihat Mama sama Papanya seperti itu, ikut nimbrung ngeledekin Mamanya.
"Aduh-aduh, Mama sama Papanya siapa sih, ganteng dan cantik amat, boleh dong kenalan..." kelakar Axel yang mengedipkan mata ke arah Zia.
"Hiiiihhhh, jangan macem-macem ya kalian, mau sekongkol sama, Papa...?" ujar Nindy sewot.
"Enggak kok Ma, iya kan, Zi...?" Axel membela diri.
"Ya, sudah kami berangkat dulu anak-anak, baik-baik di rumah..." ucap Vano sambil mengulurkan tangan kepada Nindy. Tangan Nindy menyambutnya. Vano berjalan keluar sambik menggandeng tangan Nindy. Begitu sampai di mobil, tak lupa kebiasaan memebukakan pintu selalu Vano lakuin kepada istrinya. Dengan pelan mobil Vano segera meluncur menuju tempat yang menjadi acara Keke. Selama dalam perjalanan, Nindy hanya diam. Ia lebih banyak mengamati pemandangan di sepanjang jalan yang ia lalui bersama Vano.
Tak terasa sudah satu jam perjalanan di tempuh. Tanpa Nindy sadari, perlahan mobilnya memasuki basemant hotel bintang lima.
"Loh Pah, emang acaranya di hotel ya...?" tanya Nindy yang sudah sadar di mana keberadaanya sekarang.
"Iya sayank, kenapa....?" tanya Vano yang sudah mematikan mesin mobilnya.
"Kirain acaranya di rumah Keke..." sahut Nindy kemudian. Vano mengajak turun istrinya. Lalu kembali bergandengan menuju ruang di mana acara tersebut berlangsung. Vano dan Nindy sudah sampai disebuah aula hotel yang di dekor cukup elegan dan sangat mewah sekali.
Para tamu undangan segera mengisi ruangan itu. Vano sengaja memilih tempat duduk agak belakang.
"Pak Vano..." begitulah para tamu menyapa Vano sambil berjabat tangan. Tak heran jika para undangan mengenal Vano, karena sama-sama berkecimpung di dunia bisnis. Kini para tamu undangan sudah memenuhi meja di dalam aula tersebut. Tak lama setelah Vano duduk, acara segera di mulai. Terlihat Keke sedang naik ke atas panggung. Ia sangat cantik dengan gaun yang agak terbuka. Gaun tanpa lengan, hanya sebatas dada dan berwana perak berkilauan. Dengan mikrofon yang telah menempel di telinganya, ia mulai berbicara di depan para tamu undangan. Tak lupa ia tersenyum dan memberi hormat dengan sedikit menundukan kepala di hadapan tamunya.
"Baiklah, kepada semua para tamu undangan, malam ini saya mengucapkan terima kasih telah berkenan hadir di acara ini. Dan saya akan memanggil seseorang untuk naik ke atas panggung ini."
Keke mulai berjalan menuruni anak tangga yang menghubungkan antara panggung dan lantai. Ia berjalan dengan tegap. Dadanya membusung. Sangat anggun sekali. Bibirnya tak lepas dari senyumnya yang tipis, namun sangat menggoda itu. Nindy sudah merasakan aura tidak enak. Ia melihat pandangan Keke tertuju ke arah suaminya. Begitu juga dengan Vano. Iamelihat Keke dengan tersenyum.
"Pah...?" panggik Nindy.
"Iya sayank, bentar...." jawab Vano tapi tak menoleh ke arah Nindy. Pandanganya tetap fokus ke adah Keke yang semakin lama semakin dekat mejanya.
"Pah, aku gak suka ya situasi kayak gini..."
"Ssssstttt...." kode Vano menyuruh Nindy diam dengan meletakan jari telunjuknya di depan bibirnya.
"Ibu Nindy, saya boleh pinjam pak Vano sebentar ya, sebentar aja kok, untuk naik ke atas panggung..." Nindy menatap Vano.
"Iya, silahkan..." jawab Nindy namun di dalam hatinya ia sangat ingin marah dan mengamuk.
Keke mengulurkan tanganya kepada Vano, dan Vano menyambutnya. Kini Vano di gandeng Keke berjalan ke atas panggung.
Hati Nindy serasa terbakar. Wajahnya bagai terkena sengatan arus listrik. Malu sekaki kepada para tamu undangan yang melihat suaminya berjalan bergandengan dengan wanita lain. Nindy menahan amarahnya di dalam hati. Ia menengadah ke atas sebentar agar tak jatuh air matanya. Vano dan Keke sudah di atas panggung. Nindy tak mau melihat mereka. Ia menunduk.
"Makasih Keke..." terdengar suara Vano kepada Keke. Hati Nindy semakin terbakar api.
"Pertama, saya ucapkan terima kasih kepada para hadirin yang sudah mau mengahiri acara ini, itu merupakan suatu kehormatan bagi saya, yang ke dua, saya akan sedikit bercerita, dan mohon para tamu untuk mendengarkan ocehan dari saya ini..." Vano terdiam lalu melihat ke arah istrinya yang menunduk.
"Dua puluh tahun, adalah waktu yang tidak singkat. Dua puluh tahun lalu juga, saya melamar seorang wanita yang umurnya jauh lebih tua dari saya, namun itu tak menjadi penghalang cinta saya ke dia. Dia adalah wanita yang sabar dan mampu meluluhkan hati saya. Ia mampu membuat saya jatuh cinta setiap hari bahkan setiap detik,menit dan jam."
"Uuuuhhh, romantis sekali pah Pak Vano ini... " celetuk seorang tamu kepada suaminya.
Nindy yang mendengar suara Vano langsung spontan mendongakan kepalanya dan melihat ke arah suaminya yang berjalan pelan ke arahnya. Ia masih teecengang dengan semua itu. Ia tak percaya.
"Dan karena dialah saya bisa berjuang dan berhasil sampai saat ini. Aku harap, kamu tidak akan pergi dari samping aku Nindya Putri, dan menemaniku sampai akhir aku menutup mata ini, bahagia selamanya istriku." ucap Vano yang tepat berhenti di depan Nindy.
"Selamat hari ulang tahun sayank, semoga panjang umur, bahagia selalu, cuuppppp...." Vano mengakhiri ucapanya dengan mengecup kening istrinya. Nindy terharu dengan semua hal yang tak terduga itu.
Semua hadirin para tamu undangan bertepuk tangan.
"Uuuuuuhhhhhh, romantisnya...." begitulah ucapan para tamu yang menyaksikan semua itu.
Nindy benar-benar terkejut. Bukan hanya surprise dari suaminya, namun ia benar-benar lupa kalau hari ini ia berulang tahun. Benar-benar ia melupakan hari ulang tahunya sendiri. Setelah selesai mengecup kening istrinya, Vano mengajak Nindy berdiri lalu menggandengnya berjalan naik ke atas panggung.
"Inilah wanita hebat yang ada di balik kesuksesan saya, istri saya dan sekaligus ibu dari anak-anak saya, Nindya Putri..." ucap Vano sekali lagi dan di sambut tepukan tangan para tamu. Mata Nindy berkaca-kaca, ia bangga dengan suaminya. Dengan lembut, Vano mengusap kedua mata Nindy lalu memeluknya dengan penuh cinta. Ia tak sanggup berkata apa-apa dalam pelukan Vano.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments